BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Guru mempunyai tugas utama mendidik.
Dimana dalam mendidik tersebut, seorang guru dituntut selalu mengedepankan
skill sebagai seorang pendidik yang selalu siap mengajarkan ilmu yang sudah
digelutinya selama bertahun-tahun di bangku kuliah.
Salah satu indikator demi keberhasilan tugas seorang
guru adalah bagaimana ia memahami akan peserta didik yang dibinannya. Peserta
didik atau yang lebih terkenal dengan sebutan siswa adalah obyek pendidikan dan
pengajaran guru. Seorang siswa adalah individu-individu yang satu sama lain
berbeda atau khas. Siswa pada umumnya berumur mulai 5- 12 tahun untuk SD, 12-14
tahun untuk SMP dan 14-17 tahun untuk SMA. kamu mungkin sering menilai diri sendiri: Apa,
siapa, dan bagaimana diri saya. Pandangan tentang diri sendiri ini sering
terbersit di dalam hati. Sebenarnya pertanyaan apakah itu? Pertanyaan semacam
ini merupakan suatu bentuk pencarian konsep diri.
Usia remaja merupakan
saat pengenalan/ pertemuan identitas diri dan pengembangan diri. Pandangan
tentang diri sendiri yang sudah berkembang pada masa anak-anak, makin menguat
pada masa remaja. Hal ini seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup
atas dasar kenyataan-kenyataan yang dialami. Semua itu membuat remaja bisa
menilai dirinya sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik.
Pada tahap ini siswa sebagai
individu mempunyai tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun
psikis/emosi.Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka kami akan mencoba
untuk membuat sebuah tulisan yang akan membahas tentang penyesuaian diri remaja
dan konsep diri remaja.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah
pengertian remaja ?
1.2.2 Apa saja
yang menyangkut konsep diri remaja ?
1.2.3 Apa saja
hal yang menyangkut penyesuaian diri remaja ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mahasiswa
dapat mengetahui pengertian remaja
1.3.2 Mahasiswa
dapat mengerti hal-hal apa saja yang menyangkut konsep diri remaja
1.3.3 Mahasiswa
memahami apa saja hal-hal yang menyangkut penyesuaian diri remaja
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh
menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang
mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja
sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan
anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh
Calon (dalam Monks, dkk 1990) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat
transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan
tidak lagi memiliki status anak.
Borring E.G. ( dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan bahwa masa remaja
merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari
anak-anak kemasa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Sedangkan Monks, dkk ( dalam Hurlock, 1990 )
menyatakan bahwa masa remaja suatu masa disaat individu berkembang dari pertama
kali menunjukkan tanda-tanda seksual, mengalami perkembangan psikologis dan
pola identifikasi dari anak menjadi dewasa, serta terjadi peralihan dari
ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang mandiri.
Neidahart (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak kemasa dewasa,
dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Pendapat ini hampir sama
dengan yang dikemukakan oleh Ottorank (dalam Hurlock, 1990 ) bahwa masa remaja
merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung menjadi keadaan
mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock, 1990 ) mengatakan masa remaja adalah
masa dimana munculnya berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan
kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.
Erikson (dalam Hurlock, 1990 ) menyatakan bahwa masa remaja
adalah masa kritis identitas atau masalah identitas – ego remaja. Identitas
diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa
perannya dalam masyarakat, serta usaha mencari perasaan kesinambungan dan
kesamaan baru para remaja harus memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap
menempatkan idola dan ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai
identitas akhir
Harold (Nurihsan; 2011; 9) menyatakan bahwa periode masa remaja itu
kiranya dapat didefinisikan secara umum sebagai suatu periode dalam
perklembangan yang dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhitnya masa
kanak-kanaknya sampai datangnya awal masa dewasanya
Konopka (Yusuf: 2009: 9)
menyatakan bahwa masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam
siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa
dewasa) yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat
Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTs) dan SLTA (SMA dan MA
dan SMK) termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu
perode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Yusuf: 10) fase ini meliputi
(1) Remaja awal : 12-15 tahun, (2) Remaja Madya : 15-18 tahun, dan (3) Remaja
akhir 19-22 tahun. Jika dilihat dari klasifikasi usia tersebut maka siswa
sekolah menengah (SLTP dan SLTA) termasuk kedalam kategori remaja awal dan
madya.
Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang
telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah
individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa
dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik,
psikis dan sosial.
2.2 Pengertian dan
Macam-macam Konsep Diri
Konsep diri (self consept)
merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik
pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk
hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha
menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa
pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya
yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang
memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan
keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu
pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak
mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak
bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki.
Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki
mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit
untuk diselesaikan.
Sebaliknya pandangan positif
terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu
memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep
diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi
konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu
gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat,
mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu
mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang
diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu
(Mulyana, 2000:7).
Pendapat tersebut dapat diartikan
bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi,
pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu
akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari
orang lain mengenai dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu
bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari
lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung
individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu
meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya
termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
Seperti yang dikemukakan Hurlock
(1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang
dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri
ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka
sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional,
aspirasi dan prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep
diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita
(Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri
(self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri
sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai
pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai
keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu
terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki
individu
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah
laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini
merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja
mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para
ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep
diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya,
yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik
dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
Sehubungan dengan
konsep diri, beberapa hal mulai berkembang pada masa remaja, antara lain:
- pengetahuan
tentang diri sendiri bertambah
- harapan-harapan
yang ingin dicapai di masa depan muncul
- terjadi
penilaian diri atas tingkah laku dan cara mengisi kehidupan
Kita
bisa melihat konsep diri dari empat sudut pandang, yakni:
- Konsep diri
positif (tinggi) dan konsep diri negatif (rendah). Sudut pandang ini
digunakan untuk membedakan apakah kita memandang diri sendiri baik (positif)
atau buruk (negatif).
- Konsep diri
fisik dan konsep diri sosial. Sudut pandang ini membedakan pandangan diri
kita sendiri atas pribadi kita dan pandangan masyarakat atas
pribadi kita.
- Konsep diri
emosional dan konsep diri akademis. Dengan sudut pandang ini kita bisa
membedakan pandangan diri sendiri yang dipengaruhi oleh perasaan/faktor psikologis dan yang secara ilmiah bisa
dibuktikan.
- Konsep diri riil
dan konsep diri ideal. Sudut pandang ini membedakan diri kita yang nyata/sebenarnya
dan yang kita cita-citakan.
A.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri
bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil belajar. Semenjak manusia mengenal
lingkungan hidupnya, sejak itu pula ia belajar banyak hal tentang kehidupan.
Berdasarkan pengalaman hidupnya, seseorang akan menetapkan konsep dirinya
berdasarkan berbagai faktor. Menurut E.B. Hurlock, seorang psikolog, faktor-faktor itu adalah
bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan,
taraf aspirasi/ cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status sosial, ekonomi
keluarga, teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh.
Apabila
berbagai faktor itu cenderung menimbulkan perasaan positif (bangga, senang),
maka muncullah konsep diri yang positif. Pada masa kanak-kanak, seseorang
biasanya cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain.
Jika seorang anak merasa diterima, dihargai, dicintai, maka anak itu akan
menerima, menghargai, dan mencintai dirinya (berkonsep diri positif).
Sebaliknya, jika orang-orang yang berpengaruh di sekelilingnya (orang tua,
guru, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya) ternyata meremehkan,
merendahkannya, mempermalukan, dan menolaknya, maka pengalaman itu akan
disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri negatif).
B. Proses
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri
terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari
kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap
atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak
untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh
dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, ataupun lingkungan yang
kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini
disebabkan sikap orang tua yang misalnya: suka memukul, mengabaikan, kurang
memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji,
suka marah-marah, dan sebagainya—dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan,
kesalahan atau pun kebodohan dirinya.
Jadi
anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari
lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak
akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.
Konsep
diri ini mempunyai sifat yang dinamis, artinya tidak luput dari perubahan. Ada
aspek-aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang
mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misalnya, seorang merasa
dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai baik, namun suatu ketika
dia mendapat angka merah. Bisa saja saat itu ia jadi merasa "bodoh",
namun karena dasar keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai.
C. Usaha-usaha untuk Mengembangkan Konsep Diri Remaja
Remaja
adalah pribadi yang sedang berkembang menuju kematangan diri, kedewasaan. Untuk itu, remaja perlu membekali diri dengan
pandangan yang benar tentang konsep diri. Remaja perlu menjadi diri yang
memiliki konsep diri positif. Remaja perlu menjadi diri yang efektif agar dapat
mempengaruhi orang lain untuk memiliki konsep diri yang positif. Remaja perlu
menjadi diri yang mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai,
saling terbuka, saling memperhatikan kebutuhan teman, dan saling mendukung.
2.3 Pengertian penyesuaian
diri
Penyesuaian
diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Scheiders (1984) dapat
ditinjau, yaitu :
1. Penyesuaian
diri sebagai adaptasi (adaptation)
Dilihat dari latar
belakang perkembangannya, pada mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan
adaptasi (adaptation). Padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarahkan pada
penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. Misalnya,
seseorang yang berpindah tempat dari daerah yang panas ke daerah yang dingin
harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut. Dengan
demikian dilihat dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartikan
sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik.
2. Penyesuaian
diri sebagai bentuk konformitas (conformity)
Ada juga penyesuaian
diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu
norma. Dengan memaknai penyesuaian diri
sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan
mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari
penyimpangan. Prilaku , baik secara
moral, sosial, maupun emosional.
3. Penyesuaian
diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Penyesuaian diri dimaknai
sebagai usaha penguasaan, yaitu kemampuan untuk merencanakan dan
mengoranisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik,
kesulitan, frustasi tidak terjadi. Dengan kata lain, penyesuaian diri diartikan
sebagai kemampuan penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi,
dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.
Ada keterbatasan-keterbatasan tertentu yang dihadapi oleh individu. Oleh
sebab itu, perlu dirumuskan prinsip-prinsip penting mengenai hakekat
penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut :
a. Setiap
individu memiliki kualitas penyesuaian diri yang berbeda.
b. Penyesuaian
diri sebagian besar ditentukan oleh kapasitas internal atau kecendrungan yang
telah dicapainya.
c. Penyesuaian
diri juga ditentukan oleh faktor internal dalam hubungannya dengan tuntutan
lingkungan individu yang bersangkutan.
A. Proses
penyesuaian diri
Proses
penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsur
yaitu :
1. Motivasi
dan proses penyesuaian diri
Faktor motivasi dapat
dikatakan sebagai kunci untuk memahami
proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan dan
emosi, merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan
dalam organisme. Ketegangan dan ketidakseimbngan merupakan kondisi yang tidak
menyenangkan karena sesungguhnya kebebasan dari ketegangan dan keseimbangan
dari kekuatan-kekuatan internal lebih wajar dalam organisme apabila
dibandingkan dengan kedua kondisi tersebut.
2. Sikap
terhadap realitas dalam proses penyesuaian diri
Berbagai aspek
penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi terhadap
manusia dan sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan yang membentuk
realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas
dan kontak yang baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses
penyesuaian diri yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap anti social,
kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan, semaunya sendiri,
semuanya itu sangat mengganggu hubungan antara penyesuaian diri dengan ralitas.
3. Pola
dasar penyesuaian diri
Dalam
penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri.
Misalnya, seorang anak membutuhkan kasih sayang
dari orang tuanya yang selalu sibuk. Dalam situasi itu, anak akan frustasi dan
beusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan
akan kasih saying dengan frustasi yang dialami. Boleh jadi suatu saat upaya
yang dilakukan itu mengalami hambatan. Akhirnya dia akan beralih kepada
kegiatan lain untuk mendapat kasih saying yang dibutuhkannya, misalnya dengan
menghisap-hisap ibu jarinya sendiri. Demikian juga pada orang dewasa akan
mngalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya keinginan memperoleh rasa
kasih sayang, memperoleh anak, meraih prestasi dan sejenisnya. Untuk itu dia
akan berusaha mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang
ditimbulkan sebagai tidak terpenuhi kebutuhannnya.
B.
Karakteristik Penyesuaian Diri Remaja
Sesuai
dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyeuaian diri di kalangan
remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun karakteristik
penyesuaian diri remaja adalah adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini :
1)
Penyesuaian remaja terhadap peran dan identitasnya
Pesatnya
perkembangan fisik dan psikis , seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis
peran dan identitas. Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat
memainkan perannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa
anak-anak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang
semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat.
2)
Penyesuaian diri remaja terhadap
pendidikan
Krisis
identitas atau masa topan dan badai pada diri remaja seringkali menimbulkan
kendala dalam penyesuian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya remaja
sebenarnya mengetahui bahwa untuk menjadi orang yang sukses harus rajin
belajar. Namun, karena dipengaruhi oleh upaya pencarian identitas diri yang
kuat menyebabkan mereka seringkali lebih senang mencari kegiatan-kegiatan
selain belajar, tetapi menyenangkan bersama-sama dengan kelompoknya. Jadi dalam
konteks ini penyelesaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses
dalam studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan
senang, terhindar dari tekanan dan konflik atau bahkan frustasi.
3)
Penyesuaian diri remaja terhadap
kehidupan seks
Secara
fisik, remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual, sehingga
perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat. Artinya, remaja perlu
menyesuaikan penyaluran kebutuhan seksualnya dalam batas-batas penerimaan
lingkungan sosialnya sehingga terbebas dari kecemasan psiko seksual, tetapi
juga tidak melanggar nilai-nilai moral masyarakat, dan agama. Jadi, secara khas
peyesuaian diri remaja dalam konteks ini adalah remaja ingin memahami kondisi
seksual dirinya dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan
dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma social dan
agama.
4)
Penyesuaian diri remaja terhadap norma
sosial
Dalam
kehidupan keluarga, sekolah, maupun masyarakat tentunya memiliki ukuran-ukuran
dasar yang dijunjung tinggi mengenai apa yang dikatakan baik atau buruk, benar
atau salah, yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dalam bentuk norma-norma hukum,
nilai-nilai moral, sopan santun, maupun adat istiadat. Berbagai bentuk aturan
pada sekelompok masyarakat tertentu belum tentu dapat diterima oleh kelompok
masyarakat yang lain. Remaja yang cenderung membentuk kelompok masyarakat
tersendiri, seringkali juga membentuk dan memiliki kesepakatan aturan
tersendiri yang kadang-kadang dapat dimengerti oleh lingkungan masyarakat
diluar kelompok remaja tersebut. Dalam konteks ini, penyesuaian diri remaja
terhadap norma social mengarah pada dua dimensi yaitu: Pertama, remaja ingin
diakui keberadaannya dalam masyarakat luas, artinya remaja harus mampu
menginternalisasi nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kedua, remaja ingin
bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesui untuk kelompoknya,
tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa.
5)
Penyesuaian diri remaja terhadap
penggunaan waktu luang
Waktu
luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak bebas.
Namun, disisi lain remaja dituntut mampu menggunakan waktu luangnnya untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Jadi, dalam
konteks ini upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuian antara
dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreatifitasnya dengan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian, penggunaan waktu luang akan
menunjang pengembangan diri dan manfaat social.
6)
Penyesuaian
diri remaja terhadap penggunaan uang
Dalam
kehidupannya remaja juga berupaya untuk memenuhi dorongan sosial lain yang
memerlukan dorongan finansial. Karena remaja belum sepenuhnya mandiri, dalam
masalah financial, mereka memeperoleh jatah dari orang tua sesuai dengan
kemampuan keluarganya. Dalam konteks ini perjuangan penyesuaian diri remaja
adalah berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional, melakukan
penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi
orang tuanya. Dengan upaya penyesuaian, diharapkan penggunaan uang akan menjadi
efektif dan efesien serta tidak menimbulkan keguncangan pada diri remaja itu
sendiri.
7)
Penyesuaian
diri remaja terhadap kecemasan, konflik dan frustasi.
Karena
dinamika perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada
kecemasan, konflik, dan frustasi. Strategi penyesuaian diri terhadap kecemasan,
konflik, dan frustrasi tersebut biasanya melalui suatu mekanisme yang oleh
Sigmund Freud (Corey, 1989) disebut dengan mekanisme pertahanan diri seperti
kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi,
identifikasi, regresi, dan fiksasi.
Cara-cara
yang diempuh tesebut ada yang cenderung negatif atau kurang sehat dan ada yang
pula relative positif, misalnya sublimasi
Dalam
batas batas kewajaran dan situasi tertentu untuk sementara cara-cara tesebut
memang masih memberikan manfaat dalam upaya penyesuaian diri remaja. Namun jika
cara cara tersebut seringkali ditempuh dan menjadi kebiasaan, dan hal itu akan
menjadi tidak sehat
C. Faktor Faktor
yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja
Menurut Schneiders (1984)
setidaknya ada lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja
yaitu :
1. Kondisi
fisik
Aspek-aspek yang
berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja
adalah :
a. Hereditas dan
konstitusi fisik
Faktor ini memainkan peranan penting dalam penyesuaian diri karena ada kemungkinan
besar disposisi yang bersifat mendasar seperti periang, sensitif, pemarah, penyabar,
dan sebagainya, sebagian ditentukan
secara genetis, yang berarti merupakan kondisi hereditas terhadapvpenyesuaian
diri, meskipun tidak secara langsung.
b.
Sistem Utama Tubuh
termasuk kedalam sistem utama tubuh yang memiliki
pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem syaraf, kelenjar, dan otot.
c.
Kesehatan Fisik
Penyesuaian dir seseorang akan lebih mudah
dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak
sehat.
2.
Kepribadian’
Unsur – unsur kepribadian yang
penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah :
a. Kemauan dan kemampuan untuk
berubah (Modifiability)
kemauan dan kemampuan untuk berubah
merupakan karakteristik kepribadian yang pengaruhnya sangat menonjol terhadap
penyesuaian diri.
b.
Pengaturan diri (Regulation)
Pengaturan diri sama pntingnya proses
penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur
diri, dan mengarahkan diri.
c.
Realisasi Diri (Self-Regulation)
telah dikatakan bahwa
kemmpuan pengaturan diri mengimplementasikan potensi dan kemampuan kearah
realisasi diri.
d.
Intelegensi diri
kemampuan pengaturan diri sesungguhnya
muncul tergantung pada kualitas dasar lainnya yang penting perananya dalam
penyesuaian diri, yaitu kualitas intelegensi.
3.
Edukasi / Pendidikan
Termasuk unsur – unsur penting dalam
pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah
a. Belajar
Kemampuan belajar merupakan unsur penting
dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan
sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan
menyerap kedalam diri indiviu melalui proses belajar.
b.
Pengalaman
Ada dua jenis pengalaman yang memiliki
nilai signifikan terhadap proses penyesuaian diri, yaitu : (1) pengalaman yang
menyehatkan, (2) pengalaman traumatik.
c.
Latihan
Latihan merupakan proses belajar yang
diorientasikan kepada perolehan keterampilan atau kebiasaan.
d.
Determinasi Diri
Berkaitan erat dengan penyesuaian diri
adalah bahwa sesungguhnya individu itu sendiri harus mampu menentukan dirinya
sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri.
4.
Lingkungan
Berbicara faktor lingkungan sebagai
variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah tentu meliputi :
a.
Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
utama yang sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam
kaitannya dengan penyesuaian diri individu.
b.
Lingkungan Sekolah
Sebagaimana lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah juga dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembangnya atau
terhambatnya proses perkembangan penyesuaian diri.
c. Lingkungan Masyarakat
Karena keluarga dan
sekolah itu berada dilingkungan masyarakat, lingkungan maasyarakat juga menjadi
faktor yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri.
5.
Agama dan Budaya
Agama berkaitan erat dengan faktor
budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang
memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan dan keseimbangan
hidup individu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Remaja adalah individu yang sedang
berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai
dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial.
Konsep diri (self consept)
merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap
pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Berdasarkan
pengalaman hidupnya, seseorang akan menetapkan konsep dirinya berdasarkan
berbagai faktor. Menurut E.B. Hurlock, seorang psikolog, faktor-faktor itu adalah bentuk tubuh,
cacat tubuh, pakaian, nama dan julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi/
cita-cita, emosi, jenis/gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga,
teman-teman, dan tokoh/orang yang berpengaruh. Konsep diri terbentuk
melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga
dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Remaja perlu menjadi diri yang
mampu menciptakan interaksi sosial yang saling mempercayai, saling terbuka,
saling memperhatikan kebutuhan teman, dan saling mendukung.
Penyesuaian diri dalam bahasa
aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Membahas
tentang penyesuaian diri, menurut Scheiders (1984) dapat ditinjau, yaitu :
1. Penyesuaian diri sebagai adaptasi
(adaptation)
2. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
(conformity)
3. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan
(mastery)
Proses penyesuaian diri
Proses
penyesuaian diri menurut Schneiders (1984) setidaknya melibatkan tiga unsure
yaitu
1. Motivasi
dan proses penyesuaian diri
2. Sikap
terhadap realitas dalam proses penyesuaian diri
3. Pola
dasar penyesuaian diri
Karakteristik Penyesuaian Diri Remaja
Sesuai
dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyeuaian diri di kalangan
remaja pun memiliki karakteristik yang khas pula. Adapun karakteristik
penyesuaian diri remaja adalah adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini :
1.
Penyesuaian remaja terhadap peran dan
identitasnya
2.
Penyesuaian diri remaja terhadap
pendidikan
3.
Penyesuaian diri remaja terhadap
kehidupan seks
4.
Penyesuaian diri remaja terhadap norma
social
5.
Penyesuaian diri remaja terhadap
penggunaan waktu luang
6. Penyesuaian
diri remaja terhadap penggunaan uang
7. Penyesuaian
diri remaja terhadap kecemasan, konflik dan frustasi
Faktor Faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Remaja
Menurut Schneiders (1984)
setidaknya ada lima fktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja
yaitu :
1. Kondisi
fisik
Aspek-aspek yang
berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri remaja
adalah :
a. Hereditas
dan konstitusi fisik
b. Sistem Utama Tubuh
c. Kesehatan
Fisik
2. Kepribadian’
Unsur – unsur
kepribadian yang penting pngaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah :
a. Kemauan dan
kemampuan untuk beruba (Modifiability)
b. Pengaturan diri
(Regulation)
c.
Realisasi Diri (Self-Regulation)
d.
Intelegensi diri
3. Edukasi / Pendidikan
Termasuk unsur – unsur
penting dalam pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu
adalah
a. Belajar
b. Pengalaman
c. Latihan
d. Determinasi
Diri
4. Lingkungan
Berbicara faktor
lingkungan sebagai variabel yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri sudah
tentu meliputi :
a. Lingkungan
Keluarga
b. Lingkungan
Sekolah
c. Lingkungan
Masyarakat
5.
Agama dan Budaya
Agama berkaitan erat
dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan,
praktik-prakyik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan, serta kestabilan
dan keseimbangan hidup individu.
3.2 Saran
Diharapkan pada para remaja
agar dapat memaknai konsep diri terlebih dahulu, karena dengan memahami konsep diri ini remaja akan mampu menemukan
jati diri mereka, dan mampu menciptakan interaksi sosial yang saling
mempercayai dan saling mendukung antar satu dengan yang lainnya sehingga
memudahkan para remaja didalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dan diharapkan
pula kepada pendidik agar dapat mendidik para remaja dengan baik, sehingga
mereka tidak terjerumus kedalam pengaruh yang negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock. E.
(1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Nurihsan, A. J
dan Agustin, M. (2011). Dinamika
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama
Yusuf, S.
(2009). Program Bimbingan dan Konseling
di Sekolah. Bandung: Rizqi Press
Ali, Muhamad dan Muhammad
Asrori. (2004). Psikologi Remaja
Perkembangan peserta Didik. Jakarta: PT.Bumi Aksara
0 komentar:
Post a Comment