Friday, 22 May 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Guru mempunyai tugas utama mendidik. Dimana dalam mendidik tersebut, seorang guru dituntut selalu mengedepankan skill sebagai seorang pendidik yang selalu siap mengajarkan ilmu yang sudah digelutinya selama bertahun-tahun di bangku kuliah.
Salah satu indikator demi keberhasilan tugas seorang guru adalah bagaimana ia memahami akan peserta didik yang dibinannya. Peserta didik atau yang lebih terkenal dengan sebutan siswa adalah obyek pendidikan dan pengajaran guru. Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain berbeda atau khas. Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14 tahun untuk SMP dan 14-17 tahun untuk SMA. kamu mungkin sering menilai diri sendiri: Apa, siapa, dan bagaimana diri saya. Pandangan tentang diri sendiri ini sering terbersit di dalam hati. Sebenarnya pertanyaan apakah itu? Pertanyaan semacam ini merupakan suatu bentuk pencarian konsep diri.
Usia remaja merupakan saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan tentang diri sendiri yang sudah berkembang pada masa anak-anak, makin menguat pada masa remaja. Hal ini seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup atas dasar kenyataan-kenyataan yang dialami. Semua itu membuat remaja bisa menilai dirinya sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik.
Pada tahap ini siswa sebagai individu mempunyai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis/emosi.Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka kami akan mencoba untuk membuat sebuah tulisan yang akan membahas tentang penyesuaian diri remaja dan konsep diri remaja.


1.2       Rumusan Masalah
1.2.1    Apakah pengertian remaja ?
1.2.2    Apa saja yang menyangkut konsep diri remaja ?
1.2.3    Apa saja hal yang menyangkut penyesuaian diri remaja ?

1.3       Tujuan Penulisan
1.3.1    Mahasiswa dapat mengetahui pengertian remaja
1.3.2    Mahasiswa dapat mengerti hal-hal apa saja yang menyangkut konsep diri remaja
1.3.3    Mahasiswa memahami apa saja hal-hal yang menyangkut penyesuaian diri remaja




BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.
Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa masa remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.
Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir
Harold (Nurihsan; 2011; 9) menyatakan bahwa periode masa remaja itu kiranya dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam perklembangan yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhitnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya
Konopka  (Yusuf: 2009: 9) menyatakan bahwa masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat
Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTs) dan SLTA (SMA dan MA dan SMK) termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu perode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Yusuf: 10) fase ini meliputi (1) Remaja awal : 12-15 tahun, (2) Remaja Madya : 15-18 tahun, dan (3) Remaja akhir 19-22 tahun. Jika dilihat dari klasifikasi usia tersebut maka siswa sekolah menengah (SLTP dan SLTA) termasuk kedalam kategori remaja awal dan madya.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.

2.2 Pengertian dan Macam-macam Konsep Diri
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.
Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
Sehubungan dengan konsep diri, beberapa hal mulai berkembang pada masa remaja, antara lain:
  • pengetahuan tentang diri sendiri bertambah
  • harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan muncul
  • terjadi penilaian diri atas tingkah laku dan cara mengisi kehidupan
 Kita bisa melihat konsep diri dari empat sudut pandang, yakni:
  1. Konsep diri positif (tinggi) dan konsep diri negatif (rendah). Sudut pandang ini digunakan untuk membedakan apakah kita memandang diri sendiri baik (positif) atau buruk (negatif).
  2. Konsep diri fisik dan konsep diri sosial. Sudut pandang ini membedakan pandangan diri kita sendiri atas pribadi kita dan pandangan masyarakat atas pribadi kita.
  3. Konsep diri emosional dan konsep diri akademis. Dengan sudut pandang ini kita bisa membedakan pandangan diri sendiri yang dipengaruhi oleh perasaan/faktor psikologis dan yang secara ilmiah bisa dibuktikan. 
  4. Konsep diri riil dan konsep diri ideal. Sudut pandang ini membedakan diri kita yang nyata/sebenarnya dan yang kita cita-citakan.

A.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
 Konsep diri bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar. Semenjak manusia mengenal lingkungan hidupnya, sejak itu pula ia belajar banyak hal tentang kehidupan. Berdasarkan pengalaman hidupnya, seseorang akan menetapkan konsep dirinya berdasarkan berbagai faktor. Menurut E.B. Hurlock, seorang psikolog, faktor-faktor itu adalah bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/ cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga, teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh.
Apabila berbagai faktor itu cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang), maka muncullah konsep diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang biasanya cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak itu akan menerima, menghargai, dan mencintai dirinya (berkonsep diri positif). Sebaliknya, jika orang-orang yang berpengaruh di sekelilingnya (orang tua, guru, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya) ternyata meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri negatif).

B.  Proses Pembentukan Konsep Diri
 Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua yang misalnya: suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dan sebagainya—dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya.
Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa "bodoh", namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.

C.    Usaha-usaha untuk Mengembangkan Konsep Diri Remaja
 Remaja adalah pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri, kedewasaan. Untuk itu, remaja perlu membekali diri dengan pandangan yang benar tentang konsep diri. Remaja perlu menjadi diri yang memiliki konsep diri positif. Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat mempengaruhi orang lain untuk memiliki konsep diri yang positif. Remaja perlu menjadi diri yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling terbuka, saling memperhatikan kebutuhan teman, dan saling mendukung.

2.3       Pengertian penyesuaian diri
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Scheiders (1984) dapat ditinjau, yaitu :
1.      Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
Dilihat dari latar belakang perkembangannya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarahkan pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. Misalnya, seseorang yang berpindah tempat dari daerah yang panas ke daerah yang dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Dengan demikian dilihat dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik.
2.      Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
Ada juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Dengan memaknai penyesuaian diri  sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan.  Prilaku , baik secara moral, sosial, maupun emosional.
3.      Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengoranisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.  Ada keterbatasan-keterbatasan tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip penting mengenai hakekat penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut :
a.       Setiap individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
b.      Penyesuaian diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau kecendrungan yang telah dicapainya.
c.       Penyesuaian diri juga ditentukan oleh faktor internal dalam hubungannya dengan tuntutan lingkungan individu yang bersangkutan.
A.    Proses penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu :
1.      Motivasi dan proses penyesuaian diri
Faktor motivasi dapat dikatakan  sebagai kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan dan emosi, merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbngan merupakan kondisi yang tidak menyenangkan karena sesungguhnya kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar dalam organisme apabila dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut.

2.      Sikap terhadap realitas dalam proses penyesuaian diri
Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap manusia dan sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap anti social, kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan ralitas.

3.      Pola dasar penyesuaian diri
Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri. Misalnya, seorang anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk. Dalam situasi itu, anak akan frustasi dan beusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih saying dengan frustasi yang dialami. Boleh jadi suatu saat upaya yang dilakukan itu mengalami hambatan. Akhirnya dia akan beralih kepada kegiatan lain untuk mendapat kasih saying yang dibutuhkannya, misalnya dengan menghisap-hisap ibu jarinya sendiri. Demikian juga pada orang dewasa akan mngalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya keinginan memperoleh rasa kasih sayang, memperoleh anak, meraih prestasi dan sejenisnya. Untuk itu dia akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai tidak terpenuhi kebutuhannnya.

B.           Karakteristik Penyesuaian Diri Remaja
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyeuaian diri di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun karakteristik penyesuaian diri remaja adalah adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini :
1)         Penyesuaian remaja terhadap peran dan identitasnya
Pesatnya perkembangan fisik dan psikis , seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan identitas. Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat memainkan perannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
2)         Penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan
Krisis identitas atau masa topan dan badai pada diri remaja seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya remaja sebenarnya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses harus rajin belajar. Namun, karena dipengaruhi oleh upaya pencarian identitas diri yang kuat menyebabkan mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan-kegiatan selain belajar, tetapi menyenangkan bersama-sama dengan kelompoknya. Jadi dalam konteks ini penyelesaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, terhindar dari tekanan dan konflik atau bahkan frustasi.
3)         Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seks
Secara fisik, remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual, sehingga perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat. Artinya, remaja perlu menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan lingkungan sosialnya sehingga terbebas dari kecemasan psiko seksual, tetapi juga tidak melanggar nilai-nilai moral masyarakat, dan agama. Jadi, secara khas peyesuaian diri remaja dalam konteks ini adalah remaja ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma social dan agama.
4)      Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial
Dalam kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat tentunya memiliki ukuran-ukuran dasar yang dijunjung tinggi mengenai apa yang dikatakan baik atau buruk, benar atau salah, yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dalam bentuk norma-norma hukum, nilai-nilai moral, sopan santun, maupun adat istiadat. Berbagai bentuk aturan pada sekelompok masyarakat tertentu belum tentu dapat diterima oleh kelompok masyarakat yang lain. Remaja yang cenderung membentuk kelompok masyarakat tersendiri, seringkali juga membentuk dan memiliki kesepakatan aturan tersendiri yang kadang-kadang dapat dimengerti oleh lingkungan masyarakat diluar kelompok remaja tersebut. Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja terhadap norma social mengarah pada dua dimensi yaitu: Pertama, remaja ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat luas, artinya remaja harus mampu menginternalisasi nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kedua, remaja ingin bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesui untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa.
5)      Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang
Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak bebas. Namun, disisi lain remaja dituntut mampu menggunakan waktu luangnnya untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, dalam konteks ini upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuian antara dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreatifitasnya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian, penggunaan waktu luang akan menunjang pengembangan diri dan manfaat social.
6)       Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan uang
Dalam kehidupannya remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang memerlukan dorongan finansial. Karena remaja belum sepenuhnya mandiri, dalam masalah financial, mereka memeperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan kemampuan keluarganya. Dalam konteks ini perjuangan penyesuaian diri remaja adalah berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional, melakukan penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya. Dengan upaya penyesuaian, diharapkan penggunaan uang akan menjadi efektif dan efesien serta tidak menimbulkan keguncangan pada diri remaja itu sendiri.


7)                 Penyesuaian diri remaja terhadap kecemasan, konflik dan frustasi.
Karena dinamika perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada kecemasan, konflik, dan frustasi. Strategi penyesuaian diri terhadap kecemasan, konflik, dan frustrasi tersebut biasanya melalui suatu mekanisme yang oleh Sigmund Freud (Corey, 1989) disebut dengan mekanisme pertahanan diri seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi,  sublimasi, identifikasi, regresi, dan fiksasi.
Cara-cara yang diempuh tesebut ada yang cenderung negatif atau kurang sehat dan ada yang pula relative positif, misalnya sublimasi
Dalam batas batas kewajaran dan situasi tertentu untuk sementara cara-cara tesebut memang masih memberikan manfaat dalam upaya penyesuaian diri remaja. Namun jika cara cara tersebut seringkali ditempuh dan menjadi kebiasaan, dan hal itu akan menjadi tidak sehat
         C.    Faktor Faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja
                 Menurut Schneiders (1984) setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja yaitu :
1.      Kondisi fisik
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah :
a. Hereditas dan konstitusi fisik
     Faktor ini memainkan peranan penting  dalam penyesuaian diri karena ada kemungkinan besar disposisi yang bersifat mendasar seperti periang, sensitif, pemarah, penyabar, dan sebagainya, sebagian  ditentukan secara genetis, yang berarti merupakan kondisi hereditas terhadapvpenyesuaian diri, meskipun tidak secara langsung.
b. Sistem Utama Tubuh
     termasuk kedalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot.
c. Kesehatan Fisik
     Penyesuaian dir seseorang akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak sehat.
2. Kepribadian’
            Unsur – unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah :
            a. Kemauan dan kemampuan untuk berubah (Modifiability)
     kemauan dan kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap penyesuaian diri.
b. Pengaturan diri (Regulation)
     Pengaturan diri sama pntingnya proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri, dan mengarahkan diri.
c. Realisasi Diri (Self-Regulation)
telah dikatakan bahwa kemmpuan pengaturan diri mengimplementasikan potensi dan kemampuan kearah realisasi diri.
d. Intelegensi diri
     kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting perananya dalam penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi.
3. Edukasi / Pendidikan
            Termasuk unsur – unsur penting dalam pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah
            a. Belajar
     Kemampuan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap kedalam diri indiviu melalui proses belajar.
b. Pengalaman
     Ada dua jenis pengalaman yang memiliki nilai signifikan terhadap proses penyesuaian diri, yaitu : (1) pengalaman yang menyehatkan, (2) pengalaman traumatik.
c. Latihan
     Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan keterampilan atau kebiasaan.
d. Determinasi Diri
     Berkaitan erat dengan penyesuaian diri adalah bahwa sesungguhnya individu itu sendiri harus mampu menentukan dirinya sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri.
4. Lingkungan
            Berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi :
a. Lingkungan Keluarga
     Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri individu.
b. Lingkungan Sekolah
     Sebagaimana lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembangnya atau terhambatnya proses perkembangan penyesuaian diri.
c. Lingkungan Masyarakat
Karena keluarga dan sekolah itu berada dilingkungan masyarakat, lingkungan maasyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri.
5. Agama dan Budaya
            Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Berdasarkan pengalaman hidupnya, seseorang akan menetapkan konsep dirinya berdasarkan berbagai faktor. Menurut E.B. Hurlock, seorang psikolog, faktor-faktor itu adalah bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/ cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga, teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh.  Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Remaja perlu menjadi diri yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling terbuka, saling memperhatikan kebutuhan teman, dan saling mendukung.
Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Scheiders (1984) dapat ditinjau, yaitu :
1.    Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation)
2.    Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
3.    Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
       Proses penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsure yaitu
1.      Motivasi dan proses penyesuaian diri
2.      Sikap terhadap realitas dalam proses penyesuaian diri
3.      Pola dasar penyesuaian diri

Karakteristik Penyesuaian Diri Remaja
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyeuaian diri di kalangan remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun karakteristik penyesuaian diri remaja adalah adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini :
1.      Penyesuaian remaja terhadap peran dan identitasnya
2.      Penyesuaian diri remaja terhadap pendidikan
3.      Penyesuaian diri remaja terhadap kehidupan seks
4.      Penyesuaian diri remaja terhadap norma social
5.      Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan waktu luang
6.      Penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan uang
7.      Penyesuaian diri remaja terhadap kecemasan, konflik dan frustasi

         Faktor Faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja
                 Menurut Schneiders (1984) setidaknya ada lima fktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja yaitu :
1.      Kondisi fisik
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja adalah :
a.       Hereditas dan konstitusi fisik
b.       Sistem Utama Tubuh
c.       Kesehatan Fisik
2.       Kepribadian’
Unsur – unsur kepribadian yang penting pngaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah :
a. Kemauan dan kemampuan untuk beruba (Modifiability)
b. Pengaturan diri (Regulation)
c. Realisasi Diri (Self-Regulation)
d. Intelegensi diri
3.  Edukasi / Pendidikan
Termasuk unsur – unsur penting dalam pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah
a.       Belajar
b.      Pengalaman
c.       Latihan
d.      Determinasi Diri
4. Lingkungan
Berbicara faktor lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi :
a.       Lingkungan Keluarga
b.      Lingkungan Sekolah
c.       Lingkungan Masyarakat

5. Agama dan Budaya
Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-prakyik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu.

3.2 Saran
Diharapkan pada para remaja agar dapat memaknai konsep diri terlebih dahulu, karena dengan memahami konsep diri ini remaja akan mampu menemukan jati diri mereka, dan mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai dan saling mendukung antar satu dengan yang lainnya sehingga memudahkan para remaja didalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dan diharapkan pula kepada pendidik agar dapat mendidik para remaja dengan baik, sehingga mereka tidak terjerumus kedalam pengaruh yang negatif.


DAFTAR PUSTAKA
Hurlock. E. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta:  Erlangga
Nurihsan, A. J dan Agustin, M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama
Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press

Ali, Muhamad dan Muhammad Asrori. (2004). Psikologi Remaja Perkembangan peserta Didik. Jakarta: PT.Bumi Aksara

0 komentar:

Post a Comment

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget