Wednesday, 20 May 2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Gastritis atau yang umum dikenal dengan sebutan Maag adalah penyakit yang sering terjadi di masyarakat, namun begitu penyakit ini sering diremehkan dan disepelekan oleh penderitanya. Pada kenyataannya, penyakit gastritis tidak bisa diremehkan. Gastritis adalah penyakit pencernaan pada lambung yang dikarenakan oleh produksi asam lambung yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan imflamasi atau peradangan dari mukosa lambung. Penderitanya merasa akan merasa perutnya perih dan mulas di daerah sekitar ulu hati. Jika hal ini dibiarkan dan diabaikan berlarut-larut maka akan memicu erosi mukosa lambung. Dalam beberapa kasus gastritis dapat menyebabkan bisul (ulkus) pada lambung dan peningkatan kanker perut.
Pada tahun 2004 penyakit gastritis menempati urutan ke 9 dari 50 peringkat utama pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500 (yanmed DEPKES RI http://bank data depkes.go.id/data).
Kejadian penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun terakhir dan menyerang laki-laki lebih banyak daripada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok.  Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan sakit maag antara lain adalah riwayat keluarga yang menderita sakit maag, kurangnya daya mengatasi atau adaptasi yang buruk terhadap stres.
Maka peran perawat sangatlah penting dalam pencegahanya maupun pemberian terapi agar tidak timbul komplikasi dan keadaan yang dapat memperparah keadaan klien, yaitu dengan cara penyuluhan tentang pentingnya menjaga pola makan serta menghindari segala resiko yang dapat menyebabkan penyakit tersebut. 
Dari uraian di atas maka  perawat sangatlah penting  untuk menghadapi dampak  yang muncul. Sehingga dengan menggunakan 5 tahapan yang proses keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif dan berkesinambungan diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut pada klien.Atas dasar uraian  tersebut, maka penulis sangatlah tertarik dalam hal membuat sebuah makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan " Gastritis "di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto Lumajang ”.

1. 2. Batasan Masalah
Berdasarkan diagnosa medis “ Gastritis “ pada Tn. E maka penulis membatasi masalah asuhan keperawatan pada Tn. E dengan Gastritis dengan mengamati efek obat yang diberikan. Dalam hal ini penulis tidak melakukan asuhan secara langsung namun hanya sebagai observer.

1. 3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis beserta terapi dan pelaksanaanya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.         Untuk memperoleh tambahan pengetahuan mengenai Gastritis pada Tn. E di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto Lumajang
2.         Untuk memberikan asuhan keperawatan pada Tn. E di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto Lumajang dengan Gastritis
3.         Untuk mengetahui efek samping dan efek terapiutik dari obat – obat yang berhubungan dengan gastritis pada Tn. E di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto Lumajang.
                              








BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Konsep Dasar
2. 1. 1Definisi Gastritis
Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001).
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000).
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung.Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap.Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001).

2.1.2 Jenis Gastritis
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 , yaitu
1)      Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis
2)      Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosalambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan

2.1.3 Etiologi
Penyebab atau etiologi  akan dijelaskan menurut jenis gastritisnya ( akut, Kronis)
1.   Etiologi Gastritis Akut
Penyebab penyakit ini antara lain :
1)      Dapat terjadi tanpa diketahui
2)      Gastritis erosive merupakan salah satu gastritis akut yang disebabkan oleh: (1) Trauma yang luas, luka bakar luas, septicemia
(2)   Operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati berat, renjatan, trauma kepala.
(3)   Obat-obatan seperti aspirin, obat antiinflamasi, nonsteroid, kafein, alcohol, lada, cuka.
2.  Gastritis kronik         
1)      Aspek imunologis
Dapat dilihat dari ditemukannya autoantibody terhadap factor intrinsik lambung dan sel partial pada pasien dengan anemia pernisiosa. Kasus ini jarang ditemukan.
2)      Aspek bakteriologi
Salah satu bakteri penyebab gastritis adalah “ Helicobacter pylori” dan sering dijumpai berbentuk gastritis kronis aktif autrum.
3)      Factor lain yang juga dapat menyebabkan gastritis kronis adalah refluk kronik cairan pankreatobilier, asam empedu dan lisosetin, alcohol berlebih, teh panas dan merokok.

2.1.4        Patofisiologi
2.1.4.1  Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.

2.1.4.2 Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan

2.1.5 Manifestasi klinik
2.1.5.1 Gastritis akut :
Sindroma  dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu.
2.1.5.2 Gastritis Kronis :
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri uluhati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan.

2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Gastritis Akut :
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan denganendoskopi
2.1.6.2 Gastritis Kronis :
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan peptic ulcers dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.

2.2   Prinsip-prinsip pemberian obat
1. Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.         Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
4.         Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1)        Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2)        Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3)        Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
4)        Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5)        Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu                                    
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

2.3    Teknik pemberian obat
Parenteral
a.   Intracutan (IC)
1.      Bersihkan daerah suntikan secara melingkar dengan teknik steril.
2.      Masukkan jarum menungging dengan sudut 15°.
3.      Suntikkan obat perlahan sampai berbentuk gelembung.
4.      Angkat jarum perlahan.
5.      Jangan gosok daerah suntikan, minta pasien jangan melakukan hal itu.
6.      Periksa reaksi alergi dalam 24 – 72 jam.
b.   Subkutan (SC)
1.      Bersihkan daerah suntikan secara melingkar dengan teknik steril.
2.      Cubitlah kulit.
3.      Masukkan jarum sesuai ukuran tubuh 45° - 90°.
4.      Suntikkan obat dengan cepat, jangan tutup kembali.
5.      Gosok daerah suntikan dengan lembut.
c.   Intramuscular (IM)
1.      Teknik yang sama seperti suntikan subcutan (SC).
2.      Yang diperhatikan adalah jarum yang masuk dengan membentuk sudut 90° ke dalam otot.
d.   Intravena (IV)
1.      Pasang tourniquet.
2.      Bersihkan daerah suntikan dengan teknik aseptik
3.      Masukkan kateter/butterfly, tusuk ke dalam vena sampai daerah masuk, lepaskan torniquet.
4.      Stabilkan jarum dan beri kasa pada tempat tersebut.
5.      Pantau kecepatan aliran, denyut dadi di bagian distal, warna dan suhu kulit dan tempat insersi.
6.      Lihat peraturan yang dipakai dalam penambahan obat ke dalam botol atau dotongan intravena.

2.4   DAFTAR OBAT
2.4.1  Cefotaxime
a.   Komposisi
CEFOTAXIME 500 mg
Tiap vial mengandung :
Cefotaxime sodium setara dengan_cefotaxime        500 mg
CEFOTAXIME 1 g
Tiap vial mengandung :
Cefotaxime sodium setara dengan cefotaxime         1.000 g
b.   Farmakologi
Cefotaxime merupakan antibiotic golongan sefalosporin yang mempunyai aktifitas menghambat sintesis mukopeptida dalam dinding sel bakteri.
Spektrum
Berdasarkan aktifitasnya, cefotaxime diklasifikasikan dalam sefalosporin generasi ke-3. Seperti sefalosporin generasi ke-3 lainnya, cefotaxime umumnya secara in vitro kurang aktif terhadap sthapilococcus dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama, tetapi memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram negative dibandingkan dengan generasi satu dan dua. Umumnya cefotaxime aktif secara in vitro terhadap mikroba dan infeksi klinik sebagai berikut.

Kuman gram positif aerob
Pada konsentrasi ≤ 0,5 µg/ml, secara in vitro cefotaxime menghambat beberapa strain dari streptococcus pneumoniae, group Aβ-hemolytic streptococci (streptococcus pyogenes) dan group B streptococci (S. agalactiae). Pada konsentrasi ≤ 4 µg/ml, secara in vitro cefotaxime menghambat beberapa strain S. aureus penghasil penisilinase. Hampir semua strain staphylococci yang resisten terhadap penisilinase (seperti metisilin) resisten juga terhadap cefotaxime. Beberapa strain viridians streptococci akan dihambat oleh cefotaxime pada konsentrasi ≤ 4 µg/ml.

Kuman gram negatif
Citrobacter freundi, C. diversus; Enterobacter aerogenes, E. cloacea; Escherichia coli; Klebsiella pneumoniae, K. oxytoca; Morganellamorganii (terutama proteus morganii); proteus mirabilis, P. rettgeri, P. vulgaris; providencia; Salmonella; Serratia marcescent; Shigella spp; Yersinea enterocolitica; pseudomonasaeruginosa, Ps. malthopilia; Haemophilus influenzae (termasuk strain yang resisten ampisilin); Neiseria meningitides; Neiseria gonorhoeae (termasuk strain yang menghasilkan penisilinase); Acinetobacter.

Kuman anaerobik
Bacteriodesspp (termasuk strain B. fragilis); Clostridium (termasuk strain C. perfringens); Eubacterium; Fusobacterium; peptococcus; peptostreptococcus.

Resistensi
Karena cefotaxime mengandung gugus a-syn-methoximino yang melindungi cincin β-laktam dari hidrolisis oleh beberapa penisilinase dan sefalosporinase, cefotaxime lebih resisten terhadap hidrolisis oleh beberapa β-laktaroase daripada sefalosporin generasi pertama dan kedua.Cefotaxime pada umumnya resisten terhadap hidrolisis oleh β-laktamase yang digolongkan sebagai Richmond-Sykes tipe I, II, III, IV & V, dan beberapa penisilinase yang dihasilkan oleh S. aureus.Walaupun begitu β-laktamase yang dihasilkan oleh B. fragilis dan P. vulgaris secara perlahan-lahan dapat menghidrolisis cefotaxime.Richmond-Sykes tipe I sefalosporinase yang dihasilkan oleh E. clocae dapat juga menghidrolisis cefotaxime secara perlahan-lahan.

Indikasi
Infeksi - infeksi yang disebabkan oleh kuman yang sensitive terhadap cefotaxime antara lain :
1.      Infeksi saluran pernafasan bagian bawah (termasuk pneumonia).
2.      Infeksi kulit dan struktur kulit.
3.      Infeksi tulang dan sendi.
4.      Infeksi intra dan abdominal.
5.      Infeksi saluran kemih.
6.      Infeksi pada alat kelamin wanita.
7.      Meningitis.
8.      Septikemia.
9.      Bakterimia.
10.  Belum tedapat data kilinis yang cukup untuk mendukung pengobatan terhadap infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi dan infeksi paratyphiA dan B.
11.  Tidak efektif terhadap Treponema pallidum dan Clostridium difficile.
12.  Pada infeksi parah dimana jiwa penderita terancam, kombinasi cefotaxime dengan aminoglikosida dapat diberikan tanpa menunggu hasil tes sensitivitas. Kedua sediaan tersebut harus diberikan secara terpisah, tidak dicampur dalam satu syringe.
13.  Infeksi kerena pseudomonas aeruginosa memerlukan pengobatan dengan antibiotic lain yang efektif terhadap pseudomonas.

Kontraindikasi
1.      Penderita yang hipersensitif terhadap antibiotika sefalosporin.
2.      Pada penderita yang hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan terjadinya reaksi silang harus dipikirkan.


Dosis              
1.      Kecuali dinyatakan lain, dosis untuk orang dewasa dan anak di atas 12 tahun adalah 1 g setiap 12 jam.
2.      Pada infeksi sedang sampai berat 1-2 g setiap 6-8 jam.
3.      Pada infeksi berat atau membahayakan diperlukan 2 g setiap 4 jam.
4.      Dosis maksimum yang dianjurkan adalah 12 g per hari.
5.      Untuk pencegahan infeksi yang terjadi setelah operasi : 1 g IM atau IV 30-90 menit sebelum pembedahan.
6.      Pada kasus operasi caesar : 1 g IV segera setelah umbilical cord diklem, kemudian 1 g IM atau IV 6 dan 12 jam setelah dosis pertama.
      Untuk pengobatan gonore tidak terkomplikasi pada orang dewasa, diberikan cefotaxime 1,0gr sebagai dosis tunggal secara IM.
      Untuk melawan bakteri yang kurang sensitive, dosis dapat ditingkatkan.
      Pasien harus diperiksa terhadap inveksi sifilis sebelum pengobatan dimulai.

Jenis infeksi
Dosis harian
Frekuensi dan rute pemberian
Gonore
1 g
1 g IM (dosis tunggal)
Infeksi tidak terkomplikasi
2 g
1 g tiap 12 jam (IM/IV)
Infeksi sedang sampai berat
3-6 g
1-2 g tiap 8 jam (IM/IV)
Infeksi pada umumnya membutuhkan antibiotic dengan dosis yang lebih besar
6-8 g
2 g tiap 6-8 jam (IV)
Infeksi yang mengancam jiwa penderita
Sampai 12 g
2 g tiap 4 jam (IV)

Anak-anak
1.   Jika tidak dinyatakan lain bayi dan anak-anak sampai 12 tahun diberikan 50-100 mg/kg BB/hari.
2.   Diberikan dalam dosis terbagi dengan interval waktu 6-12 jam.
3.   Untuk kasus tertentu dimana timbul infeksi yang dapat mengancam jiwa penderita, dosis perhari adalah 150-200 mg/kg BB.
4.   Karena klirens renal pada bayi premature belum berkembang sempurna, maka dosis per hari tidak boleh lebih dari 50 mg/kg BB.

Penderita gangguan ginjal
Pada penderita dengan bersihan kreatinin > 20 ml/menit per 1,73 m : tidak perlu modifikasi dosi lazim. Pada penderita dengan bersihan kreatinin < 20 ml/menit per 1,73 m : perlu dilakukan modifikasi dosis dan/atau frekuensi pemberiaan tergantung pada tingkat kegagalan ginjalnya. Dianjurkan untuk menurunkan dosis menjadi ½ dari dosis lazim. Pada penderita yang menjalani hemodialisis : 0,5-2 g diberikan dalam dosis tunggal per hari dan dosis tambahan diberikan setelah setiap periode dialysis.

Lamanya pengobatan
Lamanya pengobatan berbeda-beda tergantung dari jenis infeksi, tetapi pada umumnya pemberiaan obat ini harus diteruskan minimal 48-72 jam setelah penderita tidak demam (panas) atau pembasmian kuman infeksi tercapai. Pengobatan infeksi karena group A β-hemolytic stertococci harus dilanjutkan selama 10 hari untuk mengurangi resiko demam reumatik dan glomerulonefritis.

Petunjuk pemakaian :
Dalam wadah aslinya larutan akan stabil secara fisik dan kimia selama 24 jam pada suhu ruangan (atau 10 hari pada suhu ≤ 5°C). larutan harus dipakai segera setelah disiapkan. Warnanya berkisar antara kuning muda dan merah coklat, tergantung dari kadar dan lamanya penyimpanan. Perubahan warna menunjukkan hilangnya potensi dari obat tersebut.

Pembuatan larutan Cefotaxime-Na steril
Cefotaxime 500 mg : digunakan untuk pemberiaan IM atau IV dilarutkan dengan paling sedikit 2 ml aqua pro injeksi. Bila dosis perhari lebih dari 100 mg/kg bobot badan atau bila cefotaxime 500 mg disuntikkan lebih dari dua kali/hari, dianjurkan diberikan secara IV.
Cefotaxime 1 g : digunakan untuk pemberiaan IM atau IV dilarutkan dengan paling sedikit 4 ml aqua pro injeksi. Rasa sakit karena penyuntikan setelah pemberiaan IM dapat dihindarkan dengan mengeluarkan cetofaxime 1 g dalam 4 ml larutan lidokain 1%. Bila dosis perhari lebih dari 2 g atau lebih cefotaxime 1g disuntikkan lebih dari 2 kali/hari, dianjurkan diberikan secara IV.

Suntikan intravena
Disuntikkan secara langsung ke dalam vena dalam waktu 3-5 menit atau secara perlahan-lahan ke dalam tabung larutan IV yang cocok. Rekonstitusi isfuse dengan 50 ml atau 100 ml injeksi NaCl 0,9% atau injeksi dekstrosa 5%, kocok hingga larut. Pada umumnya suntikan dalam waktu 20-30 menit.

Suntikan intramuskuler
Rekonstruksi vial dengan aqua steril pro injeksi atau aqua bakteriostatik proinkeksi, kocok hingga larut. Disuntikkan ke dalam masa otot yang besar seperti gluteus maximus; lakukan aspirasi untuk mencegah penyuntikan kedalam pembuluh darah.

Efek samping :
1.      Gangguan saluran cerna : anokresia, diare, nausea, muntah, sakit perut dan colitis.
2.      Pada keadaan inflamasi intestinal yang disebabkan oleh pemberian antibiotic cefotaxime ini  akan membahayakan jiwa penderita, sehingga pemberian cefotaxime harus segera dihentikan dan dokter harus memberikan pengobatan awal yang tepat. Sebaiknya dihindari pemberiaan obat-obatan yang dapat menghambat peristaltic usus.
3.      Perubahan hematology : neutropenia, lekopenia, granulositopenia, trombositopenia, agranulositopenia.
4.      Agar dilakukan monitoring terhadap blood count untuk pengobatan lebih dari 10 hari.
5.      Reaksi hipertensif : ruam (makulopapuler atau erythomotous), pruritus, demam dan eosinofilia.
6.      Nefritis interstisial, dapat terjadi shok anafilaksis yang dapat mengancam jiwa penderita dan membutuhkan tindakan darurat untuk mengatasinya.
7.      Efek local : terjadi pada tempat penyuntikan. Pada pemberian IV dapat menyebabkan flebitis dan tromboflebitis, dan pemberian IM menyebabkan kesakitan, indurasi dan nyeri tekan pada tempat penyuntikan.
8.      Efek terhadap ginjal : peningkatan sementara konsentrasi kreatinin serum dan/atau BUN, alanin aminopeptidase urine (merupakan indikasi adanya kerusakan sesaat dari tubular).
9.   Efek samping lain (jarang terjadi) :
10. Peningkatan sementara konsentrasi SGOT, SGPT, LDH, bilirubin dan alkalin fosfatase dalam serum, sakit kepala, agitasi, konfusi, kelelahan dan berkeringat pada malam hari.

Peringatan dan perhatian
1.      Pada pengobatan dengan cefotaxime, seperti antibiotika sefalosporin lainnya, reaksi alergi tidak dapat dihindarkan.
2.      Pada penggunaan cefotaxime jangka panjang dapat mengakibatkan pertumbuhan beberapa organisme yang nonsusceptible terutama candida dan pseudomonas. Vaginitis dan moniliasis dapat terjadi pada kurang dari 1% penderita yang menggunakan cefotaxime. Selama pemakaian cefotaxime, strain resisten dari beberapa organisme dapat berkembang, terutama, Enterobacter, Ps. Aeruginosa dan serratia. Harus dilakukan pengamatan yang seksama terhadap pemakai cefotaxime. Bila terjadi superinferksi, lakukan pengobatan yang sesuai.
3.      Pada penderita dengan riwayat penyakit saluran pencernaan, Cefotaxime dapat menyebabkan colitis.
4.      Keamanan penggunaan cefotaxime selama masa kehamilan belum dibuktikan, penggunaannya hanya bila sangat diperlukan.
5.      Penelitian reproduksi pada mencit dan tikus dengan dosis 30 kali dosis lazim pada manusia tidak menunjukkan adanya gangguan fertilitas atau kerusakan janin.
6.      Karena cefotaxime didistribusikan kedalam air susu ibu, sebaiknya berhati-hati bila obat ini digunakan pada wanita yang sedang menyusui.
7.      Seperti halnya antibiotic sefalosprorin lainnya, cefotaxime menyebabkan hasil positit palsu pada penentuan glukosa urine yang menggunakan kupri sulfat (Benedict) dan akan meningkatkan konsentrasi keatinin serum atau urin. Dapat juga menyebabkan tes antiglibulin (coombs’) positif langsung.
8.      Jika kombinasi dengan antibiotic golongan aminoglikosida, agar dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal.
9.      Jika dibutuhkan dosis yang lebih besar, gunakan sediaan serbuk kering injeksi 2 g, sedangkan untuk bayi dan bayi premature serta anak-anak digunakan sediaan 0,5 g.

Perhatian farmasetik :
Cefotaxime sebaiknya jangan dicampur dalam spuit dengan antibiotic aminoglikosida.

Interaksi obat :
1.      Penelitian in vitro menyebutkan bahwa aktifitas anti bakteri cefotaxime dan aminoglikosida bersifat aditif atau sinergis terhadap beberapa organisme termasuk beberapa strain Ps. Aeruginosa dan S. Marcescens. Walaupun begitu sifat sinergisme tidak dapat diramalkan dan sifat antagonis dapat juga terjadi bila cefotaxime dikombinasi dengan aminoglikosida.
2.      Pemberian bersama-sama dengan probenesid akan meningkatkan konsentrasi cefotaxime dalam serum.
3.      Memberikan reaksi tes coombs’ positif palsu.





2.4.2  RANITIDIN
Komposisi
Tiap tablet salut selapit mengandung ranitidine hydrocloride setara dengan 150 mg ranitidine base, tiap ml injeksi mengandung ranitidine hydrocloride setara dengan 25 mg ranitidine base.
Cara Kerja Obat
Ranitidine adalah antihistamin penghambat reseptor H2 ( AH2 ). Rangasangan reseptor H akan merangsang sekresi asam lambung. Dalam menghambat reseptor H2 raniridine berkerja cepat, spesifik dan rebersible melalui pengurangan volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung. Ranitidine juga meningkatkan penghambatan sekresi asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Pada pemberian oral, ranitidine diabsorbsi engan cepat dan lengkap, tetapi sedikit berkurang bila ada makanan atau atasida. Pemberian dosis tunggal 150mg ranitidine, kadar puncak dalam darah akan tercapai1 – 2 jam setelah pemberian, waktu paruh kira – kira 3 jam dan lama kerja sampai 12 jam. Ranitidine disekresi terutama bersama urin dalam bentuk utuh 30 persen an metanolitnya, serta kecil bersama feces.

Indikasi
Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan deudenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis seperti pada sindroma zollinger ellison, hipersekresi pasca bedah.

Dosis Dan Cara Pemberian
Terapi oral
Dewasa : tukak lambung, deudenum dan refluks esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam, selama 4 – 8 minggu.
Untuk hipersekresi patologis sefari 2 – 3 kali 1 tablet.
Bila keadaan parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6 tablet pada malam hari. Pada penderita ganguan fungsi ginjal dan klirens kreatinin kurang dari 50mg/menit, dosis sehari 1 tablet.
Dosis untuk anak – anak belum mantap.


Terapi parenteral
Diberikan i.m atau i.v atau infus secara perlahan atau intermiten untuk penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus duabelas jari yang tidak sembuh – sembuh, atau bila terapi oral tidak memungkinkan.
Dosis dewasa :
Injeksi i.m atau i.v intermiten : 50mg setiap 6 – 8 jam. Jika diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400mg sehari.
Jika ranitidine ddiberikan secara infus, 150mg ranitidine diinfuskan dengan kecepatan 6,25mg/jam selama lebih ari 24 jam ; pada penderita dengan sindrom zollinger – ellison atau kondisi hipersekretori lain, infus selalu dimulai kecepatan 1mg/kg per jam. Jika setelah 4 jam penderita masih, atau jika sekresi asam lambung lebih besar dari 10mEq/jam, dosis ditambah 0,5mg/kg per jam, lalu ukur kembali sekresi asam lambung. Pada penderita gagal ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 50 menit, dosis I.M atau jika diperlukan, ubah dengan hati – hati interval dosis dari setiap 24 jam menjadi setiap 12 jam.

Cara pemberian :
1.   Injeksi secara i.m tidak perlu diencerkan
2.  Injeksi i.v intermiten  50mg ranitidine tiap 6 – 8 jam diencerkan dengan larutan natrium klrorida 0,9% atau larutan imv lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5mg/ml (total volume 20ml) dan kecepatan injeksi tidak melebihi 4ml per menit waktu seluruhnya tidak kurang dari 5 menit.
3.  Infus intermitten 500mg ranitidine tiap 6 – 8 jam diencerkan oleh larutan dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok sampai didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 0,5mg/ml (total volune 100 L) kecepatan infus tidak lebih dari 5 – 7 ml per menit (waktu seluruhnya 15 – 20 menit).
4.   Infus 150 mg ranitidine diencerkan dalam 250ml dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok dan diinfuskan dengan kecepatan 6,25mg/jam selama 24jam. Untuk penderita sindroma Zollinger-Ellison atau hipersekretori lain, ranitidine injeksi harus diencerkan dengan dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok dan kecepatan ini harus disesuaikan dengan keadaan penderita. Karena ranitidine ikut terdialisa, maka pemberian harus disesuaikan sehingga bertepatan dengan akhir hemodialisis.

Peringatan dan perhatian
1. Keamanan pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum dapat dipastikan.
2.  Pemberian harus hati – hati pda pasien dengan ganguan fungsi ginjal.
3. Pemberian ranitidine pada penderita keganasan lambung dapat menutupi gejala – gejala ini :
1)        Keamanan dan efektifitas pada anak – anak belum dapat dipastikan (estabilised)
2)        Pengobatan penunjang akan mencegah kembuhnya tukak (ulkus) tetapi tidak mengubah jalanya penyakit sekalipun pengobatan penunjang terutama diberikan bila kambuhnya tukak (ulkus) berat dan sering, serta apabila pembedahan akan membahayakan penderita. Karena usia atau adanya penyakit yang menyertai.
3)        Hindari pengunaan pada penderita yang memilikiporfiria akut.

Efek samping
1.        Kadang – kadang terjadi nyeri kepala, malaise, mialgia, mual dan pruritus.
2.   Konstipasi, pusing, sakit perut.
3.   Konfusion, hiperprolektimia, gangguan fungsi seksual, hepatitis.
4.   Rasa sakit didaerah penyuntikan pada pemberian i.m
5.   Rasa terbakar pada pemberian i.v.

Kontra indikasi
Hipersesitifitas terhadap ranitidine.



Interaksi obat
1.        Diazepam, propanolol, teofilin, dan warfarin dapat mengurangi aktifitas ranitidine.
2.        Midazolam, fentanil, nifedipin, dapat menghambat metabolisme obat
3.        Pemakaian antasida lokal bersama – sama dengan ranitidine dapat menurunkan absorsi ranitidine, penderita yang diberi ranitidine jangan deberi antasida lain selama 1 jam selama satu jam setelah pemberian ranitidine. Pemakaian antimuskarinik berasama – sama dengan ranitidine dapat meningkatkan efek penekanan sekresi lambung tetapi mekanisme yang pasti belum diketahui.

2.4.3 METOCLOPRAMIDE
Komposisi
Tiap tablet mengandung metoclopramide hidroklorida setara dengan 10 mg metoclorpamida.Tiap 5 ml sirup mengandung metoclopramide setara dengan 5 mg metocloparamida.
Cara kerja obat : metoclorpramida marupakan suatu senyawa baru golongan BENZAMIDE. Metoclorpramida mempercepat peristaltik esofagus dan lambung, meningkatkan tonus spingter kardia dan mempercepat pengosongan lambung, mempunyai efek anti emetik dan dapat merangsang sekresi prolaktin.Metoclorpramide diabsorbsi dengan cepat dari saluran cerna dan diekskresikan melalui air seni sebagai bentuk bebas, bentuk terkonjunggasi dan sebagai metabolit.

Indikasi
Untuk meringankan atau mengurangi simtom diabetik gastroparesis akut dan yang kambuh kembali. Menanggulangi mual, muntah metabolik karena tarapi kanker dan sesudah operasi. Rasa terbakar yang disebabkan refluks esofagitis. Tidak untuk mencegah motion sickness.



Dosis dan cara pemberian :
Dewasa :
1.        Tablet : sehari 3x ½ sampai tablet diberikan 30 menit sebelum makan atau sebelum tidur.
2.        Sirop :  sehari 3x sehari 1-2 sendok the diberikan 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur.
3.        Injeksi :
1)      Pengobatan simtom diabetik gastrik states. 10 mg ( 1@ ) metoclorpramida 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam selama 2 – 8 minggu.
2)      Pencegahan mual dan muntah pada terapi kanker. Untuk dosis 10 mg, methoclropramida injeksi, dilarutkan dalam larutan parenteral diberikan secara I.V         ( selama tidak kurang dari 16 menit ) 30 menit sebelum terapi dan diulang tiap 2 jam untuk 2 dosis.
3)      Pencegahan mual muntah paska operasi : 10mg metoclorpramida injeksi ( I.M ) sesaat sebelum operasi berakhir.
Anak – anak 5 – 14 tahun
1.        Tablet : sehari 3x ¼ - ½ tablet diberikan 30 menit sebelum makan atau sebelum tidur.
2.        Sirop : 0,5mg per kg bb, dibagi dalam beberapa dosis. Diberikan 30 menit sebelum makan atau sebelum tidur.

Peringatan dan Perhatian :
Sebaiknya tidak diberikan pada trismester pertama kehamilan karena belum terbukti keamanannya. Dosis harap dikurangi pada penderita dengan ganguan ginjal karena dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Hati – hati bila diberikan pada orang lanjut usia dan anak kecil. Hati – hati pemakaian pada wanita hamil, menyusui dan pasien yang membutuhkan kewaspadaan dalam menjalankan aktifitasnya seperti mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Penderita yang hipersensitif terhadap prokainamida kemungkinan juga hipersensitifitas terhadap obat ini.

Efek samping :
Efek samping yang mungkin terjadi yaitu sembelit,diare, mengantuk, gejala ekstrapiramidal, lelah berlebihan, dan gelisah.

Kontraindikasi :
Penderita epilepsi, perdarahan gastrointestinal, obstruksi mekanik atau perforasi, penderita feokromositoma. Penderita yang hipersensitifitas terhadap obat ini.

Interaksi obat :
Antagonis terhadap kerja dari obat – obat golangan antikolinergik dan analgesik narkotik. Mamperberat efek sedaktif bila diberikan bersama – sama dengan alkohol, hipotonik, sedatif, narkotik, atau tranqulizer. Meningkatkan absorbsi dari parasetamol, tetrasiklin, favodopa, etanol, siklosporin dan dapat menurunkan absorbsi dari digoksin. Hindari pemberian dengan golongan fenotiazin karena akan meningkatkan resiko terjadinya reaksi ekstrapiramida. Penyimpanan, simpan ditempat yang sejuk dan kering terlindungi dari cahaya.

Kemasan :
1.        Metoclopramide 10mg tablet, kotak 10 strip @ 10 tablet
2.        Metoclopramide 5mg / 5ml sirop, botol 100ml
3.        Metoclopramide 5mg / ml injeksi, kotak 10 ampul @ 2ml.

2.4.4   ANTRAIN
Komposisi :
1.         Tablet
Tiap tablet mengandung :
Metamizole Na 500 mg
2.         Injeksi
Tiap ml mengandung:
Metamizole Na 500 mg

Cara Kerja Obat :
Metamizole  Na  adalah  derivat  metansulfonat  dari  aminopirin  yang mempunyai khasiat analgesik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat transmisi rasa sakit ke susunan saraf pusat dan perifer. Metamizole  Na  bekerja  sebagai  analgesik,  diabsorpsi  dari  saluran pencernaan mempunyai waktu paruh 1-4 jam.
Indikasi : 
Untuk meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik operasi.

Kontra Indikasi :
1.        Penderita hipersensitif terhadap Metamizole Na.
2.        Wanita hamil dan menyusui
3.        Penderita dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
4.        Bayi di bawah 3 buian atau dengan berat badan kurang dari 5 kg.

Efek Samping :
1.        Reaksi hipersensitivitas: reaksi pada kulitmisal kemerahan.
2.        Agranulositosis.

Peringatan / Perhatian :
1.        Tidak untuk mengobati sakit otot pada gejala-gejala flu dan tidak untuk mengobati rematik,lumbago,sakit punggung, bursitis, sindroma bahu lengan.
2.        Karena dapat menimbulkan agranulositosis yang berakibat fatal, maka sebaiknya tidak digunakan dalam jangka panjang.
3.        Hati-hati   pada   penderita   yang   pernah   mengalami   gangguan pembentukan darah/kelainan darah. gangguan fungsi hati atau ginjal. Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan darah pada penggunaan yang lebih lama dari penggunaan untuk mengatasi rasa sakit akut.
4.        Pada pemakaian jangka lama dapat menimbulkan sindrom neuropathy yang akan berangsur hilang bila pengobatan dihentikan.

Interaksi Obat :
Bila Metamizole Na diberikan bersamaan dengan Chlorpromazine dapat mengakibatkan hipotermia.

ATURAN PAKAI :
Komplikasi
1.        Hemorrhagie
2.        Infeksi
3.        Edema
4.        Herniasi

Pemeriksaan Penunjang
1.        Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2.        Rotgen Foto
3.        Posterior

2.4.5 Infus RL (Ringer Laktat)
Komposisi
Setiap 1000 ml larutan mengandung :
1.              Natrium laktat C3H5NaO3
2.              Natrium klorida, NaCl
3.              Kalsium klorida, KCl
4.              Kalsium klorida CaCl2, 2H2O
Air untuk injeksi adalah
                 Osmolaritas : 280 m O5m/L
                 Na            : 130 m Eq/L               Cl¯      : 111,7 m Eq/L
                 K+            : 5,4 m Eq/L                Ca++   : 3,7 m Eq/L
                 Bicarbonat (sebagai laktat)                      : 27,5 m Eq/L

Cara kerja obat
1.Natrium klorida merupakan garam yang berperan penting dalam pemeliharaan tekanan osmosis darah dan jaringan.
2.Kalium klorida merupakan garam terpilih untuk hipokalemia yang disertai hipokloremia.
3.Natrium laktat merupakan garam yang dibutuhkan untuk pelayanan darurat terhadap metabolic asidosis.
4.Kalsium klorida merupakan garam yang penting untuk menjaga fungsi normal otot dan saraf.

Indikasi dan pemberian obat
Indikasi
1.              Sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang dalam keadaan asam basa dalam asidosis ringan.
2.              Sebagai pilihan utama untuk mengatasi kehilangan cairan dalam keadaan darurat.
3.              Terapi pemeliharaan keseimbangan cairan pada keadaan praintra dan pasca operasi.
4.              Untuk mengatasi dehidrasi cairan interstisial yang diberikan setelah pemberian pengganti cairan koloid.

Cara pemberian
Injeksi intravena dengan kecepatan air yang dianjurkan sebagai berikut : 2,5 ml/kg BB/jam yaitu sekitar 60 tetes/70 kgBB/menit atau 180 ml/70 kg BB/jam.

2.4.6 D5 (dekstrosa 5%)
Indikasi
1.      Infeksi konsentrasi rendah(2,5-11,5 %) digunakan untuk hidrasi dan kalori
2.      Konsentrasi yang lebih tinggi (sampai 70%) digunakan secara IV untuk mengatasi hipoglikemia dan dalam kombinasi dan asam amino untuk memberikan kalori pada nutrisi parenteral
3.      Bentuk oralnya digunakan untuk mengatasi hipoglikemia pada pasien sadar

Kerja obat
Memberikan kalori,efek terapiutik,pemberian kalori pencegahan dan pengobatan hipoglikemi

Farmakokinetik
1.        Absorbsi : diabsorbsika dengan baik setelah pemberian oral
2.        Distribusi : didistribusikan secara luas dan digunakan secara cepat
3.        Metabolisme dan ekskresi : dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air bila ambang ginjal terlampaui dekstrosan diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah oleh ginjal
4.        Waktu paruh tidak diketahui

Kontra indikasi dan perhatian
1.      Dikontraindikasikan pada alergi terhadap jagung larutan hipertensi (75%) tidak boleh diberikan pada pasien dengan pendarahan SSI / amunia / gangguan beresiko dehidrasi
2.      Gunakan secara hati-hati pada pasien yang diketahui menderita DM
3.      Alkoholik kronik/pasien yang menderita manutrisi berat


BAB III
          ASUHAN KEPERAWATAN

3. 1 DATA
DMK    1
Identitas klien :
Nama                  :           Tn.E
Jenis kelamin      :           laki-laki
Umur                  :           26 Tahun
Alamat               :           Randuagung
Suku                   :           madura
Agama                :           Islam
Pekerjaan            :           Wiraswasta
Ruang                 :           interna
Kelas                  :           III
Tanggal MRS     :           24 Mei 2013, jam 20.28 WIB
Diagnosa            :           Gastritis
MRS melalui      :           IGD














Lembar Catatan Harian Dokter
DMK  4
Nama pasien : Tn. E
Tanggal
Jam
Keadaan klinis pasien
Pengobatan tindakan dokter
25-5-13








07.00








Panas 2 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )  ,Batuk ( - )
Muntah ( - )  ,Mual ( + )
T = 120/60, N = 80/menit, RR = 40x/menit,S = 38o C
Thorak : S1 S2 tunggal
Perkusi Rh – Wh –
Abd : flat
Ekstermitas : akral hangat 
Terapi :
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj metoclopramide 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt
-          Foto thorax
-          Pemeriksaan lab




26-5-13

07.00

KU : lemah
Keasadaran composmetis
Panas ( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )  ,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
T = 110/80, N = 76 x/mnt,  RR : 32x/mnt    S : 37,1o C
K/L : anemis -  ,ikterus –
Cyanosis -   ,Dyspneu +
Thorax : Rh -/-          
Abd : nyeri epigastrik + ,BU +
Eks : akral hangat +  ,oedem -
Terapi :
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt


27-5-13
07.00
KU : cukup
Kesadaran composmetis
TD : 120/70         S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Panas ( - ) ,mual ( - )
muntah ( - ) ,sesak ( - )
K/L : anemis -  ,Ikterus –
Cyanosis -   ,Dyspneu –
Thorax : gerak nafas simetris
RH -/-   Wh -/- ,S1 S2 tunggal
Abd : BU + , nyeri epigastrik +
Eks : akral hangat ,oedem -

Terapi :
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp             Inj antrain 3 x 1 amp

















Lembar Instruksi dan Laporan Perawat
Nama klien : Tn. E
DMK 5
Tgl/jam
Instruksi Dokter
Tgl/jam
Laporan Perawat


25-5-13

(07.15)












(13.00)










(19.15)









26-5-13
(07.15)












(13.00)











(19.15)









27-5-13
(07.15)










(13.00)











(19.00)
 Panas 2 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )  ,Batuk ( - )
Muntah ( - )  ,Mual ( + )
T = 120/60, N = 80/menit, RR = 40x/menit,S = 38o C
Ekstermitas : akral hangat 
Terapi :
-          Infus RL 30 tts/menit
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj metoclopramide 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt
-          Foto thorax, Pemeriksaan lab

KU : Lemah
Panas 2 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )  ,Batuk ( - )
Muntah ( - )  ,Mual ( + )
Terapi Terapi :
-          Infus RL
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt

KU : Lemah
Panas 1 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )  ,Batuk ( - )
Muntah ( - )  ,Mual ( + )
Terapi :
-          Infus RL
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp

KU : lemah
Keasadaran composmetis
Panas ( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )  ,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
T = 110/80, N = 76 x/mnt,  RR : 32x/mnt    S : 37,1o C
Terapi :
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt

KU : lemah
Keasadaran composmetis
Panas ( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )  ,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
Terapi:
-          Infus RL
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp
-          O2 masker : 2lt/mnt

KU : Lemah
Panas 1 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )  ,Batuk ( - )
Muntah ( - )  ,Mual ( + )
Terapi :
-          Infus RL
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp     
-          Inj antrain 3 x 1 amp

KU : cukup
Kesadaran composmetis
TD : 120/70         S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Terapi :
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj ranitidine 3x1 amp  
-          Inj antrain 3 x 1 amp

KU : cukup
Kesadaran composmetis
TD : 120/70         S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Mual (-)
Terapi:
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj antrain 3 x 1 amp

KU : cukup
Kesadaran composmetis
TD : 120/70         S : 36,8 oC
N : 80x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Mual (-)
Terapi:
-          Infus RL : D5%  2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj antrain 3 x 1 amp



3. 2 Askep pada klien
3. 2. 1 Pengkajian
3.2.1.1 Identitas klien
a.   Nama                                 :           Tn.E
     Umur                                  :           26 tahun
     Alamat                                :           Randuagung
     Jenis kelamin                      :           laki-laki
     Agama                                :           Islam
     Pekerjaan                            :           wiraswasta
     Pendidikan                         :           Smp
     Suku/bangsa                       :           Madura/Indonesia
    MRS                                    :           24 Mei 2013 / 20.28 WIB
     Status                                 :           kawin
     Tanggal pengkajian            :           25 Mei 2013, jam 06.40 WIB
     Diagnosa medis                  :           Gastritis Akut

3.2.1.2 Riwayat kesehatan dan keperawatan
1.   Keluhan Utama
Saat MRS
Klien mengeluh panas 2 hari, nyeri pada perut,mual dan tidak mau makan
Saat pengkajian
Klien mengeluh nyeri pada perutnya dan klien selalu mual. Nyeri dan perih seperti  terasa panas yang dirasakan secara terus menerus sehingga klien meringis kesakitan yang di interpretasikan sebagai nyeri sedang dengan skala 5-6 dari 0-10 yang nyeri.
2    Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengalami mual dan nyeri pada perut dibawa ke RSUD Dr. Haryoto sampai di IGD tanggal  24 Mei 2013 / 20.28 WIB dan segera mendapatkan perawatan dan pertolongan dari tenaga medis oleh dokter klien di diagnosa Gastritis.


3.   Riwayat Penyakit Masa Lalu
Menurut keluarga, klien tidak pernah mengalami atau mengidap penyakit infeksi atau menurun seperti hapatitis, haemofili, diabetes militus.

4.   Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM dan HT

5. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan setiap kali sakit selalu memeriksakan keadaannya ke tenaga kesehatan (dokter, mantri, dll) keluarga menyatakan lebih percaya pada tenaga kesehatan daripada alternatif pengobatan lainnya (dukun, dll).
Selama MRS
Ekspresi wajah keluarga menunjukkan kekhawatiran mengenai kondisi klien dan terlihat tegang dan gelisah.
Tampak anggota keluarga sering bertanya tentang keadaan klien pada perawat jaga.

b. Pola nutrisi dan metabolik.
Sebelum MRS
 Frekuensi makan 3 kali/hari, jenis nasi, sayur, lauk pauk. Nafsu makan baik dan   tidak mempunyai pantangan atau alergi makanan.
Minum, jenis air putih, kopi cukup sering. Minum air putih +/- 8 gelas/hari.
Selama MRS
Klien jarang mau makan karena perasaan mual

c.  Pola eliminasi.
Sebelum MRS
Frekwensi BAB 1-2 x/hari konsistensi lunak, warna kuning dengan konsistensi lunak tidak ada keluhan atau masalah yang ada.
Frekwensi BAK +/- 4-5 x/hari. Dengan warna urine kuning jernih tidak ada keluhan nyeri atau masalah yang ada.
Selama MRS
Menurut keluarga klien BAK 2-3x, BAB 1x

d. Pola tidur dan istirahat.
Sebelum MRS
Klien jarang tidur baik siang atau malam dan tidak ada masalah tidur. Sedangkan yang mempermudah tidur yaitu suasana tenang dan keadaan lelah.
Selama MRS
Keluarga menyatakan klien dan sering bangun tengah malam karena nyeri yang dirasakan.

e. Pola aktifitas dan latihan.
Sebelum MRS
Klien setiap hari menjalankan aktifitas tanpa gangguan apapun.
Selama MRS
Klien menyatakan merasa nyeri ketika mau berubah posisi dan nyeri bertambah jika banyak bergerak.
Klien menyatakan tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasanya

f. Pola sensori dan pengetahuan.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan klien tidak pernah mengalami gangguan pada penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan perabaan dan keluarga menyatakan jika klien sakit berobat ke puskesmas dan petugas kesehatan setempat.
Selama MRS
Klien menyatakan sudah mengetahui tentang penyakitnya.

g. Pola hubungan interpersonal dan peran.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan hubungan klien dengan anggota keluarga cukup baik .
Selama MRS
Klien menyatakan apabila mengeluh kesakitan, klien bercerita pada istrinya.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Sebelum MRS
Klien menyatakan bahwa dirinya sebagai kepala keluarga dan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan dikeluarganya.
Selama MRS
Klien menyatakan menerima dengan keadaanya saat ini.

i. Pola reproduksi dan seksual.
Sebelum MRS
Klien mengatakan dapat berkumpul bersama anggota keluarga sambil menikmati acara televisi dengan suasana yang menyenangkan.
Selama MRS
Klien menyatakan jarang berkumpul dengan anggota keluarganya, karena istrinya menjaga anaknya dirumah dan klien ditemani orang tuanya.

j. Pola penanggulangan stres.
Sebelum MRS
Keluarga mengatakan setiap ada permasalahan klien selalu membicarakan dengan istrinya untuk mencari jalan keluar.
Selama MRS
Keluarga mengatakan saat ini klien khawatir dengan keadaannya kapan klien sembuh

k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Sebelum MRS
Klien yang beragama Islam sebelum sakit menurut keluarga, klien rutin mengerjakan ibadah
Selama MRS
Klien tidak mampu beribadah seperti sebelumnya karena sakit.

3.2.1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah
Tanda – tanda vital
T = 120/60
N = 80x/menit
RR = 40x/menit
S = 38o C
Pemeriksaan fisik
Kepala : simetris, rambut lurus, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Rambut : warna hitam, stuktur halus, rambut pendek, tidak bau
Wajah : bentuk lonjong, wajah simetris, tidak ada lesi
Mata : simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, kornea bening, lingkaran hitam dimata, mata kelihatan lelah / mata cowong.
Hidung : tidak ada defoemitas, ada bulu
Telinga : simetris, tidak ada nodule dan masa
Mulut dan faring : Mukosa bibir  kering, tidak cyanosis, tidak ada masa
Pemeriksaan integuman, kulit, dan kuku :
Integumen : turgor kulit menurun
Kulit : sawo matang
Kuku : CRT < 2 detik
Pemeriksaan payudara : -
Pemeriksaan thorak dan dada : bentuk normal chest, tidak ada ketertinggalan tarikan dinding dada, tidak ada stridor

Pemeriksaan paru :
Inspeksi : dinding dada simetris
Palpasi : vokal vomitus teraba sama
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : tidak ada ronchi, tidak ada wheezing

Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak terba
Perkusi : batas atas ics 2 sinistra
Batas kanan ics 2
Auskultasi :
A : ics 2, s1s2 tunggal
P : ics 2, s1s2 tunggal
T : ics 4, s1s2 tunggal
M : ics 5, s1s2 tunggal

Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak ada bayangan vena
Palpasi : ada nyeri tekan
Perkusi : semua ragio hypertympani
Auskultasi : bising usus 9x/menit

Permeriksaan muskuloskeletal atas bawah
Tidak ada oedema
Uji kekuatan otot  kanan 5  kiri 5
Pemeriksaan kelamin: tidak dikaji
Pemeriksaan neurologi : 4,5,6












3.2.1.4 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
ID.IAB  : 215051                                              NAMA PASIEN  : Tn. E
NO Register : 378568                                       ALAMAT : Randuagung
UMUR : 26 th                                                   JENIS KELAMIN : laki-laki
Px RUJUKAN : PUSKESMAS                       DOKTER : Dedy
                                                                           KELAS : III
NO
JENIS PEMERIKSAAN
HASIL
NORMAL
METODE

HEMATOLOGI



1
HEMOGLOBIN
12


2
LEUKOSIT
22.660


3
ERITROSIT
3,70


4
LAJU ENDAP DARAH
45


5
HEMATOKRIT
36


6
TROMBOSIT
260.000


7
DIFFOCOUNT
0/0/0/88/5/7



FAAL HATI



8
SGOT
30


9
SPGPT
20



FAAL GINJAL



10
BUN
9,6


11
SERUM CREATININ
0,79


12
URIC ACID
6,2


13
GDA
122







14
CRP kualitatif
Positif






3.2.1.5  Terapi Obat yang Diberikan
-          Infuse RL/D5 : 2:1
-          Inj cefotaxime 3x1 gr
-          Inj metoclopramide 3x1 amp
-          Inj ranitidine  2x1 amp
-          Inj antrain 3 x 1 amp

3.2.1.6  Diagnosa medis : Gastritis Akut

3. 2. 2  Analisa Data                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          
Data
Etiologi
Masalah
1. S : Klien mengatakan nyeri pada daerah perut dan seperti ditusuk-tusuk.
   O : T = 120/60
N = 80x/menit
RR = 40x/menit
S = 38o C
Skala nyeri 5 – 6
Wajah meringis kesakitan

2.      S : Klien mengatakan sering mual pada waktu makan   
O : KU  : lemah
Mukosa bibir kering
Makan yang disediakan dari RS hanya dimakan
sedikit


3. S : klien megatakan sering terbangun ditengah malam karena rasa nyeri yang dirasakan.
 O : klien tampak lelah dan mata sedikit lelah
Kram abdomen sekunder akibat gastritis








Mual









Nyeri











Perubahan rasa nyaman (nyeri )









Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh








Ganguan pola tidur













3. 2. 3  Diagnosa Keperawatan
1.        Perubahan rasa nyaman ( Nyeri ) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis
2.         Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual
3.        Ganguan pola tidur b.d nyeri












3. 2. 4  Rencana  Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi dan Rasional
1.











































2
























3.


Perubahan rasa nyaman (nyeri) b.d Kram abdomen sekunder akibat gastritis







































Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d mual






















Ganguan pola tidur b.d nyeri
















Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam intensitas nyeri yang dirasakan berkurang.

KH :
1.        Klien mengatakan nyeri pada daerah perut terus - menerus yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk berkurang.
2.        Klien terlihat mengeluarkan keringat dingin berkurang.
3. Wajah sudah tidak meringis kesakitan
4. Tangan sudah tidak  memegangi perutnya























Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam  diharapkan nutrisi dapat kembali normal
KH :
1. KU pasien membaik
2. Makan yang disediakan dari RS dapat  sedikit dimakan
3. Pasien menyatakan sudah mempunyai makan












Tujuan :
setelah dilakukan tindakan 1x 24 jam pasien dapat memenuhi istirahatnya.
KH : pasien sudah tidak melaporkan terjaga ditengah malam dengan frekwensi ± 4 kali karena rasa nyeri yang dirasakan.
Pasien sudah tidak  lelah dan mata sudah terlihat tidak lelah
Nyeri berkurang
lingkaran hitam di sekitar mata berkurang
1.      Bina hubungan saling percaya atau komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien.
R : Hubungan saling percaya merupakan langkah awal sehingga diharapkan klien bisa kooperatif dengan tim kesehatan.
2.      Evaluasi keluhan nyeri / ketidak-nyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik.
R : Mempengaruhi pilihan atau pengawa-san keefektifan intervensi.
3.      Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
R : Memungkinkan pasien untuk siap dan cara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
4.      Kaji vital sign.
R : Perubahan yang terjadi tiba-tiba dan melewati batas normal dapat ditentukan intervensi yang tepat bagi klien selanjutnya.
5.      Catat  kembali keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 ) 
R : Mengetahui perubahan nyeri yang tiba – tiba
6.      Kompres hangat pada bagian yang nyeri
R : Dengan kompres hangat bisa melebar-kan pembuluh darah dan mengurangi nyeri.
7.      Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
R  : Dengan tehnik ralaksasi dapat mengurangi nyeri sementara.
8.      kolaborasi pemberian ranitidine, cefotaxime , antrain
R : ranitidine, meningkatkan  sekresi asam lambung, Antrain  mengurangi nyeri

1.      Kaji haluaran nutrisi output dan input
R : dapat mengetahui kebutuhan nutrisi pasien 
2.      Berikan makanan porsi kecil tapi sering
R : Dengan makan porsi kecil tapi sering dapat meningkatka masukan nutrisi.
3.      Berikan makanan yang disukai pasien tetapi tidak berpantangan dengan penyakitnya
R : dengan begitu nafsu pasien bisa muncul kembali.
4.      Berikan cairan IV sesuai indikasi
R : menambah masukan cairan dan nutrisi pada pasien
5.      Kolaborasi pemberian metoclopramide dan Ranitidine
R : metoclopramide dapat mengurangi perasaan ingin muntah dan mual  Ranitidine dapat meningkatkan penghambatan  sekresi asam lambung lebih banyak.

1.    lakukan kajian gangguan tidur
R : memberikan dasar dalam menentukan rencana keperawatan
2.        anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
R : meningkatkan tidur
3.        berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
R : meningkatkan tidur  agar klien dapat tidur dengan terang
4.        kolaborasi pemberian antrain
R : antrain dapat mengurangi nyeri










3. 2. 5   Implementasi
No
Diagnosa
Implementasi
25-5-13















26-5-13







27-5-13





Perubahan rasa nyaman ( Nyeri ) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis













Nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d mual






Ganguan pola tidur b.d nyeri





1. Membina hubungan saling percaya atau komunikasi terapeutik antara perawat dan klien.
2.   Mengevaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik.
3.   Menjelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
4.   Megkaji vital sign.
5.   Mencatat  kembali keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 ) 
6.   memberikan kompres hangat pada bagian yang nyeri
7. Mengajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
8. Mengkolaborasi  ranitidine, cefotaxime , antrain

1.   Mengkaji haluaran nutrisi output dan input
2. Memberikan makanan porsi kecil tapi sering
3. Memberikan makanan yang disukai pasien tetapi tidak berpantangan dengan penyakitnya
4. Memberikan cairan IV sesuai indikasi
5. Memberikan Kolaborasi pemberian metoclopramide dan Ranitidine

1. Melakukan kajian gangguan tidur
2. Menganjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
3. Memberikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
4  Memberikan kolaborasi pemberian antrain
3. 2. 6  Evaluasi

No
Dx
Catatan Perkembangan
25-5-13




26-5-13








27-5-13



Perubahan rasa nyaman ( Nyeri ) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis


nutrisi kurang dari kebutuhan  b.d mual







Ganguan pola tidur b.d nyeri

S :   Pasien masih mengatakan nyeri pada perutnya
O :  Pasien terlihat meringis kesakitan
A :  Masalah teratasi sebagian
P :  Intervensi dilanjutkan

S : Klien menyatakan masih  mual tetapi sudah mulai mempunyai nafsu makan
O :KU  pasien lemah
 Makan yang disediakan dihabiskan separuh piring
Pasien sudah menyatakan mempunyai nafsu makan
A :  Masalah belum teratasi
P :  Lanjutkan intervensi

S : Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak
O : pasien sudah tidak melaporkan terbangun ditengah malam
Nyeri sudah sedikit berkurang
lingkaran hitam di sekitar mata berkurang
A :  Masalah teratasi sebagian
P :  Lanjutkan intervensi







BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini, pada dasarnya memuat pembahasan mengenai kesenjangan yang timbul dari landasan teori dengan kenyataan yang terjadi pada praktik yang sesungguhnya.
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan gastritis diperoleh data – data sebagai berikut :
1.   Perubahan rasa nyaman (Nyeri) b/d kram abdomen sekunder akibat gastritis
1)      Diagnosa ini muncul sejak pasien masuk rumah sakit yaitu pada tanggal 24-5-2013, pasien masih mengeluh nyeri. Nyeri  bertambah pada saat klien mau tidur dan setiap hari selalu nyeri. Hal ini memungkinkan karena gastritis yang diderita pasien.   
2)      Membina hubungan saling percaya atau komunikasi terapiutik antara perawat dengan klien untuk  mempermudah dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
3)      Mengevaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik untuk mempermudah mengetahui tingkat keparahan nyeri
4)      Mendorong pasien untuk mendiskusikan masalah nyerinya untuk mengurangi kecemasan pasien
5)      Mengkaji vital sign untuk mengetahui perubahan yang terjadi tiba-tiba dan melewati batas normal dapat ditentukan intervensi yang tepat bagi klien
6)      Mencatat   kembali keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 )  untuk mengetahui perubahan nyeri yang tiba - tiba
7)      Memberikan kompres hangat pada bagian yang nyeri karena dengan kompres hangat bisa melebarkan pembuluh darah dan mengurangi nyeri.
8)      Mengajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri sementara.
9)      Mengkolaborasi pemberian ranitidine untuk merangsang sekresi asam lambung, dengan  antrain mengurangi nyeri
10)   Pada saat observasi hasil tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu didapatkan bahwa masalah sudah teratasi sebagian yang ditandai dengan pasien masih mengeluh nyeri atau kesakitan
11)   Maka dalam diagnosa yang pertama perawat akan melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah ada
2.   Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d mual
1)   Diagnosa ini muncul karena pasien sering mual dan klien mengatakan tidak mau makan karena mual, serta dari pengkajian fisiknya terdapat tanda   tanda : turgor kulit menurun, mata cowong, serta mukosa bibir kering.
2)   Mengkaji haluaran nutrisi output dan input untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien.
3)   Memberikan makanan porsi kecil tapi sering untuk  meningkatkan masukan nutrisi.
4)   Memberikan makan yang disukai pasien tetapi tidak berpantangan dengan penyakitnya agar  nafsu pasien bisa muncul kembali.
5)   Memberikan cairan IV sesuai indikasi untuk menambah masukan cairan dan nutrisi pada pasien
6)   Mengkolaborasi pemberian metoclopramide karena dapat mengurangi perasaan ingin muntah dan mual, Ranitidine dapat meningkatkan penghambat sekresi asam lambung lebih banyak.
7)   Hasil evaluasi tindakan dalam diagnosa ini adalah masalah teratasi sebagian karena pasien mengatakan masih mual tetapi sudah berkurang, dan pasien mengatakan   sudah mempunyai nafsu makan
3.  Gangguan pola tidur  b/d nyeri
1)   Diagnosa ini muncul karena pasien mengatakan sering terjaga ditengah malam dengan frekwensi ± 4 kali karena rasa nyeri yang dirasakan.
2)   Melakukan kajian gangguan tidur untuk memberikan dasar dalam menentukan rencana keperawatan
3)   Menganjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur untuk meningkatkan tidur
4)   Memberikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan untuk meningkatkan tidur  agar klien dapat tidur dengan terang
5)   Menyusun rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur dan mengurangi nyeri untuk membangkitkan rasa mengantuk karena tubuh akan rileks
6)    Berkolaborasi pemberian antrain untuk mengurangi nyeri.
7)   Hasil evaluasi tindakan dalam diagnosa ini adalah masalah teratasi sebagian karena pasien sudah mengatakan bisa  tidur dan beristirahat.
8)   Maka dalam diagnosa yang keempat perawat akan melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah ada.



BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. E dengan diagnosa gastritis di Ruang Interna RSUD Dr. Haryoto Lumajang. Dalam keadaan tersebut muncul beberapa permasalahan yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia yaitu perubahan rasa nyaman (nyeri), nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gangguan pola tidur. Untuk dapat mengatasi hal tersebut perlu dilakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Dalam tahap pengkajian dibutuhkan data yang lengkap sehingga diperlukan tekhnik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien, sehingga klien mau memberi informasi yang akurat pada perawat. Data  - data yang akurat dari klien dapat digunakan untuk mengetahui masalah keperawatan yang dialami klien untuk kemudian menentukan rencana tindakan keperawatan selanjutnya. Dalam menentukan rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan keperawatan keterlibatan keluarga sangat dianjurkan untuk ikut serta menetapkan tujuan dan memutuskan intervensi yang perlu dilakukan sesuai kondisi klien, supaya dalam pelaksanaannya berjalan dengan lancar sepadan dengan rencana perawatan. Diperlukan evaluasi keadan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai diagnosa yang keluar.
Tindakan pendokumentasian asuhan keperawatan oleh  perawat penting sebagai sarana komunikasi antar perawat dalam menangani klien. Dan merupakan aspek legal yang dapat dipertanggung jawabkan dari setiap tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat, sehingga dalam proses hukum yang berhubungan dengan undang-undang kesehatan akan terlindungi dari tuntutan atau hukuman yang dapat merugikan semua pihak. Oleh karena itu penyusunan ini harus jelas, lengkap, sistematis, berkesinambungan dan dapat dimengerti oleh pelaksana asuhan keperawatan yang lain. Demikian pula perawat harus memahami dan mengerti mengenai batas-batas hukum pelaksanaan praktek keperawatan dan hak-hak klien yang perlu dijunjung tinggi.
Dari penyusunan secara menyeluruh tentang makalah farmakologi  didapatkan beberapa hal mengenai penyakit gastritis:
1.      Penyusunan makalah ini dapat  memberikan tambahan pengetahuan pada klien mengenai penyakit gastritis yaitu :
1)       Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001).
2)       Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 , yaitu
(1)   Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis
(2)   Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosalambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).
3) Penyebab atau etiologi  akan dijelaskan menurut jenis gastritisnya ( akut, Kronis)
(1) Etiologi Gastritis Akut
a)      Trauma yang luas, luka bakar luas, septicemia
b)      Operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati berat, renjatan, trauma kepala.
c)      Obat-obatan seperti aspirin, obat antiinflamasi, nonsteroid, kafein, alcohol, lada, cuka.
(2)   Gastritis kronik
a)      Aspek imunologis
b)      Aspek bakteriologi
c)      Factor lain yang juga dapat menyebabkan gastritis kronis adalah refluk kronik cairan pankreatobilier, asam empedu dan lisosetin, alcohol berlebih, teh panas dan merokok.



2.   Dari penyusunan makalah ini juga memberikan suatu gambaran dalam penyusunan asuhan keperawatan yang memenuhi semua syarat dan dapat diterapkan secara koprehensif dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan benar.
3.   Dari penyusunan makalah ini juga dapat memberikan informasi mengenai efek samping yang ditimbulkan dari beberapa obat yang digunakan antara lain :
1)      Cefotaxime
a.       Gangguan saluran cerna : anoreksia, diare, nausea, muntah, sakit perut dan colitis.
b.      Pada keadaan inflamasi intestinal yang disebabkan oleh pemberian antibiotic cefotaxime ini  akan membahayakan jiwa penderita, sehingga pemberian cefotaxime harus segera dihentikan dan dokter harus memberikan pengobatan awal yang tepat. Sebaiknya dihindari pemberiaan obat-obatan yang dapat menghambat peristaltic usus.
c.       Perubahan hematology : neutropenia, lekopenia, granulositopenia, trombositopenia, agranulositopenia.
d.      Agar dilakukan monitoring terhadap blood count untuk pengobatan lebih dari 10 hari.
e.       Reaksi hipertensif : ruam (makulopapuler atau erythomotous), pruritus, demam dan eosinofilia.
f.       Nefritis interstisial, dapat terjadi shok anafilaksis yang dapat mengancam jiwa penderita dan membutuhkan tindakan darurat untuk mengatasinya.
g.      Efek local : terjadi pada tempat penyuntikan. Pada pemberian IV dapat menyebabkan flebitis dan tromboflebitis, dan pemberian IM menyebabkan kesakitan, indurasi dan nyeri tekan pada tempat penyuntikan.
h.      Efek terhadap ginjal : peningkatan sementara konsentrasi kreatinin serum dan atau BUN, alanin aminopeptidase urine (merupakan indikasi adanya kerusakan sesaat dari tubular).
i.        Efek samping lain (jarang terjadi) :
j.        Peningkatan sementara konsentrasi SGOT, SGPT, LDH, bilirubin dan alkalin fosfatase dalam serum, sakit kepala.
2)      Metoclopramide   
Efek samping yang mungkin terjadi yaitu sembelit,diare, mengantuk, gejala ekstrapiramidal, lelah berlebihan, dan gelisah.
3)      Ranitidine
a.       Kadang – kadang terjadi nyeri kepala, malaise, mialgia, mual dan pruritus.
b.      Konstipasi, pusing, sakit perut.
c.       Konfusion, hiperprolektimia, gangguan fungsi seksual, hepatitis.
d.      Rasa sakit didaerah penyuntikan pada pemberian i.m
e.       Rasa terbakar pada pemberian i.v.
4)      Antrain
Untuk meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik operasi.
     
5.2  Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya perawat tidak hanya melihat segi fisiologisnya saja, tetapi juga psikologis pasien sehingga proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.

0 komentar:

Post a Comment

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget