BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Pneumotorak adalah keadaan terdapat udara atau gas
dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara,
supaya paru-paru eluasa mengembang terhadap rongga udara pneumotoraks dapat
terjadi secara spontan maupun traumatic. Pneumotoraks spontan dibagi menjadi
primer dan sekunder, pneumotorak traumatic dibagi menjadi iatrogenic dan bukan
itrogenik. (Barmawy. H)
Insidens pneumotoraks sedikit diketahui, karena episodenya
banyak yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari pada wanita dengan
perbandingan 5:1. pneumotorak spontan primer (PSP) sering juga dijumpai pada
individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sbelumnya. PSP banyak dijumpai pada
pria dengan usia antara 2 dan 4. salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81%
kasus PSP berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dkk melaporkan bahwa pasien
tuberculosis aktif mengalami komplikasi pneumotorak sekitar 2,4% dan jika ada
kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%. (Barmawy. H)
Di Olmsted country, Minnesota, amerika, meiton et al
melakukan penelitian selama 25 tahun pada pasien yang terdiagnosis sebagai
pneumotoraks, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenic
da sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien tersebut 77
pasien PSP dan 64 pasien PSS. Pada pasien pneumotorak spontan didapatkan angka
incident sebagai berikut: PSP terjadi pada 7,4 per 100.000 pertahun untuk peria
dan 2,0 per 100.000 tahun untuk wanita. (Barmawy. H)
Sesuai perkembangan dibidang pulmunologi telah sering
dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video
(video-assisted thoracostomi), ternyata memberikan banyak keuntungan pada
pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan lama rawat inap di RS yang lebih
sigkat.
B. TUJUAN.
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah
penulis mempu mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan pneumotoraks secara komprehensif dan memperoleh
pengalaman secara nyata tentang pneumotoraks.
2. Tujuan Khusus.
Setelah
dilakukan askep ini penulis mampu:
a.
Melakukan pengkajian klien dengan pneumotoraks.
b.
Mengidentifikasi data klien.
c.
Menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian.
d.
Merumuskan diagnosa keperawatan.
e.
Menentukan prioritas masalah keperawatan.
f.
Menyusun rencana keperawatan.
g.
Melaksanakan tindakan keperawatan, berdasarkan rencana
yang telah disusun dalam intervensi keperawatan.
h.
Melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan berdasarkan criteria standard.
BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN
Pneumotorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas
dalam rongga pleura. Pneumotoraks adalah menggambarkan individu yang mengalami
atau beresiko tinggi untuk mengalami akumulasi udara pada pleura yang
berhubungan dengan cedera. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi
udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks dapat diklarifikasikan sesuai dengan penyebabnya:
1.
Traumatic.
2.
Spontan : Spontan primer, spontan sekunder.
3.
Terapeutik : Bukan iatrogenic, iatrogenic.
Pneumotoraks juga dapat diklarifikasikan sesuai dengan
urutan peristiwa yang merupakan kelanjutan adanya robekan pleura:
1.
Terbuka
2.
Tertutub
3.
Tekanan
B. ETIOLOGI.
Berdasarkan Penyebabnya.
1. Pneumotoraks Spontan
a.
Pneumotoraks Spontan Primer.
Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya umumnya
pada individu sehat dewasa muda, tidak berhubungan. Dengan aktifitas fisik yang
berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat da sampai sekarang belum
diketahui penyebabnya.
b.
Pneumotoraks Spontan Sekunder
Suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyebab paru yang mendasarinya
(tuberculosis paru, PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru, dan
sebagainya).
2. Pneumotoraks traumatic
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu penetral kedalam rongga pleura
karena luka tusuk atau luka tembak atau tusukan jarum atau kanul.
a.
Pneumotorak Traumatic Bukan Iatrogenic.
Terjadi karena jejas kecelakaan, jejas dada terbuka atau tertutub,
barotraumas.
b.
Pneumotoraks traumatic bukan iatrogenic.
Terjadi Akibat Tindakan Oleh Tenaga Medis, Dibedakan Lagi:
I.
Pneumotoraks traumatic iatrogenic aksidental
Akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi indakan tersebut,
missal: pada tindakan parasentetis dada, biopsy pleural dan lain-lain.
II.
Pneumotoraks traumatic iatrogenic artificial
(deliberate)
Sengaja dikerjakan dengan cara mengisis udara ke dalam rongga pleura
melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.
NYERI
1. Komplikasi
Pneumomediastinum dan enfisoma subkutan sebagai akibat
komplikasi pneumotoraks spontan. Biasanya karena pecahnya esophagus atau
bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan (insidennya sekitar 1%),
pneumotoraks simultan bilateral, insidennya sekitar 2%, pneumotoraks kronik,
bila tetap ada selama waktu lebih dari tiga bulan, insidennya sekitar 5%.
2. Penatalaksanaan
Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung beratnya,
jika pasien dengan pneumotoraks ukurannya kecil dan stabil, biasanya hanya
diobservasi dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tanpa harus
dirawat inap di RS, prinsipnya diupayakan dengan pemasangan WSD.
Pasien pneumotoraks dengan klinis tidak sesak dan luas
pneumotoraks <15% cukup dilakukan observasi, bila didapatkan penyebab paru
perlu dipasang WSD. Apabila ada batuk dan nyeri dada, diobati secra simtomatis,
evaluasi foto dada setiap 12-24 jam selama 2 hari. Pneumotoraks ukuran kecil
umumnya, secara spontan akan diresorbsi meskipun kemungkinan terjadinya
progresifitas pneumotoraknya tetap diperhatikan. Pasien dengan mas pneumotoraks
kecil unilateral dan stabil, tanpa gejala diperbolehkan jalan dalam 2-3 hari pasien
harus control lagi.
Pasien dengan tanda-tanda pneumotoraks berat yang
nyata atau pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa dada harus dkerjakan dan
dilakukan pula penyedotan hingga paru-paru berkembang. Alat-alat infuse dan
pipa emergensi pneumutoraks juga harus tersedia untuk menghindari kegagalan.
Luas pneumotoraks >20% biasanya dibutuhkan waktu
>10 hari untuk berkembangnya paru kembali. Pasien dengan tanda-tanda
pneumotoraks berat yang nyata atau pneumotoraks ukuran besar, pemasangan pipa
dada (tube tracheostomy) harus dikerjakan
dan dilakukan pula penyedotan higga paru-paru berkembang pasien dengan
pneumotoraks spontan primer sekitar 50% akan mengalami kekambuhan hampir 100%.
Pada hampir semua pasien PSS akhirnya
diterapi dengan torakostomi disertai pemberian obat sklerosing.
D. PENGKAJIAN
1. Aktivitas Atau Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktifitas atau istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda :
a.
Takikardi
b.
Frekuensi tidak teratur atau disritmia.
c.
S3 atau S4 atau irama gantung gallop.
d.
Nadi apical berpindah.
e.
Tanda homman.
f.
Tekanan darah hipertensi atau hipotensi
g.
DVJ (Denyut Ventrikel Jantung).
3. Integritas Ego
Tanda : Ketakutan atau gelisah.
4. Makanan atau Cairan.
Tanda : Ada
pemasangan infuse.
5. Nyeri Atau Kenyamanan
Gejala : (tergantung pada ukuran atau area yang
terlibat):
Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk. Timbul
tiba-tiba. Gangguan sementara atau regangan (pneumotoraks spontan) tajam dan
nyeri, menusuk yang diperberat oleh nafas dalam, kemungkinan menyebar keleher,
bahu, abdomen (ekfusi pleura).
Tanda :
a.
Berhati-hati pada area yang sakit.
b.
Perilaku dismaksi.
c.
Mengerutkan wajah.
6. Pernafasan
Gejala :
a.
Kesulitan bernafas.
b.
Batuk (mungkin).
c.
Riwayat bedag dada atau trauma, penyakit paru kronis.
Inflamasi atau infeksi paru interitislal menyebar, keganasan.
d.
Pneumotoraks spontan sebelumnya, rupture emfisema bula
spontan, bleb sub pleural (PPOM).
Tanda :
peningkatan fekuensi pernafasan, peningkatan kerja nafas, penggunaan otot
aksesori, pernafasan pada dada, leher, retraksi interkostae, ekspirasi
abdominal kuat, bunyi nafas menurun atau tidak ada, fremitus menurun, perkusi
dada hiperesonan, dilatasi area terisi udara, bunyipekat pada area yang terisi
cairan (hematorak), observasi dan palpasi dada : gerakan dada. Tidak sama bila
trauma atau kempes, penurunan pengembangan toraks (area yang sakit).
Kulit: pucat, stenosis, berkeringat, krebitasi sub kutan (udara pada
jaringan dengan palpasi).
Mental: asietas, gelisah, bingung, pingsan.
Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif atau terapi PEEP.
Diagnosa
Penunjang.
BGA
Ä
Suhu :
36,1 C
Ä
PH :
7,315
Ä
PCO2 :
34,2 mmHg
Ä
PO2 :
99,6 mmHg
Ä
HCO3- :
17,6 mmCl/l
Ä
O2Sat :
97,1 %
Ä
Base Exece :
-7,9 mmCl/l
Darah lengkap:
Ä
Leukosit :
24.800/ml
Ä
Hb :
17,7 gr/dl
Ä
PCV :
33,7 %
Ä
Trombosit :
297.000/ ml
7. Keamanan
gejala :
a.
Adanya trauma dada.
b.
Radiasi atau kemoterapi untuk keganasan.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Pola Pernafsan Tidak Efektif Berhubungan Dengan
Penurunan Ekspansi Paru.
Kemungkinan
dibuktikan oleh : dispnea, takipnea, perubahan kedalaman atau kesamaan pernafasan,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal, gangguan pengembangan dada,
sianosis, GDA tidak normal.
b.
Resiko Tinggi Terhadap Trauma Atau Penghentian Nafas
Factor
Resiko Meliputi :
1.
Penyakit saat ini atau proses cidera.
2.
Tergantung pada alat dari luar (system drainase dada).
3.
Kurang pendidikan keamanan atau pencegahan.
c.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan pada informasi.
Kemungkinan
dibuktikan oleh mengekpresikan masalah, meminta informasi, berulangnya masalah.
F. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa : Pola Pernafasan
Tidak Efektif.
Tindakan
Atau Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri.
a.
Mengidentifikasi etiologi / factor pencetus
b.
Evaluasi fungsi pernafasan.
c.
Awasi kesesuaian pola pernafasan bila menggunakan ventilasi
mekanik.
d.
Auskultasi bunyi nafas.
e.
Catat perkembangan dada dan posisi trakea.
f.
Kaji fremitus.
g.
Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, nafas
dalam.
h.
Pertahankan posisi nyaman.
i.
Pertahankan perilaku tenang.
j.
Bila selang dada dipasang: periksa pengontrol
penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
k.
Periksa batas cairan pada botol penghisap.
l.
Observasi gelembung udara botol penampung.
m.
Evaluasi ketidaknormalan gelembung botol penampung.
n.
Tentukan lokasi kebocoran udara dengan mengklem
kateter torak pada hanya bagian distal sampai keluar dari dada.
o.
Berikan kasa minyak disekitar sisi pemasangan sesuai
indikasi.
p.
Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila
bocor berlanjut.
q.
Tutup rapat sambungan selang drainase dengan aman
menggunakan plaster.
r.
Awasi pasang surutnya air penampung.
s.
Posisikan system drainase selang untuk fungsi
optimal.
t.
Catat karakter drainase selang dada.
u.
Evaluasi kebutuhan untuk memijat selang.
v.
Pijat selang hati-hati sesuai protocol.
w.
Bila kateter torak terputus observasi tanda distress
pernafasan.
x.
Setelah kateter torak dilepas tutup sisi lubang masuk
dengan kasa setiril.
Kolaborasi.
1.
Kaji seri foto torak.
2.
Awasi gambaran seri gda dan nada oksimetri.
3.
Berikan oksigen tambahan melalui kanula sesuai
indikasi.
|
Mandiri.
a.
Pemahaman penyebab kolap perlu pemasangan selang
dada.
b.
Distress pernafasan dan perubahan pada tanda vital
dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi.
c.
Kesulitan bernafas dengan ventilator dan peningkatan
tekanan jalan nafas diduga memperburuknya komplikasi.
d.
Bunyi nafas menurun atau tidak ada pada lobus, segmen
paru atau sluruh area paru.
e.
Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru.
f.
Suara dan taktil premitus menurun pada jaringan yang
terisi cairan.
g.
Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat
batuk lebih efektif.
h.
Meningkatkan inspirasi maksimal.
i.
Membantu pasien mengalami efek fisiologi hipoksia.
j.
Mempertahankan tekanan negative intrapleural sesuai
yang diberikan.
k.
Air botol penampung bertindak sebagai pelindung yang
mencegah udara masuk ke area pleural.
l.
Gelembung udara selama ekspirasi menunjukan lubang
angina dari pneumotorak.
m.
Dengan bekerjanya penghisapan, menunjukan kebocoran
udara menetap yang mungkin berasal dari pneumotorak besar pada pemasangan
selang dada.
n.
Bila gelembung berhenti pada saat diklem kebocoran
terjadi pada pasien.
o.
Biasanya memperbaiki kebocoran pada sisi insersi.
p.
Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat system.
q.
Mencegah kebocoran pada sambungan.
r.
Botol penampung bertindak sebagai manometer
intrapleural.
s.
Posisi tak tepat, penggumpalan bekuan pada selang
mengubah tekanan negative yang diinginkan.
t.
Berguna dalam mengevaluasi perbaikan kondisi
komplikasi yang memerlukan upaya intervensi.
u.
Meskipun tidak seperti drainase serosa akan
menghambat selang.
v.
Pemijatan biasanya tidak nyaman pada pasien karena
perubahan tekanan intratorakal.
w.
Pneumotorak dapat terulang dan memerlukan intervensi
cepat untuk mencegah pulmonal fatal dan gangguan sirkulasi.
x.
Deteksi dini terjadi komplikasi penting
Kolaborasi.
1.
Mengawasi kemajuan perbaikan hemotorak dan ekspansi
paru.
2.
Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi.
3.
Alat dalam menurunkan kerja nafas. Meningkatkan
penghilangan distress.
|
2. Diagnosa : Trauma/Penghentian
Napas, Risiko Tinggi Terhadap.
Tindakan
Atau Intervensi
|
Rasional
|
Mandiri.
a.
Kaji dengan pasien tujuan unit drainase dada, catat
gambaran keamanan.
b.
Pasangkan kateter torak ke dinding dada dan berikan
panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi pasien.
c.
Amankan sisi sambungan selang.
d.
Beri bantalan pada sisi dengan kasa.
e.
Amankan unit drainase pada tempat tidur pasien.
f.
Berikan transportasi aman bila pasien dikirim keluar
yunit untuk tujuan diagnostic.
g.
Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi
kulit.
h.
Anjurkan pasien untuk menghindari berbaring menarik
selang.
i.
Identifikasi perubahan yang harus dilaporkan pada
perawat.
j.
Observasi tanda distress pernafasan bila kateter
torak lepas.
|
Mandiri.
a.
Informasi tentang bagaimana system bekerja memberikan
keyakinan, menurunkan ansietas pasien.
b.
Mencegah terlepasnya kateter dada.
c.
Mencegah terlepasnya selang.
d.
Melindungi kulit dari iritasi.
e.
Mempertahankan posisi duduk tinggi dan menurunan
resiko kecelakaan jatuh pecah.
f.
Meningkatkan kontinuitas evakuasi optimal cairan
selama pemindahan.
g.
Memberikan pengenalan diri dan mengobati adanya erosi
kulit.
h.
Menurunkan resiko opstruksi drainase selang.
i.
Intervensi tepat waktu dapat mencegah komplikasi
serius.
j.
Pneumotorak dapat terulang, karena mempegaruhi fungsi
pernafasan dan memerlukan intervensi darurat.
|
3. Diagnosa :
Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi, Aturan Pengobatan.
Tindakan
Atau Intervensi
|
Rasional.
|
Mandiri.
a.
Kaji patologi masalah individu.
b.
Identifikasi kemungkinan kambuh jangka panjang.
c.
Kaji ulang tanda yang memerlukan evaluasi medik
cepat.
d.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik.
|
Mandiri.
a.
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
b.
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat dan keganasan
dapat meningkatkan insiden kambuh.
c.
Berulangnya pneumotorak memerlukan intrervensi medik
untuk potensial komplikasi.
d.
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
|
B.
ANALISA DATA
Nama pasien :
Tn .AB
Umur : 65 th
No .register : 325600
DATA PENUNJANG
|
MASALAH
|
KEMUNGKINAN PENYEBAB
|
1. Data subyektif
Data obyektif
a.
Suhu:36,1ºC
b.
pH 7,315
c.
pCO2:34,2mmHg
d.
pO2:99,6mmHg
e.
HCO3:17,6
f.
O2 sat:97,1%
g.
Base excese :
7,9mmCl/l
h.
Darah lengkap
Leukosit:24000/ml
Hb:11,7gr/dl
PCV:33,7%
Trombosit:297000
2.Data subyektif
Data
obyektif
3. Data subyektif
Data obyektif
4. Data subyektif
Data obyektif
|
Gangguan pola napas
Gangguan mobilitas fisik
Gangguan rasa nyaman nyeri
Potensial terjadi infeksi
|
Akumulasi udara dalam rongga
pleura
Pemasangan WSD dan nyeripada
extremitas
Kerusakan jaringan
Luka pemasangan WSD
|
C. DAFTAR
MASALAH
Ruang : 19
Nama pasien : Tn .AB
No. register : 325600
No
|
Tanggal
Muncul
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tanggal Teratasi
|
Tanda Tangan
|
1.
2.
3.
4.
|
|
Gangguan pola napas berhubungan
dengan akumulasi udara pada rongga pleura
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan pemasangan WSDdan nyeri pada extremitas
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan kerusakan jaringan
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan pemasangan WSD dan nyeri pada extremitas
|
|
|
D.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn .AB
No.register : 325600
Tanggal
|
No.
DX
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan Kriteria Standard
|
Intervensi
|
Rasional
|
TT
|
|
1
2
3
4
|
Gangguan pola napas
Berhubungan dengan akumulasi udara pada
rongga pleura
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan pemasangan WSD dan nyeri pada extremitas
Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan kerusakan jaringan
Potensial terjadi infeksi
berhubungan dengan luka
pemasangan WSD
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola napas kembali normal.
Kriteria standar:
RR:14-20x/menit
Cuping hidung tidak ada
Klien tidak lemah
BGA normal
Tidak ada kebocoran WSD
BGA normal
Ph : 7,35-7,45
PCO2 : 34-35 mmHg
PO2 : 80-100 mmHg
HCO3- : (21-28).
O2 saturasi : 85-95 %.
Base Exece : (-3)-(+3).
Darah lengkap :
Leukosit : 3000-1000/ml
Hb : 11,0-16,5
PCV : 35-50
Trombosit : 150.000-390.000
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
dihrapkan dapat melaksanakan aktivitasnya tanpa bantuan .
Kriteria standar:
Kekuatan otot
Udem berkurang
Klien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa bantuan
Klien tidak lemah
Luka insisi sembuh
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
diharapkan intensitas nyeri dapat berkurang
Kriteria standar:
Skala nyeri 3-0
Expresi wajah rileks
Tidak terdapat tanda –tanda
infeksi pada luka pemasangan WSD
Suhu : 36-37º
Luka kering
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien
Kriteria standar
Tanda infeksi tidak ada
Luka operasi tidak ada pus .
Leukosit ±6000-10.000
Suhu : 36,5-37ºC
Kultur negatif
|
1. Kaji kecepatan,kedala
Man ,frekuensi,irama,&
Bunyi napas.
2. Beri posisi semi fowler
3. Ajarkan napas dalam &
Batuk efektif
4. Latihan meniup balon
5. Observasi RR
6. Observasi WSD
7.Kolaborasi dengan tim
Medis untuk pemeriksaan
BGA
Vital
Nyeri
Dis pemberian
analgesik.
|
Mengidentifikasi faktor pencetus
Pengembangan paru secara maksimal
dapat dicapai .
Latihan pengembangan paru dan
mengeluarkan secret
Latihan pengembangan paru
Sebagai indikasi pola napas sudah
efektif
Perawatan terhadap selang apabila
ada sumbatan
Mengetahui BGA
Mengetahui tingkat ADL
Memperbaiki sirkulasi vaskuler
klien
Mempercepat pengeringan luka
Melatih pergerakan sendi
Melatih mobilitas fisik klien
Mengetahui tingkat nyeri
Mengurangi intensitas nyeri
Mempercepat penyembuhan luka
Perubahan TTV mengindikasikan
rasa nyeri yang dirasakan
Mengetahui skala nyeri.
Menurunkan ambang nyeri.
Mengetahui adanya infeksi
Mempercepat pengeringan dan
penyembuhan luka
Mencegah penyebaran kuman , mengetahui
jumlah leukosit .
|
|
F.
EVALUASI
Nama : Tn.AB
Umum :
No
Register : ………………….
Dx:I. Dx:II
No.
Dx. Kep.
|
Tanggal
|
Tanggal
|
Tanggal
|
Tanggal
|
1
|
S: klien mengatakan tidak sesak tapi buat nafas
agak berat.
O: * RR 18X/menit
* WSD
dilepas selang diklem 24 jam.
*
Pernafasan cuping hidung (+).
* Fisio
terapi nafas
A: Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan intervensi.
S: Klien mengatakan tangan kanan kaku dan nyeri
bila digerakan.
O: *Tangan kanan Oedem.
*Skala
nyeri S-7
*Klien
lemah
*Terdapat selang WSD yang diklem 24 jam
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
|
S: Klien mengatakan sudah tidak sesak.
O: *KU baik
*RR 17X/menit
*Selang WSD dilepas.
*Fisio terapi nafas tiup.
*Pernf.cuping hidung (-).
A: Masalah
teratasi
P: Hentikan
Intervensi
S: Klien mengatakan Nyeri sudah berkurang.
O: *Oedem
berkurang
*Skala nyeri 3-5
*Selang WSD dilepas
*KU tidak lemah
A: Masalah
teratasi sebagian.
P: Lanjutkan
Intervensi.
|
S : #Klien mengatakan kaki kanan terasa kaku +
nyeri bila digerakan.
#Keluarga klien mengatakan tangan kanan klien bengkak dank aku bila
digerakan.
O: #Tangan
kanan Odem.
#Kaku tangan kanan
#Makan dibantu istri
#Klien masih lemah
A: masalah
belum teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
S: *Klien mengatakan Nyeri pada tangan kanan.
*Klien
mengatakan bengkak pada tangan kanan
O: *Suhu 38 C
*Leukosit 24.800/ml
*Oedem
pada tangan kanan
A: Masalah
belum teratasi.
P: Lanjutkan
Intervensi
|
S:*Klien mengatakan tangan kanan sudah tidak kaku
bila digerakkan.
*Oedem
berkurang
O: *Selang WSD
dilepas.
*Makan dibantu iastri
*Klien
sudah tidak lemah.
A:Masalah teratasi sebagian.
P: Lanjutkan
Intervensi
S: Klien mengatakan nyeri berkurang.
O: *Suhu 37 C
*Oedem berkurang
A: Maslah
teratasi sebagian
P: Lanjutkan
intervensi
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah
membandingkan antara asuhan keperawatan pada tinjauan teori dengan asuhan
keperawatan pada tinjauan kasus, maka pada asuhan keperawatan pada tinjauan
kasus perlu ditambahkan hal-hal sebagai berikut.
A. PENGKAJIAN.
- Sirkulasi.
Pada
teori dijelaskan terdapat tanda takikardi, frekuensi tidak teratur S3/S4/ irama
jantung gallop, nadi apical berpindah, tanda homman, hipetensi/hipotensi, DVJ.
Sedangkan pada kasus tidak didapatkan tanda-tanda seperti dalam sirkulasi,
karena pada saat pengkajian keadaan klien sudah berangsur-angsur membaik.
- Integritas Ego.
Terdapat
kesenjangan antara teori dan kasus, sementara pada teori terdapat ketakutan dan
gelisah tetapi pada kasus tidak didapatkan seperti dalam sirkulasi, karena
mekanisme coping klien baik.
B. DIAGNOSA
Pada Tinjauan Kasus Didapatkan Diagnosa.
1.
Gangguan pola nafas berhubungan dengan akumulasi udara
dalam rongga dada.
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kerusakan
jaringan.
3.
Pontensial terjadi infeksi berhubungan dengan luka
pemasangan wsd.
4.
Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan
wsd dan nyeri pada ekstermitas.
Pada Teori Didapatkan Diagnosa.
1.
Resiko tinggi terhadap trauma penghentian nafas tidak
ditemukan pada kasus karena pada saat pengkajian klien membaik dan tidak ada
komplikasi.
2.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
aturan pengobatan pada kasus tidak muncul karena klien kooperatif dengan
perawat sehingga klien dapat melakukan self care nya
C. PERENCANAN.
Intervensi pada tinjauan teori tidak semuanya masuk dalam intervensi
kasus karena disesuaikan dengan kondisi klien yang meliputi kondisi fisik,
psikologis, dan social ekonomi maupun dari segi penyediaan sarana yang ada di
RS.
D. PELAKSANAAN.
Pelaksanaan tidak semua dilakukan, karena situasi yang tidak memungkinkan
dan menyesuaikan dengan kondisi fisik, psikologis dan social ekonomi maupun
dari segi penyediaan sarana yang ada di RS.
E. EVALUASI.
Evaluasi pada asuhan keperawatan (tinjauan kasus) sudah sesuai dengan
evaluasi pada tinjauan teori.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari Kasus Dan Pembahasan Diatas, Kami Dapat Mengambil Kesimpulan Bahwa.
1.
Pada pengkajian sirkulasi dan integritas ego terdapat
perbedaan antara kasus dan teori.
2.
Pada intervensi dan implementasi, tidak semua dapat
dilakukan karena menyesuaikan dengan kondisi dan situasi klien.
B. SARAN
1.
Dengan adanya perbedaan antara teori dan kasus,
diharapkan perawat dapt melakukan pengkajian dengan benar dan tepat sehingga
intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
2.
Perawat dalam melakukan intervensi dan implementasi
hendaknya tidak hanya mengacu pada teori yang ada, tetapi juga harus
mempertimbangkan kondisi klien.