BAB
1
PENDAHULUAN
1.
1. Latar Belakang
Gastritis
atau yang umum dikenal dengan sebutan Maag adalah penyakit yang sering
terjadi di masyarakat, namun begitu penyakit ini sering diremehkan dan
disepelekan oleh penderitanya. Pada kenyataannya, penyakit gastritis tidak bisa
diremehkan. Gastritis adalah penyakit pencernaan pada lambung yang dikarenakan
oleh produksi asam lambung yang berlebihan. Hal ini mengakibatkan imflamasi
atau peradangan dari mukosa lambung. Penderitanya merasa akan merasa perutnya perih
dan mulas di daerah sekitar ulu hati. Jika hal ini dibiarkan dan diabaikan
berlarut-larut maka akan memicu erosi mukosa lambung. Dalam beberapa kasus
gastritis dapat menyebabkan bisul (ulkus) pada lambung dan peningkatan kanker
perut.
Pada
tahun 2004 penyakit gastritis menempati urutan ke 9 dari 50 peringkat utama
pasien rawat jalan di rumah sakit seluruh Indonesia dengan jumlah kasus 218.500
(yanmed DEPKES RI http://bank data depkes.go.id/data).
Kejadian
penyakit gastritis meningkat sejak 5-6 tahun terakhir dan menyerang laki-laki
lebih banyak daripada wanita. Laki-laki lebih banyak mengalami gastritis karena
kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok. Faktor-faktor lain yang
berkaitan dengan sakit maag antara lain adalah riwayat keluarga yang menderita
sakit maag, kurangnya daya mengatasi atau adaptasi yang buruk terhadap stres.
Maka peran
perawat sangatlah penting dalam pencegahanya maupun pemberian terapi agar tidak
timbul komplikasi dan keadaan yang dapat memperparah keadaan klien, yaitu
dengan cara penyuluhan tentang pentingnya menjaga pola makan serta menghindari
segala resiko yang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Dari uraian di
atas maka perawat sangatlah penting untuk menghadapi dampak yang muncul. Sehingga dengan menggunakan 5
tahapan yang proses keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif dan
berkesinambungan diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut
pada klien.Atas dasar uraian tersebut,
maka penulis sangatlah tertarik dalam hal membuat sebuah makalah dengan judul “
Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan " Gastritis "di Ruang Interna RSUD
dr. Haryoto Lumajang ”.
1. 2. Batasan Masalah
Berdasarkan
diagnosa medis “ Gastritis “ pada Tn. E maka penulis membatasi masalah asuhan
keperawatan pada Tn. E dengan Gastritis dengan mengamati efek obat yang
diberikan. Dalam hal ini penulis tidak melakukan asuhan secara langsung namun
hanya sebagai observer.
1. 3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk
mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Gastritis
beserta terapi dan pelaksanaanya.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.
Untuk
memperoleh tambahan pengetahuan mengenai Gastritis pada Tn. E di Ruang Interna
RSUD dr. Haryoto Lumajang
2.
Untuk
memberikan asuhan keperawatan pada Tn. E di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto
Lumajang dengan Gastritis
3.
Untuk
mengetahui efek samping dan efek terapiutik dari obat – obat yang berhubungan
dengan gastritis pada Tn. E di Ruang Interna RSUD dr. Haryoto
Lumajang.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.
1. Konsep Dasar
2.
1. 1Definisi Gastritis
Gastritis
adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang
dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001).
Gastritis
adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan
makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti
alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000).
Gastritis
berarti peradangan mukosa lambung.Peradangan dari gastritis dapat hanya
superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada
kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir
lengkap.Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan
ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri
(Guyton, 2001).
2.1.2 Jenis Gastritis
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 , yaitu
1) Gastritis
akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering
dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut
erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis
2) Gastritis
kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian
permukaan mukosalambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).
Gastritis kronis adalah suatu
peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri
helicobacter pylori (Brunner dan
2.1.3 Etiologi
Penyebab atau etiologi
akan dijelaskan menurut jenis gastritisnya ( akut, Kronis)
1. Etiologi Gastritis Akut
Penyebab penyakit ini antara lain :
1)
Dapat
terjadi tanpa diketahui
2)
Gastritis
erosive merupakan salah satu gastritis akut yang disebabkan oleh: (1) Trauma
yang luas, luka bakar luas, septicemia
(2)
Operasi
besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati berat, renjatan, trauma kepala.
(3)
Obat-obatan
seperti aspirin, obat antiinflamasi, nonsteroid, kafein, alcohol, lada, cuka.
2. Gastritis
kronik
1)
Aspek
imunologis
Dapat dilihat dari ditemukannya autoantibody terhadap
factor intrinsik lambung dan sel partial pada pasien dengan anemia pernisiosa.
Kasus ini jarang ditemukan.
2)
Aspek
bakteriologi
Salah satu bakteri penyebab gastritis adalah “ Helicobacter
pylori” dan sering dijumpai berbentuk gastritis kronis aktif autrum.
3)
Factor
lain yang juga dapat menyebabkan gastritis kronis adalah refluk kronik cairan
pankreatobilier, asam empedu dan lisosetin, alcohol berlebih, teh panas dan
merokok.
2.1.4
Patofisiologi
2.1.4.1 Gastritis
Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena
stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol,
makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada para yang
mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis
NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam klorida
(HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam lambung
akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.
Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Sedangkan
mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar
tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan
sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel
mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi
HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan
produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan
rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh karena kontak
HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat
penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada
sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya
perdarahan.
Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup
penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena
proses regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu
24-48 jam setelah perdarahan.
2.1.4.2 Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang
berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan
terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar
epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel
chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun
dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa
sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif.
Organisme ini menyerang sel permukaan
gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan
muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan
tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan
mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa
yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya
juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan
gerakan peristaltik tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada
lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan
pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah
ini akan menimbulkan perdarahan
2.1.5 Manifestasi klinik
2.1.5.1 Gastritis akut :
Sindroma dispepsia
berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan
yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis
melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya
jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan
atau bahan kimia tertentu.
2.1.5.2 Gastritis Kronis :
Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian
kecil mengeluh nyeri uluhati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik
tidak dijumpai kelainan.
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Gastritis Akut :
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut
adalah perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan
melena, dapat berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA,
perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir
sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar 100%
pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan denganendoskopi
2.1.6.2 Gastritis Kronis :
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat
menyebabkan peptic ulcers dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis
kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi
penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel
di dinding lambung.
2.2
Prinsip-prinsip pemberian obat
1. Benar Pasien
Sebelum obat
diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur,
gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika
pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri
akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain
seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu
diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2. Benar Obat
Obat memiliki
nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing
(baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi
apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi
obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga
kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak
obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh
dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien
meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat
harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan
kerjanya.
3.
Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa
dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis
resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan
dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun
tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya
ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron
dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga
1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti !
4.
Benar
Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang
berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan
umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat,
serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual,
parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
1)
Oral, adalah
rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis,
paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
2)
Parenteral,
kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron
berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran
cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
3)
Topikal, yaitu
pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim,
spray, tetes mata.
4)
Rektal, obat
dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal
seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar
/ kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih
cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak
semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
5)
Inhalasi,
yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel
untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat
secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent,
berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
Ini sangat
penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau
mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan,
untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan.
Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat
yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan,
dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak
meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan
dilaporkan.
2.3 Teknik
pemberian obat
Parenteral
a. Intracutan
(IC)
1.
Bersihkan
daerah suntikan secara melingkar dengan teknik steril.
2.
Masukkan
jarum menungging dengan sudut 15°.
3.
Suntikkan
obat perlahan sampai berbentuk gelembung.
4.
Angkat jarum perlahan.
5.
Jangan
gosok daerah suntikan, minta pasien jangan melakukan hal itu.
6.
Periksa
reaksi alergi dalam 24 – 72 jam.
b. Subkutan (SC)
1.
Bersihkan
daerah suntikan secara melingkar dengan teknik steril.
2.
Cubitlah kulit.
3.
Masukkan
jarum sesuai ukuran tubuh 45° - 90°.
4.
Suntikkan
obat dengan cepat, jangan tutup kembali.
5.
Gosok
daerah suntikan dengan lembut.
c. Intramuscular (IM)
1.
Teknik
yang sama seperti suntikan subcutan (SC).
2.
Yang
diperhatikan adalah jarum yang masuk dengan membentuk sudut 90° ke dalam otot.
d. Intravena (IV)
1.
Pasang tourniquet.
2.
Bersihkan
daerah suntikan dengan teknik aseptik
3.
Masukkan
kateter/butterfly, tusuk ke dalam vena sampai daerah masuk, lepaskan torniquet.
4.
Stabilkan
jarum dan beri kasa pada tempat tersebut.
5.
Pantau
kecepatan aliran, denyut dadi di bagian distal, warna dan suhu kulit dan tempat
insersi.
6.
Lihat
peraturan yang dipakai dalam penambahan obat ke dalam botol atau dotongan
intravena.
2.4 DAFTAR OBAT
2.4.1 Cefotaxime
a. Komposisi
CEFOTAXIME 500 mg
Tiap vial mengandung :
Cefotaxime
sodium setara dengan_cefotaxime 500
mg
CEFOTAXIME
1 g
Tiap vial mengandung :
Cefotaxime sodium setara dengan cefotaxime 1.000 g
b. Farmakologi
Cefotaxime merupakan antibiotic golongan sefalosporin yang
mempunyai aktifitas menghambat sintesis mukopeptida dalam dinding sel bakteri.
Spektrum
Berdasarkan aktifitasnya, cefotaxime
diklasifikasikan dalam sefalosporin generasi ke-3. Seperti sefalosporin
generasi ke-3 lainnya, cefotaxime umumnya secara in vitro kurang
aktif terhadap sthapilococcus dibandingkan dengan sefalosporin generasi
pertama, tetapi memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram
negative dibandingkan dengan generasi satu dan dua. Umumnya cefotaxime
aktif secara in vitro terhadap mikroba dan infeksi klinik sebagai
berikut.
Kuman gram positif aerob
Pada konsentrasi ≤ 0,5 µg/ml, secara in vitro
cefotaxime menghambat beberapa strain dari streptococcus pneumoniae,
group Aβ-hemolytic
streptococci (streptococcus pyogenes) dan group B streptococci
(S. agalactiae). Pada konsentrasi ≤ 4 µg/ml, secara in vitro cefotaxime
menghambat beberapa strain S. aureus penghasil penisilinase. Hampir
semua strain staphylococci yang resisten terhadap penisilinase (seperti
metisilin) resisten juga terhadap cefotaxime. Beberapa strain viridians
streptococci akan dihambat oleh cefotaxime pada konsentrasi ≤ 4
µg/ml.
Kuman gram negatif
Citrobacter freundi, C. diversus; Enterobacter aerogenes, E. cloacea; Escherichia
coli; Klebsiella pneumoniae, K. oxytoca; Morganellamorganii
(terutama proteus morganii); proteus mirabilis, P. rettgeri, P. vulgaris;
providencia; Salmonella; Serratia marcescent; Shigella spp; Yersinea
enterocolitica; pseudomonasaeruginosa, Ps. malthopilia; Haemophilus
influenzae (termasuk strain yang resisten ampisilin); Neiseria
meningitides; Neiseria gonorhoeae (termasuk strain yang menghasilkan
penisilinase); Acinetobacter.
Kuman
anaerobik
Bacteriodesspp
(termasuk strain B. fragilis); Clostridium (termasuk strain C. perfringens);
Eubacterium; Fusobacterium; peptococcus; peptostreptococcus.
Resistensi
Karena
cefotaxime mengandung gugus a-syn-methoximino yang melindungi
cincin β-laktam dari hidrolisis oleh beberapa penisilinase dan sefalosporinase,
cefotaxime lebih resisten terhadap hidrolisis oleh beberapa β-laktaroase
daripada sefalosporin generasi pertama dan kedua.Cefotaxime pada umumnya
resisten terhadap hidrolisis oleh β-laktamase yang digolongkan sebagai
Richmond-Sykes tipe I, II, III, IV & V, dan beberapa penisilinase yang
dihasilkan oleh S. aureus.Walaupun begitu β-laktamase yang dihasilkan oleh B. fragilis
dan P. vulgaris secara perlahan-lahan dapat menghidrolisis cefotaxime.Richmond-Sykes
tipe I sefalosporinase yang dihasilkan oleh E. clocae dapat juga
menghidrolisis cefotaxime secara perlahan-lahan.
Indikasi
Infeksi - infeksi yang disebabkan oleh kuman yang
sensitive terhadap cefotaxime antara lain :
1.
Infeksi
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk pneumonia).
2.
Infeksi
kulit dan struktur kulit.
3.
Infeksi tulang dan sendi.
4.
Infeksi intra dan abdominal.
5.
Infeksi saluran kemih.
6.
Infeksi
pada alat kelamin wanita.
7.
Meningitis.
8.
Septikemia.
9.
Bakterimia.
10. Belum
tedapat data kilinis yang cukup untuk mendukung pengobatan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh salmonella typhi dan infeksi paratyphiA dan
B.
11. Tidak
efektif terhadap Treponema pallidum dan Clostridium difficile.
12.
Pada
infeksi parah dimana jiwa penderita terancam, kombinasi cefotaxime
dengan aminoglikosida dapat diberikan tanpa menunggu hasil tes sensitivitas.
Kedua sediaan tersebut harus diberikan secara terpisah, tidak dicampur dalam
satu syringe.
13.
Infeksi
kerena pseudomonas aeruginosa memerlukan pengobatan dengan antibiotic
lain yang efektif terhadap pseudomonas.
Kontraindikasi
1.
Penderita
yang hipersensitif terhadap antibiotika sefalosporin.
2.
Pada
penderita yang hipersensitif terhadap penisilin, kemungkinan terjadinya reaksi
silang harus dipikirkan.
Dosis
1.
Kecuali dinyatakan lain, dosis untuk
orang dewasa dan anak di atas 12 tahun adalah 1 g setiap 12 jam.
2.
Pada
infeksi sedang sampai berat 1-2 g setiap 6-8 jam.
3.
Pada
infeksi berat atau membahayakan diperlukan 2 g setiap 4 jam.
4.
Dosis
maksimum yang dianjurkan adalah 12 g per hari.
5.
Untuk
pencegahan infeksi yang terjadi setelah operasi : 1 g IM atau IV 30-90 menit
sebelum pembedahan.
6.
Pada
kasus operasi caesar : 1 g IV segera setelah umbilical cord
diklem, kemudian 1 g IM atau IV 6 dan 12 jam setelah dosis pertama.
•
Untuk
pengobatan gonore tidak terkomplikasi pada orang dewasa, diberikan cefotaxime
1,0gr sebagai dosis tunggal secara IM.
•
Untuk
melawan bakteri yang kurang sensitive, dosis dapat ditingkatkan.
•
Pasien
harus diperiksa terhadap inveksi sifilis sebelum pengobatan dimulai.
Jenis
infeksi
|
Dosis
harian
|
Frekuensi
dan rute pemberian
|
Gonore
|
1 g
|
1 g IM (dosis
tunggal)
|
Infeksi tidak
terkomplikasi
|
2 g
|
1 g tiap 12 jam
(IM/IV)
|
Infeksi sedang sampai
berat
|
3-6 g
|
1-2 g tiap 8 jam
(IM/IV)
|
Infeksi pada umumnya membutuhkan antibiotic dengan
dosis yang lebih besar
|
6-8 g
|
2 g tiap 6-8 jam (IV)
|
Infeksi yang mengancam jiwa penderita
|
Sampai 12 g
|
2 g tiap 4 jam (IV)
|
Anak-anak
1.
Jika
tidak dinyatakan lain bayi dan anak-anak sampai 12 tahun diberikan 50-100 mg/kg
BB/hari.
2.
Diberikan
dalam dosis terbagi dengan interval waktu 6-12 jam.
3.
Untuk
kasus tertentu dimana timbul infeksi yang dapat mengancam jiwa penderita, dosis
perhari adalah 150-200 mg/kg BB.
4.
Karena
klirens renal pada bayi premature belum berkembang sempurna, maka dosis per
hari tidak boleh lebih dari 50 mg/kg BB.
Penderita gangguan ginjal
Pada penderita dengan bersihan kreatinin > 20 ml/menit
per 1,73 m : tidak perlu modifikasi dosi lazim. Pada penderita dengan bersihan
kreatinin < 20 ml/menit per 1,73 m : perlu dilakukan modifikasi dosis
dan/atau frekuensi pemberiaan tergantung pada tingkat kegagalan ginjalnya.
Dianjurkan untuk menurunkan dosis menjadi ½ dari dosis lazim. Pada penderita
yang menjalani hemodialisis : 0,5-2 g diberikan dalam dosis tunggal per hari
dan dosis tambahan diberikan setelah setiap periode dialysis.
Lamanya pengobatan
Lamanya pengobatan berbeda-beda tergantung dari jenis
infeksi, tetapi pada umumnya pemberiaan obat ini harus diteruskan minimal 48-72
jam setelah penderita tidak demam (panas) atau pembasmian kuman infeksi
tercapai. Pengobatan infeksi karena group A β-hemolytic stertococci harus dilanjutkan selama 10 hari
untuk mengurangi resiko demam reumatik dan glomerulonefritis.
Petunjuk pemakaian :
Dalam wadah aslinya larutan akan stabil secara fisik dan
kimia selama 24 jam pada suhu ruangan (atau 10 hari pada suhu ≤ 5°C). larutan
harus dipakai segera setelah disiapkan. Warnanya berkisar antara kuning muda
dan merah coklat, tergantung dari kadar dan lamanya penyimpanan. Perubahan
warna menunjukkan hilangnya potensi dari obat tersebut.
Pembuatan larutan Cefotaxime-Na steril
Cefotaxime 500 mg : digunakan untuk pemberiaan IM atau IV dilarutkan
dengan paling sedikit 2 ml aqua pro injeksi. Bila dosis perhari lebih dari 100
mg/kg bobot badan atau bila cefotaxime 500 mg disuntikkan lebih dari dua
kali/hari, dianjurkan diberikan secara IV.
Cefotaxime 1 g : digunakan untuk pemberiaan IM atau IV dilarutkan
dengan paling sedikit 4 ml aqua pro injeksi. Rasa sakit karena penyuntikan
setelah pemberiaan IM dapat dihindarkan dengan mengeluarkan cetofaxime 1
g dalam 4 ml larutan lidokain 1%. Bila dosis perhari lebih dari 2 g atau lebih cefotaxime
1g disuntikkan lebih dari 2 kali/hari, dianjurkan diberikan secara IV.
Suntikan intravena
Disuntikkan secara langsung ke dalam vena dalam waktu 3-5
menit atau secara perlahan-lahan ke dalam tabung larutan IV yang cocok.
Rekonstitusi isfuse dengan 50 ml atau 100 ml injeksi NaCl 0,9% atau injeksi
dekstrosa 5%, kocok hingga larut. Pada umumnya suntikan dalam waktu 20-30
menit.
Suntikan intramuskuler
Rekonstruksi vial dengan aqua steril pro injeksi atau
aqua bakteriostatik proinkeksi, kocok hingga larut. Disuntikkan ke dalam masa
otot yang besar seperti gluteus maximus; lakukan aspirasi untuk mencegah
penyuntikan kedalam pembuluh darah.
Efek
samping :
1.
Gangguan saluran cerna : anokresia,
diare, nausea, muntah, sakit perut dan colitis.
2.
Pada keadaan inflamasi intestinal yang
disebabkan oleh pemberian antibiotic cefotaxime ini akan membahayakan jiwa penderita, sehingga
pemberian cefotaxime harus segera dihentikan dan dokter harus memberikan
pengobatan awal yang tepat. Sebaiknya
dihindari pemberiaan obat-obatan yang dapat menghambat peristaltic usus.
3.
Perubahan hematology : neutropenia,
lekopenia, granulositopenia, trombositopenia, agranulositopenia.
4.
Agar
dilakukan monitoring terhadap blood count untuk pengobatan lebih dari 10 hari.
5.
Reaksi hipertensif : ruam (makulopapuler
atau erythomotous), pruritus, demam dan eosinofilia.
6.
Nefritis
interstisial, dapat terjadi shok anafilaksis yang dapat mengancam jiwa
penderita dan membutuhkan tindakan darurat untuk mengatasinya.
7.
Efek
local : terjadi pada tempat penyuntikan. Pada pemberian IV dapat menyebabkan
flebitis dan tromboflebitis, dan pemberian IM menyebabkan kesakitan, indurasi
dan nyeri tekan pada tempat penyuntikan.
8.
Efek
terhadap ginjal : peningkatan sementara konsentrasi kreatinin serum dan/atau
BUN, alanin aminopeptidase urine (merupakan indikasi adanya kerusakan sesaat
dari tubular).
9. Efek
samping lain (jarang terjadi) :
10.
Peningkatan sementara konsentrasi SGOT, SGPT, LDH, bilirubin dan alkalin
fosfatase dalam serum, sakit kepala, agitasi, konfusi, kelelahan dan
berkeringat pada malam hari.
Peringatan
dan perhatian
1.
Pada
pengobatan dengan cefotaxime, seperti antibiotika sefalosporin lainnya, reaksi
alergi tidak dapat dihindarkan.
2.
Pada
penggunaan cefotaxime jangka panjang dapat mengakibatkan pertumbuhan
beberapa organisme yang nonsusceptible terutama candida dan pseudomonas.
Vaginitis dan moniliasis dapat terjadi pada kurang dari 1%
penderita yang menggunakan cefotaxime. Selama pemakaian cefotaxime,
strain resisten dari beberapa organisme dapat berkembang, terutama, Enterobacter,
Ps. Aeruginosa dan serratia. Harus dilakukan pengamatan yang
seksama terhadap pemakai cefotaxime. Bila terjadi
superinferksi, lakukan pengobatan yang sesuai.
3.
Pada
penderita dengan riwayat penyakit saluran pencernaan, Cefotaxime dapat
menyebabkan colitis.
4.
Keamanan
penggunaan cefotaxime selama masa kehamilan belum dibuktikan,
penggunaannya hanya bila sangat diperlukan.
5.
Penelitian
reproduksi pada mencit dan tikus dengan dosis 30 kali dosis lazim pada manusia
tidak menunjukkan adanya gangguan fertilitas atau kerusakan janin.
6.
Karena
cefotaxime didistribusikan kedalam air susu ibu, sebaiknya berhati-hati
bila obat ini digunakan pada wanita yang sedang menyusui.
7.
Seperti
halnya antibiotic sefalosprorin lainnya, cefotaxime menyebabkan hasil
positit palsu pada penentuan glukosa urine yang menggunakan kupri sulfat
(Benedict) dan akan meningkatkan konsentrasi keatinin serum atau urin. Dapat
juga menyebabkan tes antiglibulin (coombs’) positif langsung.
8.
Jika
kombinasi dengan antibiotic golongan aminoglikosida, agar dilakukan pemeriksaan
fungsi ginjal.
9.
Jika
dibutuhkan dosis yang lebih besar, gunakan sediaan serbuk kering injeksi 2 g,
sedangkan untuk bayi dan bayi premature serta anak-anak digunakan sediaan 0,5
g.
Perhatian farmasetik :
Cefotaxime sebaiknya jangan dicampur dalam spuit dengan antibiotic
aminoglikosida.
Interaksi obat :
1.
Penelitian
in vitro menyebutkan bahwa aktifitas anti bakteri cefotaxime dan aminoglikosida
bersifat aditif atau sinergis terhadap beberapa organisme termasuk beberapa
strain Ps. Aeruginosa dan S. Marcescens. Walaupun begitu sifat sinergisme tidak
dapat diramalkan dan sifat antagonis dapat juga terjadi bila cefotaxime
dikombinasi dengan aminoglikosida.
2.
Pemberian
bersama-sama dengan probenesid akan meningkatkan konsentrasi cefotaxime dalam
serum.
3.
Memberikan reaksi tes coombs’ positif
palsu.
2.4.2 RANITIDIN
Komposisi
Tiap
tablet salut selapit mengandung ranitidine hydrocloride setara dengan 150 mg
ranitidine base, tiap ml injeksi mengandung ranitidine hydrocloride setara
dengan 25 mg ranitidine base.
Cara Kerja Obat
Ranitidine adalah
antihistamin penghambat reseptor H2 ( AH2 ). Rangasangan reseptor H akan
merangsang sekresi asam lambung. Dalam menghambat reseptor H2 raniridine
berkerja cepat, spesifik dan rebersible melalui pengurangan volume dan kadar
ion hidrogen cairan lambung. Ranitidine juga meningkatkan penghambatan sekresi
asam lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Pada pemberian
oral, ranitidine diabsorbsi engan cepat dan lengkap, tetapi sedikit berkurang
bila ada makanan atau atasida. Pemberian dosis tunggal 150mg ranitidine, kadar
puncak dalam darah akan tercapai1 – 2 jam setelah pemberian, waktu paruh kira –
kira 3 jam dan lama kerja sampai 12 jam. Ranitidine disekresi terutama bersama
urin dalam bentuk utuh 30 persen an metanolitnya, serta kecil bersama feces.
Indikasi
Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan
deudenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis
seperti pada sindroma zollinger ellison, hipersekresi pasca bedah.
Dosis Dan Cara Pemberian
Terapi oral
Dewasa : tukak lambung, deudenum dan refluks esofagitis,
sehari 2 kali 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet menjelang tidur malam,
selama 4 – 8 minggu.
Untuk hipersekresi patologis sefari 2 – 3 kali 1 tablet.
Bila keadaan parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6
tablet pada malam hari. Pada penderita ganguan fungsi ginjal dan klirens
kreatinin kurang dari 50mg/menit, dosis sehari 1 tablet.
Dosis untuk anak – anak belum mantap.
Terapi parenteral
Diberikan i.m atau i.v atau infus secara perlahan atau
intermiten untuk penderita rawat inap dengan kondisi hipersekretori patologik
atau tukak usus duabelas jari yang tidak sembuh – sembuh, atau bila terapi oral
tidak memungkinkan.
Dosis dewasa :
Injeksi i.m atau i.v intermiten : 50mg setiap 6 – 8 jam.
Jika diperlukan, obat dapat diberikan lebih sering, dosis tidak boleh melebihi
400mg sehari.
Jika ranitidine ddiberikan secara infus, 150mg ranitidine
diinfuskan dengan kecepatan 6,25mg/jam selama lebih ari 24 jam ; pada penderita
dengan sindrom zollinger – ellison atau kondisi hipersekretori lain, infus
selalu dimulai kecepatan 1mg/kg per jam. Jika setelah 4 jam penderita masih,
atau jika sekresi asam lambung lebih besar dari 10mEq/jam, dosis ditambah
0,5mg/kg per jam, lalu ukur kembali sekresi asam lambung. Pada penderita gagal
ginjal dengan klirens kreatinin kurang dari 50 menit, dosis I.M atau jika
diperlukan, ubah dengan hati – hati interval dosis dari setiap 24 jam menjadi
setiap 12 jam.
Cara pemberian :
1. Injeksi secara i.m tidak perlu diencerkan
2. Injeksi i.v intermiten 50mg ranitidine tiap 6 – 8 jam diencerkan
dengan larutan natrium klrorida 0,9% atau larutan imv lain yang cocok sampai
didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 2,5mg/ml (total volume 20ml) dan
kecepatan injeksi tidak melebihi 4ml per menit waktu seluruhnya tidak kurang
dari 5 menit.
3. Infus intermitten 500mg ranitidine tiap 6 – 8
jam diencerkan oleh larutan dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok sampai
didapat konsentrasi tidak lebih besar dari 0,5mg/ml (total volune 100 L)
kecepatan infus tidak lebih dari 5 – 7 ml per menit (waktu seluruhnya 15 – 20
menit).
4. Infus 150 mg ranitidine diencerkan dalam
250ml dextrose 5% atau larutan i.v lain yang cocok dan diinfuskan dengan
kecepatan 6,25mg/jam selama 24jam. Untuk penderita sindroma Zollinger-Ellison
atau hipersekretori lain, ranitidine injeksi harus diencerkan dengan dextrose
5% atau larutan i.v lain yang cocok dan kecepatan ini harus disesuaikan dengan
keadaan penderita. Karena ranitidine ikut terdialisa, maka pemberian harus
disesuaikan sehingga bertepatan dengan akhir hemodialisis.
Peringatan dan perhatian
1. Keamanan
pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum dapat dipastikan.
2. Pemberian harus hati – hati pda pasien dengan
ganguan fungsi ginjal.
3. Pemberian
ranitidine pada penderita keganasan lambung dapat menutupi gejala – gejala ini
:
1)
Keamanan
dan efektifitas pada anak – anak belum dapat dipastikan (estabilised)
2)
Pengobatan
penunjang akan mencegah kembuhnya tukak (ulkus) tetapi tidak mengubah jalanya
penyakit sekalipun pengobatan penunjang terutama diberikan bila kambuhnya tukak
(ulkus) berat dan sering, serta apabila pembedahan akan membahayakan penderita.
Karena usia atau adanya penyakit yang menyertai.
3)
Hindari
pengunaan pada penderita yang memilikiporfiria akut.
Efek samping
1.
Kadang
– kadang terjadi nyeri kepala, malaise, mialgia, mual dan pruritus.
2. Konstipasi, pusing, sakit perut.
3. Konfusion, hiperprolektimia, gangguan fungsi
seksual, hepatitis.
4. Rasa sakit didaerah penyuntikan pada
pemberian i.m
5. Rasa terbakar pada pemberian i.v.
Kontra indikasi
Hipersesitifitas terhadap ranitidine.
Interaksi obat
1.
Diazepam,
propanolol, teofilin, dan warfarin dapat mengurangi aktifitas ranitidine.
2.
Midazolam,
fentanil, nifedipin, dapat menghambat metabolisme obat
3.
Pemakaian
antasida lokal bersama – sama dengan ranitidine dapat menurunkan absorsi
ranitidine, penderita yang diberi ranitidine jangan deberi antasida lain selama
1 jam selama satu jam setelah pemberian ranitidine. Pemakaian antimuskarinik
berasama – sama dengan ranitidine dapat meningkatkan efek penekanan sekresi
lambung tetapi mekanisme yang pasti belum diketahui.
2.4.3 METOCLOPRAMIDE
Komposisi
Tiap tablet mengandung metoclopramide hidroklorida setara
dengan 10 mg metoclorpamida.Tiap 5 ml sirup mengandung metoclopramide setara
dengan 5 mg metocloparamida.
Cara kerja obat : metoclorpramida marupakan suatu senyawa baru golongan
BENZAMIDE. Metoclorpramida mempercepat peristaltik esofagus dan lambung,
meningkatkan tonus spingter kardia dan mempercepat pengosongan lambung,
mempunyai efek anti emetik dan dapat merangsang sekresi prolaktin.Metoclorpramide
diabsorbsi dengan cepat dari saluran cerna dan diekskresikan melalui air seni
sebagai bentuk bebas, bentuk terkonjunggasi dan sebagai metabolit.
Indikasi
Untuk meringankan atau mengurangi simtom diabetik
gastroparesis akut dan yang kambuh kembali. Menanggulangi mual, muntah
metabolik karena tarapi kanker dan sesudah operasi. Rasa terbakar yang
disebabkan refluks esofagitis. Tidak untuk mencegah motion sickness.
Dosis dan cara pemberian :
Dewasa :
1.
Tablet
: sehari 3x ½ sampai tablet diberikan 30 menit sebelum makan atau sebelum
tidur.
2.
Sirop
: sehari 3x sehari 1-2 sendok the
diberikan 30 menit sebelum makan dan sebelum tidur.
3.
Injeksi
:
1)
Pengobatan
simtom diabetik gastrik states. 10 mg ( 1@ ) metoclorpramida 30 menit sebelum
makan dan sebelum tidur malam selama 2 – 8 minggu.
2)
Pencegahan
mual dan muntah pada terapi kanker. Untuk dosis 10 mg, methoclropramida
injeksi, dilarutkan dalam larutan parenteral diberikan secara I.V ( selama tidak kurang dari 16 menit )
30 menit sebelum terapi dan diulang tiap 2 jam untuk 2 dosis.
3)
Pencegahan
mual muntah paska operasi : 10mg metoclorpramida injeksi ( I.M ) sesaat sebelum
operasi berakhir.
Anak – anak 5 – 14 tahun
1.
Tablet
: sehari 3x ¼ - ½ tablet diberikan 30 menit sebelum makan atau sebelum tidur.
2.
Sirop
: 0,5mg per kg bb, dibagi dalam beberapa dosis. Diberikan 30 menit sebelum
makan atau sebelum tidur.
Peringatan dan Perhatian :
Sebaiknya tidak diberikan pada trismester pertama
kehamilan karena belum terbukti keamanannya. Dosis harap dikurangi pada
penderita dengan ganguan ginjal karena dapat meningkatkan gejala
ekstrapiramidal. Hati – hati bila diberikan pada orang lanjut usia dan anak
kecil. Hati – hati pemakaian pada wanita hamil, menyusui dan pasien yang
membutuhkan kewaspadaan dalam menjalankan aktifitasnya seperti mengendarai
kendaraan bermotor atau menjalankan mesin. Penderita yang hipersensitif
terhadap prokainamida kemungkinan juga hipersensitifitas terhadap obat ini.
Efek samping :
Efek samping yang mungkin terjadi yaitu sembelit,diare,
mengantuk, gejala ekstrapiramidal, lelah berlebihan, dan gelisah.
Kontraindikasi :
Penderita epilepsi, perdarahan gastrointestinal,
obstruksi mekanik atau perforasi, penderita feokromositoma. Penderita yang
hipersensitifitas terhadap obat ini.
Interaksi obat :
Antagonis terhadap kerja dari obat – obat golangan
antikolinergik dan analgesik narkotik. Mamperberat efek sedaktif bila diberikan
bersama – sama dengan alkohol, hipotonik, sedatif, narkotik, atau tranqulizer.
Meningkatkan absorbsi dari parasetamol, tetrasiklin, favodopa, etanol,
siklosporin dan dapat menurunkan absorbsi dari digoksin. Hindari pemberian
dengan golongan fenotiazin karena akan meningkatkan resiko terjadinya reaksi
ekstrapiramida. Penyimpanan, simpan ditempat yang sejuk dan kering terlindungi
dari cahaya.
Kemasan :
1.
Metoclopramide
10mg tablet, kotak 10 strip @ 10 tablet
2.
Metoclopramide
5mg / 5ml sirop, botol 100ml
3.
Metoclopramide
5mg / ml injeksi, kotak 10 ampul @ 2ml.
2.4.4 ANTRAIN
Komposisi :
1.
Tablet
Tiap tablet mengandung :
Metamizole Na 500 mg
Tiap tablet mengandung :
Metamizole Na 500 mg
2.
Injeksi
Tiap ml mengandung:
Metamizole Na 500 mg
Tiap ml mengandung:
Metamizole Na 500 mg
Cara Kerja Obat :
Metamizole Na adalah derivat
metansulfonat dari aminopirin yang mempunyai khasiat
analgesik. Mekanisme kerjanya adalah menghambat transmisi rasa sakit ke susunan
saraf pusat dan perifer. Metamizole Na bekerja sebagai
analgesik, diabsorpsi dari saluran pencernaan mempunyai waktu
paruh 1-4 jam.
Indikasi :
Untuk meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik operasi.
Untuk meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik operasi.
Kontra Indikasi :
1.
Penderita
hipersensitif terhadap Metamizole Na.
2.
Wanita
hamil dan menyusui
3.
Penderita
dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
4.
Bayi
di bawah 3 buian atau dengan berat badan kurang dari 5 kg.
Efek Samping :
1.
Reaksi
hipersensitivitas: reaksi pada kulitmisal kemerahan.
2.
Agranulositosis.
Peringatan / Perhatian :
1.
Tidak
untuk mengobati sakit otot pada gejala-gejala flu dan tidak untuk mengobati
rematik,lumbago,sakit punggung, bursitis, sindroma bahu lengan.
2.
Karena
dapat menimbulkan agranulositosis yang berakibat fatal, maka sebaiknya tidak
digunakan dalam jangka panjang.
3.
Hati-hati
pada penderita yang pernah
mengalami gangguan pembentukan darah/kelainan darah. gangguan
fungsi hati atau ginjal. Karena itu perlu dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan
darah pada penggunaan yang lebih lama dari penggunaan untuk mengatasi rasa
sakit akut.
4.
Pada
pemakaian jangka lama dapat menimbulkan sindrom neuropathy yang akan berangsur
hilang bila pengobatan dihentikan.
Interaksi Obat :
Bila Metamizole Na diberikan bersamaan dengan
Chlorpromazine dapat mengakibatkan hipotermia.
ATURAN
PAKAI :
Komplikasi
1.
Hemorrhagie
2.
Infeksi
3.
Edema
4.
Herniasi
Pemeriksaan Penunjang
1.
Laboratorium:
darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
2.
Rotgen
Foto
3.
Posterior
2.4.5 Infus RL (Ringer Laktat)
Komposisi
Setiap 1000 ml larutan mengandung :
1.
Natrium laktat C3H5NaO3
2.
Natrium klorida, NaCl
3.
Kalsium klorida, KCl
4.
Kalsium klorida CaCl2, 2H2O
Air
untuk injeksi adalah
•
Osmolaritas : 280 m O5m/L
•
Na :
130 m Eq/L Cl¯ : 111,7 m Eq/L
•
K+ :
5,4 m Eq/L Ca++ : 3,7 m Eq/L
•
Bicarbonat
(sebagai laktat) :
27,5 m Eq/L
Cara
kerja obat
1.Natrium klorida merupakan garam yang berperan penting
dalam pemeliharaan tekanan osmosis darah dan jaringan.
2.Kalium klorida merupakan garam terpilih untuk hipokalemia
yang disertai hipokloremia.
3.Natrium laktat merupakan garam yang dibutuhkan untuk
pelayanan darurat terhadap metabolic asidosis.
4.Kalsium klorida merupakan garam yang penting untuk
menjaga fungsi normal otot dan saraf.
Indikasi dan pemberian obat
Indikasi
1.
Sebagai
pengganti cairan tubuh yang hilang dalam keadaan asam basa dalam asidosis
ringan.
2.
Sebagai
pilihan utama untuk mengatasi kehilangan cairan dalam keadaan darurat.
3.
Terapi
pemeliharaan keseimbangan cairan pada keadaan praintra dan pasca operasi.
4.
Untuk
mengatasi dehidrasi cairan interstisial yang diberikan setelah pemberian
pengganti cairan koloid.
Cara pemberian
Injeksi intravena dengan kecepatan air yang dianjurkan
sebagai berikut : 2,5 ml/kg BB/jam yaitu sekitar 60 tetes/70 kgBB/menit atau
180 ml/70 kg BB/jam.
2.4.6
D5 (dekstrosa 5%)
Indikasi
1.
Infeksi
konsentrasi rendah(2,5-11,5 %) digunakan untuk hidrasi dan kalori
2.
Konsentrasi
yang lebih tinggi (sampai 70%) digunakan secara IV untuk mengatasi hipoglikemia
dan dalam kombinasi dan asam amino untuk memberikan kalori pada nutrisi
parenteral
3.
Bentuk
oralnya digunakan untuk mengatasi hipoglikemia pada pasien sadar
Kerja obat
Memberikan kalori,efek terapiutik,pemberian kalori
pencegahan dan pengobatan hipoglikemi
Farmakokinetik
1.
Absorbsi
: diabsorbsika dengan baik setelah pemberian oral
2.
Distribusi
: didistribusikan secara luas dan digunakan secara cepat
3.
Metabolisme
dan ekskresi : dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air bila ambang ginjal
terlampaui dekstrosan diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah oleh ginjal
4.
Waktu
paruh tidak diketahui
Kontra indikasi dan perhatian
1.
Dikontraindikasikan
pada alergi terhadap jagung larutan hipertensi (75%) tidak boleh diberikan pada
pasien dengan pendarahan SSI / amunia / gangguan beresiko dehidrasi
2.
Gunakan
secara hati-hati pada pasien yang diketahui menderita DM
3.
Alkoholik
kronik/pasien yang menderita manutrisi berat
BAB
III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.
1 DATA
DMK 1
Identitas klien :
Nama : Tn.E
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 26 Tahun
Alamat : Randuagung
Suku : madura
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Ruang : interna
Kelas : III
Tanggal MRS : 24
Mei 2013, jam 20.28 WIB
Diagnosa : Gastritis
MRS melalui : IGD
Lembar Catatan Harian Dokter
DMK 4
Nama
pasien : Tn. E
Tanggal
|
Jam
|
Keadaan
klinis pasien
|
Pengobatan
tindakan dokter
|
25-5-13
|
07.00
|
Panas 2 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )
,Batuk ( - )
Muntah ( - )
,Mual ( + )
T = 120/60, N = 80/menit, RR = 40x/menit,S = 38o C
Thorak
: S1 S2 tunggal
Perkusi
Rh – Wh –
Abd : flat
Ekstermitas : akral hangat
|
Terapi :
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj metoclopramide 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
-
Foto thorax
-
Pemeriksaan lab
|
|
|
|
|
26-5-13
|
07.00
|
KU
: lemah
Keasadaran
composmetis
Panas
( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )
,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
T
= 110/80, N = 76 x/mnt, RR :
32x/mnt S : 37,1o C
K/L : anemis -
,ikterus –
Cyanosis -
,Dyspneu +
Thorax : Rh -/-
Abd : nyeri epigastrik + ,BU +
Eks : akral hangat +
,oedem -
|
Terapi :
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
|
27-5-13
|
07.00
|
KU
: cukup
Kesadaran
composmetis
TD
: 120/70 S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Panas ( - ) ,mual ( - )
muntah ( - ) ,sesak ( - )
K/L : anemis -
,Ikterus –
Cyanosis -
,Dyspneu –
Thorax : gerak nafas simetris
RH
-/- Wh -/- ,S1 S2 tunggal
Abd
: BU + , nyeri epigastrik +
Eks
: akral hangat ,oedem -
|
Terapi :
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp Inj antrain 3 x 1 amp
|
Lembar Instruksi dan Laporan Perawat
Nama klien : Tn. E
DMK 5
Tgl/jam
|
Instruksi
Dokter
|
Tgl/jam
|
Laporan
Perawat
|
|
|
25-5-13
(07.15)
(13.00)
(19.15)
26-5-13
(07.15)
(13.00)
(19.15)
27-5-13
(07.15)
(13.00)
(19.00)
|
Panas 2 hari ini
,Nyeri ulu hati
Sesak ( + )
,Batuk ( - )
Muntah ( - )
,Mual ( + )
T = 120/60, N = 80/menit, RR = 40x/menit,S = 38o C
Ekstermitas : akral hangat
Terapi :
-
Infus RL 30 tts/menit
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj metoclopramide 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
-
Foto thorax, Pemeriksaan lab
KU : Lemah
Panas 2 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak
( + ) ,Batuk ( - )
Muntah
( - ) ,Mual ( + )
Terapi
Terapi :
-
Infus RL
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
KU : Lemah
Panas 1 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak
( + ) ,Batuk ( - )
Muntah
( - ) ,Mual ( + )
Terapi
:
-
Infus RL
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
KU
: lemah
Keasadaran
composmetis
Panas
( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )
,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
T
= 110/80, N = 76 x/mnt, RR :
32x/mnt S : 37,1o C
Terapi :
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
KU
: lemah
Keasadaran
composmetis
Panas
( + ) ,mual ( - )
muntah ( - )
,sesak ( + )
Nyeri ulu hati ( + )
Terapi:
-
Infus RL
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
-
O2 masker : 2lt/mnt
KU : Lemah
Panas 1 hari ini ,Nyeri ulu hati
Sesak
( + ) ,Batuk ( - )
Muntah
( - ) ,Mual ( + )
Terapi
:
-
Infus RL
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
KU
: cukup
Kesadaran
composmetis
TD
: 120/70 S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Terapi :
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj ranitidine 3x1 amp
-
Inj antrain 3 x 1 amp
KU
: cukup
Kesadaran
composmetis
TD
: 120/70 S : 36,8 oC
N : 88x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Mual (-)
Terapi:
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj antrain 3 x 1 amp
KU
: cukup
Kesadaran
composmetis
TD
: 120/70 S : 36,8 oC
N : 80x/menit
RR : 24 x/menit
Nyeri ulu hati ( + )
Mual (-)
Terapi:
-
Infus RL : D5% 2:1
-
Inj cefotaxime 3x1 gr
-
Inj antrain 3 x 1 amp
|
3. 2 Askep pada klien
3. 2. 1 Pengkajian
3.2.1.1 Identitas klien
a. Nama : Tn.E
Umur : 26 tahun
Alamat : Randuagung
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan : Smp
Suku/bangsa : Madura/Indonesia
MRS : 24 Mei 2013 / 20.28 WIB
Status : kawin
Tanggal
pengkajian : 25 Mei 2013, jam 06.40 WIB
Diagnosa medis : Gastritis Akut
3.2.1.2 Riwayat kesehatan dan keperawatan
1. Keluhan Utama
Saat MRS
Klien mengeluh
panas 2 hari, nyeri pada perut,mual dan tidak mau makan
Saat pengkajian
Klien mengeluh
nyeri pada perutnya dan klien selalu mual. Nyeri dan perih seperti terasa panas yang dirasakan secara terus
menerus sehingga klien meringis kesakitan yang di interpretasikan sebagai nyeri
sedang dengan skala 5-6 dari 0-10 yang nyeri.
2 Riwayat
Penyakit Sekarang
Klien mengalami
mual dan nyeri pada perut dibawa ke RSUD Dr. Haryoto sampai di IGD tanggal 24 Mei 2013 / 20.28 WIB dan segera mendapatkan
perawatan dan pertolongan dari tenaga medis oleh dokter klien di diagnosa
Gastritis.
3. Riwayat
Penyakit Masa Lalu
Menurut keluarga,
klien tidak pernah mengalami atau mengidap penyakit infeksi atau menurun
seperti hapatitis, haemofili, diabetes militus.
4. Riwayat
Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai penyakit keturunan
seperti DM dan HT
5. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan setiap kali sakit selalu memeriksakan
keadaannya ke tenaga kesehatan (dokter, mantri, dll) keluarga menyatakan lebih
percaya pada tenaga kesehatan daripada alternatif pengobatan lainnya (dukun,
dll).
Selama MRS
Ekspresi wajah keluarga menunjukkan kekhawatiran mengenai
kondisi klien dan terlihat tegang dan gelisah.
Tampak anggota keluarga sering bertanya tentang keadaan
klien pada perawat jaga.
b. Pola nutrisi dan metabolik.
Sebelum MRS
Frekuensi makan 3
kali/hari, jenis nasi, sayur, lauk pauk. Nafsu makan baik dan tidak mempunyai pantangan atau alergi
makanan.
Minum,
jenis air putih, kopi cukup sering. Minum air putih +/- 8 gelas/hari.
Selama
MRS
Klien jarang mau makan karena perasaan mual
c. Pola eliminasi.
Sebelum MRS
Frekwensi BAB 1-2 x/hari konsistensi lunak, warna kuning
dengan konsistensi lunak tidak ada keluhan atau masalah yang ada.
Frekwensi BAK +/- 4-5 x/hari. Dengan warna urine kuning
jernih tidak ada keluhan nyeri atau masalah yang ada.
Selama MRS
Menurut keluarga klien BAK 2-3x, BAB 1x
d. Pola tidur dan istirahat.
Sebelum MRS
Klien jarang tidur baik siang atau malam dan tidak ada
masalah tidur. Sedangkan yang mempermudah tidur yaitu suasana tenang dan
keadaan lelah.
Selama MRS
Keluarga menyatakan klien dan sering bangun tengah malam karena
nyeri yang dirasakan.
e. Pola aktifitas dan latihan.
Sebelum MRS
Klien setiap hari menjalankan aktifitas tanpa gangguan
apapun.
Selama MRS
Klien menyatakan merasa nyeri ketika mau berubah posisi
dan nyeri bertambah jika banyak bergerak.
Klien menyatakan tidak bisa melakukan aktifitas seperti
biasanya
f. Pola sensori dan pengetahuan.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan klien tidak pernah mengalami gangguan
pada penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan perabaan dan keluarga
menyatakan jika klien sakit berobat ke puskesmas dan petugas kesehatan
setempat.
Selama MRS
Klien menyatakan sudah mengetahui tentang penyakitnya.
g. Pola hubungan interpersonal dan peran.
Sebelum MRS
Keluarga menyatakan hubungan klien dengan anggota
keluarga cukup baik .
Selama MRS
Klien menyatakan apabila mengeluh kesakitan, klien
bercerita pada istrinya.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Sebelum MRS
Klien menyatakan bahwa dirinya sebagai kepala keluarga
dan memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan dikeluarganya.
Selama MRS
Klien menyatakan menerima dengan keadaanya saat ini.
i. Pola reproduksi dan seksual.
Sebelum MRS
Klien mengatakan dapat berkumpul bersama anggota keluarga
sambil menikmati acara televisi dengan suasana yang menyenangkan.
Selama MRS
Klien menyatakan jarang berkumpul dengan anggota keluarganya,
karena istrinya menjaga anaknya dirumah dan klien ditemani orang tuanya.
j. Pola penanggulangan stres.
Sebelum MRS
Keluarga mengatakan setiap ada permasalahan klien selalu
membicarakan dengan istrinya untuk mencari jalan keluar.
Selama MRS
Keluarga mengatakan saat ini klien khawatir dengan
keadaannya kapan klien sembuh
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
Sebelum MRS
Klien yang beragama Islam sebelum sakit menurut keluarga,
klien rutin mengerjakan ibadah
Selama MRS
Klien tidak mampu beribadah seperti sebelumnya karena
sakit.
3.2.1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah
Tanda – tanda vital
T = 120/60
N = 80x/menit
RR = 40x/menit
S = 38o C
Pemeriksaan fisik
Kepala :
simetris, rambut lurus, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Rambut :
warna hitam, stuktur halus, rambut pendek, tidak bau
Wajah :
bentuk lonjong, wajah simetris, tidak ada lesi
Mata : simetris,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, kornea bening, lingkaran hitam
dimata, mata kelihatan lelah / mata cowong.
Hidung : tidak
ada defoemitas, ada bulu
Telinga :
simetris, tidak ada nodule dan masa
Mulut dan faring : Mukosa bibir kering, tidak cyanosis, tidak ada masa
Pemeriksaan integuman, kulit, dan kuku :
Integumen : turgor kulit menurun
Kulit :
sawo matang
Kuku : CRT < 2 detik
Pemeriksaan payudara : -
Pemeriksaan thorak dan dada : bentuk normal chest, tidak ada ketertinggalan tarikan
dinding dada, tidak ada stridor
Pemeriksaan paru :
Inspeksi : dinding dada simetris
Palpasi : vokal vomitus teraba sama
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Pemeriksaan jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak terba
Perkusi : batas atas ics 2 sinistra
Batas
kanan ics 2
Auskultasi
:
A
: ics 2, s1s2 tunggal
P
: ics 2, s1s2 tunggal
T
: ics 4, s1s2 tunggal
M
: ics 5, s1s2 tunggal
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak ada bayangan vena
Palpasi : ada nyeri tekan
Perkusi : semua ragio hypertympani
Auskultasi : bising usus 9x/menit
Permeriksaan muskuloskeletal atas bawah
Tidak ada oedema
Uji kekuatan otot
kanan 5 kiri 5
Pemeriksaan kelamin: tidak dikaji
Pemeriksaan neurologi : 4,5,6
3.2.1.4 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
ID.IAB : 215051 NAMA
PASIEN : Tn. E
NO Register : 378568 ALAMAT :
Randuagung
UMUR : 26 th JENIS KELAMIN :
laki-laki
Px RUJUKAN :
PUSKESMAS DOKTER :
Dedy
KELAS
: III
NO
|
JENIS
PEMERIKSAAN
|
HASIL
|
NORMAL
|
METODE
|
|
HEMATOLOGI
|
|
|
|
1
|
HEMOGLOBIN
|
12
|
|
|
2
|
LEUKOSIT
|
22.660
|
|
|
3
|
ERITROSIT
|
3,70
|
|
|
4
|
LAJU
ENDAP DARAH
|
45
|
|
|
5
|
HEMATOKRIT
|
36
|
|
|
6
|
TROMBOSIT
|
260.000
|
|
|
7
|
DIFFOCOUNT
|
0/0/0/88/5/7
|
|
|
|
FAAL
HATI
|
|
|
|
8
|
SGOT
|
30
|
|
|
9
|
SPGPT
|
20
|
|
|
|
FAAL
GINJAL
|
|
|
|
10
|
BUN
|
9,6
|
|
|
11
|
SERUM
CREATININ
|
0,79
|
|
|
12
|
URIC
ACID
|
6,2
|
|
|
13
|
GDA
|
122
|
|
|
|
|
|
|
|
14
|
CRP
kualitatif
|
Positif
|
|
|
3.2.1.5
Terapi Obat yang Diberikan
-
Infuse RL/D5 :
2:1
-
Inj cefotaxime
3x1 gr
-
Inj
metoclopramide 3x1 amp
-
Inj
ranitidine 2x1 amp
-
Inj antrain 3
x 1 amp
3.2.1.6
Diagnosa medis : Gastritis Akut
3.
2. 2 Analisa Data
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
|||
1. S : Klien mengatakan nyeri pada daerah perut dan seperti
ditusuk-tusuk.
O : T = 120/60
N = 80x/menit
RR = 40x/menit
S = 38o C
Skala nyeri 5 – 6
Wajah meringis kesakitan
2. S : Klien mengatakan sering mual pada waktu makan
O : KU : lemah
Mukosa bibir
kering
Makan yang
disediakan dari RS hanya dimakan
sedikit
3. S : klien
megatakan sering terbangun ditengah malam karena rasa nyeri yang dirasakan.
O : klien tampak lelah dan mata
sedikit lelah
|
Kram abdomen sekunder akibat gastritis
Mual
Nyeri
|
Perubahan rasa nyaman (nyeri )
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ganguan
pola tidur
|
|||
3.
2. 3 Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan
rasa nyaman ( Nyeri ) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis
2.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual
3.
Ganguan
pola tidur b.d nyeri
3.
2. 4 Rencana Keperawatan
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
dan Kriteria hasil
|
Intervensi
dan Rasional
|
1.
2
3.
|
Perubahan rasa nyaman (nyeri) b.d Kram abdomen sekunder
akibat gastritis
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d mual
Ganguan pola tidur b.d nyeri
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama 1x 24 jam intensitas
nyeri yang dirasakan berkurang.
KH :
1. Klien mengatakan nyeri
pada daerah perut terus - menerus yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk
berkurang.
2. Klien terlihat
mengeluarkan keringat dingin berkurang.
3. Wajah sudah tidak meringis kesakitan
4. Tangan sudah tidak memegangi
perutnya
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam diharapkan nutrisi dapat kembali
normal
KH :
1. KU pasien
membaik
2. Makan yang disediakan dari RS dapat sedikit dimakan
3. Pasien menyatakan sudah mempunyai makan
Tujuan :
setelah
dilakukan tindakan 1x 24 jam pasien dapat memenuhi istirahatnya.
KH : pasien
sudah tidak melaporkan terjaga ditengah malam dengan frekwensi ± 4 kali
karena rasa nyeri yang dirasakan.
Pasien sudah tidak lelah dan mata
sudah terlihat tidak lelah
Nyeri berkurang
lingkaran
hitam di sekitar mata berkurang
|
1. Bina hubungan saling percaya atau komunikasi terapeutik
antara perawat dengan klien.
R : Hubungan saling percaya merupakan langkah awal
sehingga diharapkan klien bisa kooperatif dengan tim kesehatan.
2. Evaluasi keluhan nyeri / ketidak-nyamanan. Perhatikan
lokasi dan karakteristik.
R : Mempengaruhi pilihan atau pengawa-san keefektifan intervensi.
3. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
R : Memungkinkan pasien untuk siap dan cara mental
untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
4. Kaji vital sign.
R : Perubahan yang terjadi tiba-tiba dan melewati batas
normal dapat ditentukan intervensi yang tepat bagi klien selanjutnya.
5. Catat kembali
keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 )
R : Mengetahui perubahan nyeri yang tiba – tiba
6. Kompres hangat pada bagian yang nyeri
R : Dengan kompres hangat bisa melebar-kan pembuluh
darah dan mengurangi nyeri.
7. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi
nyeri
R : Dengan
tehnik ralaksasi dapat mengurangi nyeri sementara.
8. kolaborasi pemberian ranitidine, cefotaxime , antrain
R : ranitidine, meningkatkan sekresi asam lambung, Antrain mengurangi nyeri
1. Kaji haluaran nutrisi output dan input
R : dapat mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
2. Berikan makanan porsi kecil tapi sering
R : Dengan makan porsi kecil tapi sering dapat
meningkatka masukan nutrisi.
3. Berikan makanan yang disukai pasien tetapi tidak
berpantangan dengan penyakitnya
R : dengan begitu nafsu pasien bisa muncul kembali.
4. Berikan cairan IV sesuai indikasi
R : menambah masukan cairan dan nutrisi pada pasien
5. Kolaborasi pemberian metoclopramide dan Ranitidine
R : metoclopramide dapat mengurangi perasaan ingin
muntah dan mual Ranitidine dapat
meningkatkan penghambatan sekresi asam
lambung lebih banyak.
1.
lakukan kajian gangguan tidur
R : memberikan dasar dalam menentukan rencana keperawatan
2.
anjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
R : meningkatkan tidur
3.
berikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
R : meningkatkan tidur
agar klien dapat tidur dengan terang
4.
kolaborasi pemberian antrain
R : antrain dapat mengurangi nyeri
|
3.
2. 5 Implementasi
No
|
Diagnosa
|
Implementasi
|
25-5-13
26-5-13
27-5-13
|
Perubahan rasa nyaman ( Nyeri
) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis
Nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d mual
Ganguan pola tidur b.d nyeri
|
1. Membina hubungan saling percaya atau komunikasi terapeutik antara
perawat dan klien.
2. Mengevaluasi keluhan
nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik.
3. Menjelaskan prosedur sebelum
memulai tindakan.
4. Megkaji vital sign.
5. Mencatat kembali keluhan nyeri, termasuk lokasi,
lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 )
6. memberikan kompres hangat pada
bagian yang nyeri
7.
Mengajarkan tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
8.
Mengkolaborasi ranitidine, cefotaxime
, antrain
1. Mengkaji haluaran nutrisi
output dan input
2. Memberikan makanan porsi kecil tapi sering
3.
Memberikan makanan yang disukai pasien tetapi tidak berpantangan dengan
penyakitnya
4.
Memberikan cairan IV sesuai indikasi
5. Memberikan
Kolaborasi pemberian metoclopramide dan Ranitidine
1. Melakukan
kajian gangguan tidur
2.
Menganjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
3.
Memberikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
4 Memberikan kolaborasi pemberian antrain
|
3.
2. 6 Evaluasi
No
|
Dx
|
Catatan
Perkembangan
|
25-5-13
26-5-13
27-5-13
|
Perubahan rasa nyaman ( Nyeri
) b.d kram abdomen sekunder akibat gastritis
nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual
Ganguan pola tidur b.d nyeri
|
S : Pasien masih mengatakan nyeri
pada perutnya
O : Pasien terlihat meringis
kesakitan
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
S : Klien menyatakan masih mual
tetapi sudah mulai mempunyai nafsu makan
O :KU pasien lemah
Makan yang disediakan dihabiskan separuh
piring
Pasien sudah
menyatakan mempunyai nafsu makan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
S : Pasien mengatakan sudah bisa tidur dengan nyenyak
O : pasien
sudah tidak melaporkan terbangun ditengah malam
Nyeri sudah sedikit berkurang
lingkaran hitam di sekitar mata berkurang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
|
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini, pada dasarnya memuat pembahasan mengenai
kesenjangan yang timbul dari landasan teori dengan kenyataan yang terjadi pada
praktik yang sesungguhnya.
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn. E
dengan gastritis diperoleh data – data sebagai berikut :
1. Perubahan rasa
nyaman (Nyeri) b/d kram abdomen sekunder akibat gastritis
1)
Diagnosa
ini muncul sejak pasien masuk rumah sakit yaitu pada tanggal 24-5-2013, pasien
masih mengeluh nyeri. Nyeri bertambah
pada saat klien mau tidur dan setiap hari selalu nyeri. Hal
ini memungkinkan karena gastritis yang diderita pasien.
2)
Membina
hubungan saling percaya atau komunikasi terapiutik antara perawat dengan klien
untuk mempermudah dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
3)
Mengevaluasi
keluhan nyeri/ketidaknyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik untuk
mempermudah mengetahui tingkat keparahan nyeri
4)
Mendorong
pasien untuk mendiskusikan masalah nyerinya untuk mengurangi kecemasan pasien
5)
Mengkaji
vital sign untuk mengetahui perubahan yang terjadi tiba-tiba dan melewati batas
normal dapat ditentukan intervensi yang tepat bagi klien
6)
Mencatat kembali keluhan nyeri, termasuk lokasi,
lamanya, intensitasnya ( 0 – 10 ) untuk
mengetahui perubahan nyeri yang tiba - tiba
7)
Memberikan
kompres hangat pada bagian yang nyeri karena dengan kompres hangat bisa
melebarkan pembuluh darah dan mengurangi nyeri.
8)
Mengajarkan
tehnik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri sementara.
9)
Mengkolaborasi
pemberian ranitidine untuk merangsang sekresi asam lambung, dengan antrain mengurangi nyeri
10)
Pada saat observasi hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan yaitu didapatkan bahwa masalah sudah teratasi sebagian yang
ditandai dengan pasien masih mengeluh nyeri atau kesakitan
11)
Maka dalam diagnosa yang pertama perawat akan
melanjutkan tindakan keperawatan yang sudah ada
2. Nutrisi kurang
dari kebutuhan b/d mual
1)
Diagnosa
ini muncul karena pasien sering mual dan klien mengatakan tidak mau makan
karena mual, serta dari pengkajian fisiknya terdapat tanda tanda : turgor kulit menurun, mata cowong,
serta mukosa bibir kering.
2)
Mengkaji
haluaran nutrisi output dan input untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien.
3)
Memberikan
makanan porsi kecil tapi sering untuk
meningkatkan masukan nutrisi.
4)
Memberikan
makan yang disukai pasien tetapi tidak berpantangan dengan penyakitnya
agar nafsu pasien bisa muncul kembali.
5)
Memberikan
cairan IV sesuai indikasi untuk menambah masukan cairan dan nutrisi pada pasien
6)
Mengkolaborasi
pemberian metoclopramide karena dapat mengurangi perasaan ingin muntah dan
mual, Ranitidine dapat meningkatkan penghambat sekresi asam lambung lebih
banyak.
7)
Hasil
evaluasi tindakan dalam diagnosa ini adalah masalah teratasi sebagian karena
pasien mengatakan masih mual tetapi sudah berkurang, dan pasien mengatakan sudah mempunyai nafsu makan
3. Gangguan pola tidur b/d nyeri
1) Diagnosa ini muncul karena pasien mengatakan sering
terjaga ditengah malam dengan frekwensi ± 4 kali karena rasa nyeri yang
dirasakan.
2) Melakukan kajian gangguan tidur untuk memberikan dasar
dalam menentukan rencana keperawatan
3) Menganjurkan makan yang cukup satu jam sebelum tidur
untuk meningkatkan tidur
4) Memberikan lingkungan yang nyaman dan kurangi kebisingan
untuk meningkatkan tidur agar klien
dapat tidur dengan terang
5) Menyusun rutinitas relaksasi untuk persiapan tidur dan
mengurangi nyeri untuk membangkitkan rasa mengantuk karena tubuh akan rileks
6) Berkolaborasi
pemberian antrain untuk mengurangi nyeri.
7) Hasil evaluasi tindakan dalam diagnosa ini adalah masalah
teratasi sebagian karena pasien sudah mengatakan bisa tidur dan beristirahat.
8) Maka dalam diagnosa yang keempat perawat akan melanjutkan
tindakan keperawatan yang sudah ada.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada
klien Tn. E dengan diagnosa gastritis di Ruang Interna RSUD Dr. Haryoto
Lumajang. Dalam keadaan tersebut muncul beberapa permasalahan yang mempengaruhi
kebutuhan dasar manusia yaitu perubahan rasa nyaman (nyeri), nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, gangguan pola tidur. Untuk dapat mengatasi hal tersebut
perlu dilakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan.
Dalam tahap pengkajian dibutuhkan data yang lengkap
sehingga diperlukan tekhnik komunikasi terapeutik dalam membina hubungan saling
percaya antara perawat dengan klien, sehingga klien mau memberi informasi yang
akurat pada perawat. Data - data yang
akurat dari klien dapat digunakan untuk mengetahui masalah keperawatan yang
dialami klien untuk kemudian menentukan rencana tindakan keperawatan
selanjutnya. Dalam menentukan rencana tindakan dan pelaksanaan tindakan
keperawatan keterlibatan keluarga sangat dianjurkan untuk ikut serta menetapkan
tujuan dan memutuskan intervensi yang perlu dilakukan sesuai kondisi klien,
supaya dalam pelaksanaannya berjalan dengan lancar sepadan dengan rencana
perawatan. Diperlukan evaluasi keadan klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan sesuai diagnosa yang keluar.
Tindakan pendokumentasian asuhan keperawatan oleh perawat penting sebagai sarana komunikasi
antar perawat dalam menangani klien. Dan merupakan aspek legal yang dapat
dipertanggung jawabkan dari setiap tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat, sehingga dalam proses hukum yang berhubungan dengan undang-undang
kesehatan akan terlindungi dari tuntutan atau hukuman yang dapat merugikan
semua pihak. Oleh karena itu penyusunan ini harus jelas, lengkap, sistematis,
berkesinambungan dan dapat dimengerti oleh pelaksana asuhan keperawatan yang
lain. Demikian pula perawat harus memahami dan mengerti mengenai batas-batas
hukum pelaksanaan praktek keperawatan dan hak-hak klien yang perlu dijunjung
tinggi.
Dari penyusunan secara menyeluruh tentang makalah
farmakologi didapatkan beberapa hal
mengenai penyakit gastritis:
1.
Penyusunan
makalah ini dapat memberikan tambahan
pengetahuan pada klien mengenai penyakit gastritis yaitu :
1) Gastritis
adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung dan berkembang
dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001).
2) Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 , yaitu
(1) Gastritis
akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering
dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif. Gastritis akut
erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis
(2) Gastritis
kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian
permukaan mukosalambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).
3) Penyebab atau
etiologi akan dijelaskan menurut jenis
gastritisnya ( akut, Kronis)
(1) Etiologi Gastritis Akut
a)
Trauma
yang luas, luka bakar luas, septicemia
b)
Operasi
besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati berat, renjatan, trauma kepala.
c)
Obat-obatan
seperti aspirin, obat antiinflamasi, nonsteroid, kafein, alcohol, lada, cuka.
(2)
Gastritis kronik
a)
Aspek
imunologis
b)
Aspek
bakteriologi
c)
Factor
lain yang juga dapat menyebabkan gastritis kronis adalah refluk kronik cairan
pankreatobilier, asam empedu dan lisosetin, alcohol berlebih, teh panas dan
merokok.
2. Dari penyusunan makalah ini juga memberikan
suatu gambaran dalam penyusunan asuhan keperawatan yang memenuhi semua syarat
dan dapat diterapkan secara koprehensif dan dapat memberikan asuhan keperawatan
yang baik dan benar.
3. Dari penyusunan makalah ini juga dapat
memberikan informasi mengenai efek samping yang ditimbulkan dari beberapa obat
yang digunakan antara lain :
1)
Cefotaxime
a.
Gangguan
saluran cerna : anoreksia, diare, nausea, muntah, sakit perut dan colitis.
b.
Pada
keadaan inflamasi intestinal yang disebabkan oleh pemberian antibiotic
cefotaxime ini akan membahayakan jiwa
penderita, sehingga pemberian cefotaxime harus segera dihentikan dan dokter
harus memberikan pengobatan awal yang tepat. Sebaiknya dihindari pemberiaan
obat-obatan yang dapat menghambat peristaltic usus.
c. Perubahan
hematology : neutropenia, lekopenia, granulositopenia, trombositopenia,
agranulositopenia.
d.
Agar
dilakukan monitoring terhadap blood count untuk pengobatan lebih dari 10 hari.
e.
Reaksi
hipertensif : ruam (makulopapuler atau erythomotous), pruritus, demam dan
eosinofilia.
f.
Nefritis
interstisial, dapat terjadi shok anafilaksis yang dapat mengancam jiwa
penderita dan membutuhkan tindakan darurat untuk mengatasinya.
g.
Efek
local : terjadi pada tempat penyuntikan. Pada pemberian IV dapat menyebabkan
flebitis dan tromboflebitis, dan pemberian IM menyebabkan kesakitan, indurasi
dan nyeri tekan pada tempat penyuntikan.
h.
Efek
terhadap ginjal : peningkatan sementara konsentrasi kreatinin serum dan atau
BUN, alanin aminopeptidase urine (merupakan indikasi adanya kerusakan sesaat
dari tubular).
i.
Efek
samping lain (jarang terjadi) :
j.
Peningkatan
sementara konsentrasi SGOT, SGPT, LDH, bilirubin dan alkalin fosfatase dalam
serum, sakit kepala.
2)
Metoclopramide
Efek samping yang mungkin terjadi yaitu sembelit,diare,
mengantuk, gejala ekstrapiramidal, lelah berlebihan, dan gelisah.
3)
Ranitidine
a. Kadang – kadang terjadi nyeri kepala, malaise, mialgia,
mual dan pruritus.
b. Konstipasi, pusing, sakit perut.
c. Konfusion, hiperprolektimia, gangguan fungsi seksual,
hepatitis.
d. Rasa sakit didaerah penyuntikan pada pemberian i.m
e. Rasa terbakar pada pemberian i.v.
4) Antrain
Untuk
meringankan rasa sakit,terutama nyeri kolik operasi.
5.2 Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya perawat tidak hanya
melihat segi fisiologisnya saja, tetapi juga psikologis pasien sehingga proses
penyembuhan berlangsung lebih cepat.
0 komentar:
Post a Comment