Dol Musik
Tradisional Bengkulu
Dol Alat Musik Tradisional Bengkulu |
Bengkulu - Alunan suara bersaut-sautan ini dari alat musik disebut
Dol. Di Provinsi Bengkulu, Sumatera, alat musik Dol bukan hal yang baru.
Iramanya kerap terdengar hampir disetiap sudut kota terutama sore hari.
Dol pertama kali dibawa oleh
pedagang dari India. Bentuknya hampir mirip gendang terbuat dari kulit sapi.
Ukurannya bervareasi. Diameter Dol terbesar sekitar 70 centimeter dengan tinggi
80 centimeter.
Alat musik tradisional Bengkulu ini
terbuat dari bongol buah kelapa atau pohon nangka. Masyarakat Bengkulu sangat
akrab dengan alat musik Dol. Mereka biasanya bermain Dol secara berkelompok di
rumah-rumah atau sanggar kesenian. Peminatnya tak terbatas pada orang dewasa
atau remaja.
Anak-anak TK hingga SD pun mengemarinya. Seperti Kiki, bocah berusia 6 tahun
ini gemar alat musik Dol berawal dari sekedar menonton orang menabuh Dol di
sanggar depan rumahnya.Dari sekedar mencoba-coba akhirnya Kiki tertarik menjadi murid tetap di sanggar ini. Setiap dua kali seminggu, ia tekun latihan bersama anak-anak lain. Kiki, satu dari sekian banyak bocah Bengkulu yang suka menabuh Dol. Namun diantara teman-teman sebayanya, hanya Kiki yang terlihat serius yang berlatih.
Tak heran jika dalam waktu 3 minggu, anak bungsu dari 6 bersaudara ini mampu menguasai tiga jenis pukulan wajib Dol. Tiga bulan kemudian kemudian, ia bisa menguasai banyak pukulan dan bisa memainkan lagu untuk mengiringi para penari.
Belum lama ini Kiki terpilih mengikuti festival Dol. Ia dapat peran menabuh Dol besar dibarisan belangkan. Sekilas, pukulan Dol ini jelas tak seimbang dengan tinggi tubuhnya. Tapi Kiki tak kesulitan dan tak mengeluh lelah memainkan dua lagu.
Dan ini merupakan penampilan
pertamanya di panggung. Wajar jika sesekali gerak dan pukulannya tertinggal.
Meski bisa mempengaruhi penilaian juri, tapi bagi Kiki menang atau kalah bukan
tujuan utamanya. Yang penting ia bisa memainkan Dol dihadapan orang ramai. Ia hanya
ingin membuktikan kecintaannya pada alat kesenian tradisional peninggalan nenek
moyangnya.
Dol, alat musik tradisional Provinsi
Bengkulu ini mulanya hanya tampil setahun sekali untuk mengenang cucu Nabi
Muhammad SAW di Padang Karbala Husin bin Ali Abu Thalib. Perayaan ritual Tabot
setiap bulan Muharam rasanya memang belum terasa lengkap jika tidak diiringi
dengan suara dentuman Dol.
Sekitar 150 tahun lalu, Dol memiliki
diameter sepanjang 90 centimeter dengan tinggi 100 centimeter. Secara turun
temurun, Dol peninggalan zaman dulu dirawat hingga akhirnya sampai ke tangan
Abdul Salam, sebagai orang turunan ke 5 pembuat Dol.
Sejak masa Abdul Salam Dol
berkembang menjadi lebih bervareasi. Mulai dari yang tingginya sejengkal sampai
yang 60 centimeter.
Bahan
untuk membuat Dol juga tidak lagi hanya dari batang pohon rambutan atau
cempedak. Bola pelampung dan bongol kelapa juga dapat digunakan.
Beginilah cara pembuatan dol dari
batok kelapa. Setelah diamplas dan terlihat halus, lalu dicat warna warni.
Sebagai penutup digunakan kulit sapi.
Beda lagi membuat Dol dari bongol
kelapa. Proses pembersihan bongol kelapa ini agak sulit karena harus dibentuk
lebih dulu.
Prosesnya memang hampir sama.
Bedanya proses pengikatan kulit sapi pada bongol kelapa besar ini
harus kencang dengan menggunakan rotan. Tali rotan dililit satu persatu ke arah
vertikal dan horizontal agar ikatan kuat.
Sudah 24 tahun lebih pak Salam
serius menekuni bidang alat musik Dol. Hingga akhirnya ia punya show room di
depan rumahnya. Kini ia juga memproduksi tasa, gendang panjang, ketipung,
gendang zikir dan tabot mini yang dapat dijadikan sovernir.
Omset dari usaha kerajinan yang mempekerjakan
5 orang karyawan ini cukup lumayan. 50 juta rupiah pertiga bulan. Pak Salam
sering mendapat pesanan dari luar kota dan luar negeri.
Kini
generasi muda penerus Pak Salam sudah bermunculan. Tentu saja seiring dengan
semakin mendekatnya kebutuhan akan alat musik Dol disekolah-sekolah dan sanggar
kesenian.
Besar kecil Dol tidak mempengaruhi
suaranya, karena suara Dol besar ini misalnya, berasal dari senar yang dipasang
didalam dol besar. Sedangkan suara Dol kecil berasal dari tebal atau tipisnya kulit
sapi.
Bila anda penasaran dengan perbedaan
irama Dol yang dimainkan, itu berasal dari pukulannya. Ada tiga jenis pukulan
pada Dol yang harus ada yaitu suweri untuk perjalanan panjang, suwena untuk
berduka cita dan tamatang untuk suasana riang.
Warna irama dol yang berbeda
tersebut lebih terasa ketika dimainkan pada satu lagu.
Dalam festival Dol kali ini
penambahan warna suara tidak hanya berasal dari pukulan Dol, tapi berasal dari
kombinasi dengan alat musik lain seperti gitar. Ada pula yang berkreasi dengan
pukulan kulintang, mangkuk dan belalai gajah.
Modifikasi yang dimasukan dalam
musik dol tidak akan mengubah nilai musik Dol. Seorang pengamat musik etnik
sudah menjaminnya.
Dalam festival Dol kali ini akhirnya
kemenangan berpihak pada kreatifitas, harmonisasi dan kekompakan. Peserta dari
dari Kabupaten Bengkulu Utara yang mengkombinasi alat semacam belalai gajah
dengan alat musik Dol menuai penghargaan atas usaha dan kreatifitas mereka
mengusung dol keatas pentas.
0 komentar:
Post a Comment