DAFTAR ISI
Daftar
Isi...................................................................................................... 2
Bab
I Pendahuluan
Latar Belakang................................................................................... 3
Rumusan Masalah............................................................................... 3
Tujuan................................................................................................. 4
Bab
II Pembahasan
Pengertian Konflik............................................................................. 5
Definisi konflik Menurut para Ahli.................................................... 5
Teori – Teori Konflik.......................................................................... 6
Penyebab Terjadinya Konflik............................................................. 11
Penelitian terhadap Beberapa Konflik................................................ 13
Cara Pemecahan Konflik....................................................................
14
BAB
III Penutup
Simpulan............................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tidak ada manusia yang hidup
didunia ini luput dari sesuatu yang bernama konflik. Entah itu konflik dalam
skala kecil sampai yang besar, yang melibatkan sedikit sampai banyak orang. Itu
semua adalh wajar adanya karena dari sebuah permasalahanlah kita belajar untuk
merubah aspek dalam diri kita menjadi lebih baik untuk diri kita sendiri
ataupun orang lain.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat,
keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual
dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat.
Konflik
adalah suatu yang sangat kompleks bila dipelajari, banyak ahli yang
mengemukakan tentang defiinisi konflik, apa penyebab konflik, dan bagaimana
cara mengatasi konflik. Tidak ada yang salah, semua memiliki nilai kebenaran
masing-masing. Namun untuk lebih memperjelas lagi wawasan kita mengenai
pelajaran konflik, penulis merasa perlu untuk membahas semua secara singkat,
padat, dan jelas. Diharapkan, pembaca lebih mengerti tentang konflik.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu konflik ?
2. Sebutkan definisi konflik menurut beberapa
ahli !
3. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya
konflik ?
4. Apa saja teori-teori tentang konflik ?
5. Bagaimana cara mengatasi konflik
I.3 Tujuan
Adapun
tujuan penulis dalam makalah ini adalah :
1. Pembaca
dapat mengerti definisi konflik secara umum juga dari beberapa ahli yang
mengemukakan pendapat tentang konflik.
2. Mengetahui
dan memahami apa yang menyebabkan terjadinya konflik dalam kehidupan.
3. Pembaca
dapat menggunakan teori-teori dalam makalah ini untuk memecahkan dan
menanggulangi konflik yang terjadi pada masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Penngertian
Konflik Secara Umum
Konflik berasal dari kata kerja Latin, configere
yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya,
integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
II.2 Definisi
Konflik Menurut Beberapa Ahli
Ada beberapa pengertian konflik menurut
beberapa ahli.
- Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis
(1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku
dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan
ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau
lebih pihak secara berterusan.
- Menurut Gibson, et al (1997: 437),
hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung
dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing
komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan
tidak bekerja sama satu sama lain.
- Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik
dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau
kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi
maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika
mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka
konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
- Dipandang sebagai perilaku, konflik
merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual,
interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999).
Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat
hubungannya dengan stres.
- Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi
merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain
berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan
tujuan.
- Konflik dalam organisasi sering terjadi
tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon
terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak
lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
- Konflik merupakan ekspresi pertikaian
antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena
beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya
perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan
dialami (Pace & Faules, 1994:249).
- Konflik dapat dirasakan, diketahui,
diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole:
1984).
- Konflik senantisa berpusat pada beberapa
penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber
yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang
terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
- Interaksi yang disebut komunikasi antara
individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan
menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)
II.3 Teori - Teori Konflik
A. Teori
Konflik Karl Marx
Teori konflik Karl Marx didasarkan pada
pemilikan sarana- sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam
masyarakat.
Marx
mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx
tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa
dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari
kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar.
Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis
melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi..
Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false
consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima
keadaan apa adanya tetap terjaga.
Ketegangan hubungan antara
kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar,
yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan
eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.
B.
Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Konflik dapat merupakan proses yang bersifat
instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial.
Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih
kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas
kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial
sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat
dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan
kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang
memepertahankan praktek- praktek ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan
gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah
pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur
Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser (1956: 41) melihat katup penyelamat
berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu
hubungan- hubungan di antara fihak- fihak yang bertentangan akan semakin
menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme
khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan
konflik sosial.
Katup penyelamat merupakan sebuah institusi
pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur. Contohnya Badan
perwakilan Mahasiswa atau panitia kesejahteraan Dosen. Lembaga tersebut membuat
kegerahan yang berasal dari situasi konflik tersalur tanpa menghancurkan sistem
tersebut.
Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua,
yaitu:
- Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan
terhadap tuntutan- tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari
perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada
obyek yang dianggap mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja
agar tuntutan mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
- Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan
berasal dari tujuan- tujuan saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan
untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser
menjelaskan dalam masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya
melalui ilmu gaib seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya
masyarakat maju melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti
ketidakmampuan melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.
Menurut Coser terdapat suatu kemungkinan
seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa sikap permusuhan atau agresi.
Contohnya dua pengacara yang selama masih menjadi mahasiswa berteman erat.
Kemudian setelah lulus dan menjadi pengacara dihadapkan pada suatu masalah
yyang menuntut mereka untuk saling berhadapan di meja hijau. Masing- masing
secara agresif dan teliti melindungi kepentingan klienya, tetapi setelah
meinggalkan persidangan mereka melupakan perbedaan dan pergi ke restoran untuk
membicarakan masa lalu.
Akan tetapi apabila konflik berkembang dalam
hubungan- hubungan yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan
non-realistis) akan lebih sulit untuk dipertahankan. Coser (1956: 62)
mengatakan dalam buku Sosiologi Kontemporer halaman 113, yaitu:
Semakin dekat suatu hubungan semakin besar rasa
kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan
untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubungan-
hubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis, rasa permusuhan dapat
relative bebas diungkapkan. Hal ini tidak selalu bisa terjadi dalam hubungan-
hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipan membuat pengungkapan
perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut. Apabila konflik
tersebut benar- benar melampaui batas sehingga menyebabkan ledakan yang
membahayakan hubungan tersebut. Misalnya konflik antara suami dan istri,
sepasang kekasih, dll.
Coser (1956: 72) mengutip hasil pengamatan
Simmel yang meredakan ketegangan yang terjadi dalam suatu kelompok. Dia
menjelaskan bukti yang berasal dari hasil pengamatan terhadap masyarakat Yahudi
bahwa peningkatan konflik kelompok dapat dihubungkan dengan peningkatan
interaksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Bila konflik dalam kelompok
tidak ada, berarti menunjukkan lemahnya integrasi kelompok tersebut dengan
masyarakat. Dalam struktur besar atau kecil konflik in-group merupakan
indikator adanya suatu hubungan yang sehat. Coser sangat menentang para ahli
sosiologi yang selalu melihat konflik hanya dalam pandangan negatif saja.
Perbedaan merupakan peristiwa normal yang sebenarnya dapat memperkuat struktur
sosial. Dengan demikian Coser menolak pandangan bahwa ketiadaan konflik sebagai
indikator dari kekuatan dan kestabilan suatu hubungan.
C. Teori
konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik Ralf Dahrendorf merupakan separuh
penerimaan, separuh penolakan, serta modifikasi teori sosiologi Karl Marx. Karl
Marx berpendapat bahwa pemilikan dan Kontrol sarana- sarana berada dalam satu
individu- individu yang sama. Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana-
sarana juga bertugas sebagai pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas.
Bentuk penolakan tersebut ia tunjukkan dengan memaparkan perubahan yang terjadi
di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
- Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi-
korporasi dengan saham yang dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorangpun
memiliki kontrol penuh merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi
tenaga.
2. Dekomposisi Tenaga kerja
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin
sekali seorang atau beberapa orang mengendalikan perusahaan yang bukan
miliknya, seperti halnya seseorang atau beberapa orang yang mempunyai
perusahaan tapi tidak mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian
dan spesialisasi, manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk
memimpin perusahaanya agar berkembang dengan baik.
3. Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas
pekerja dengan susunan yang jelas, di mana para buruh terampil berada di
jenjang atas sedang buruh biasa berada di bawah.
Penerimaan Dahrendorf pada teori konflik Karl
Marx adalah ide mengenai pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan
sebagai sumber perubahan sosial. Kemudian dimodifikasi oleh berdasarkan
perkembangan yang terjadi akhir- akhir ini. Dahrendorf mengatakan bahwa ada dasar
baru bagi pembentukan kelas, sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana
produksi sebagai dasar perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf hubungan-
hubungan kekuasaan yang menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi
kelahiran kelas. Dahrendorf mengakui terdapat perbedaan di antara mereka yang
memiliki sedikit dan banyak kekuasaan. Perbedaan dominasi itu dapat terjadi
secara drastis. Tetapi pada dasarnya tetap terdapat dua kelas sosial yaitu,
mereka yang berkuasa dan yang dikuasai.
Pendapat Dahrendorf (1959: 176) dalam buku
Sosiologi Kontemporer halaman 136:
Secara empiris, pertentangan kelompok mungkin
paling mudah di analisa bila dilihat sebagai pertentangan mengenai
ligitimasi hubungan- hubungan kekuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan
kelompok penguasa merupakan nilai- nilai yang merupakan ideologi
keabsahan kekuasannya, sementara kepentingan- kepentingan kelompok bawah
melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan- hubungan sosial yang
terkandung di dalamnya.
Misalnya kasus kelompok minoritas yang pada
tahun 1960-an kesadarannya telah memuncak, antara lain termasuk kelompok-
kelompok kulit hitam, wanita, suku Indian dan Chicanos. Kelompok wanita sebelum
tahun 1960-an merupakan kelompok semu yang ditolak oleh kekuasan di sebagian besar
struktur sosial di mana mereka berpartisipasi. Pada pertengahan tahun
1960-an muncul kesadaran kaum wanita untuk menyamakan derajatnya dengan
kaum laki- laki., yang kemudian diikuti oleh perkembangan kelompok yang
memperjuangkan kebebasan wanita.
II.4 Faktor Penyebab
Terjadinya Konflik
- Perbedaan individu, yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap
orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya.
Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata
ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
- Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh
dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
- Perbedaan kepentingan antara individu atau
kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh
ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon
ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka
pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari
lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan
kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan
mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan
ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar
kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok
buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara
keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha
menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
- Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar
terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,
perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan
memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional
yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak
ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
II.5 Penelitian Mengenai
Beberapa Konflik
- Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara
peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
- Konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank).
- Konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa).
- Koonflik antar satuan nasional (kampanye,
perang saudara)
Para pakar teori telah mengklaim bahwa
pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut
sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian
terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa
sebagai berikut:
- Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua
belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang
terbaik.
- Pengertian yang tinggi untuk hasil kita
sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
- Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak
lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan
"kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
- Tiada pengertian untuk kedua belah pihak
akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
II.6 Cara Mengatasi konflik
·
Usaha manusia untuk meredakan
pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”.
Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan
tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
·
1. Gencatan senjata,
yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan
perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan
perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
·
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak
ketiga yang memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah
pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja
dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa
dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
·
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh
pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB
membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
·
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
Misalnya : Panitia
tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemeapai kestabilan n Tenaga Kerja.
Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
·
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki
kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang.
Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau
mundur. Sebagai contoh : adu
senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
·
6. Adjudication (ajudikasi),
yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.
BAB III
PENUTUP
III.1 Simpulan
Konflik berasal
dari kata kerja Latin, configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Teori
–teori konflik ada tiga macam, yaitu Teori Karl Marx, Teori Lewis. A Coser, dan
Teori Raff Dahrendolf.
Faktor Penyebab Terjadinya Konflik yaitu perbedaan individu, yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan.
Penelitian Mengenai Beberapa Konflik menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam yaitu Konflik
antara atau dalam peran
sosial (intrapribadi),
Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank), Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa), dan
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
Cara Mengatasi konflik yaitu dengan akomodasi yang
meliputi gencatan senjata,abitrasi ,mediasi, konsialisi ,stalemate dan
adjudication.
0 komentar:
Post a Comment