Tuesday, 26 May 2015

ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN BRONKOPNEUMONIA

      A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.      Definisi / Pengertian
·   Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Brunner & Suddarth; edisi 8, 2002).
·   Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing  (Mansjoer; edisi 2, 2001).
·   Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Dahlan,2000).
·   Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
·   Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).

2.      Penyebab / factor predisposisi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
v  Bakteri : Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia, serotipe 14, 1, 6, dan 9 Streptokokus pada anak-anak dan bersifat progresif, seperti Stafilokokus, H. Influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis, Mikoplasma pneumonia., Bacillus Friedlander.
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan  Streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
v  Virus : Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus. Virus-virus tersebut antara lain: Virus adeno, Virus parainfluenza, Virus influenza, Virus respiratori sinsisial, Virusitomegalik.
v  Jamur: Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. Jamur tersebut diantaranya adalah: Kandida, Histoplasma, Koksidioides.
v  Protozoa : Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
v  Bahan kimia :
§  Aspirasi makanan/susu/isi lambung
§  Keracunan hidrokarbon (minyak tanah, bensin, dan sebagainya).
v  Pneumonia hipostatik: akibat kongesti paru yang lama, misalnya pada penderita penyakit menahun yang berbaring lama.
v  Sindrome loeffler.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)
3.      Patofisiologi
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.
Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
·         Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
·         Inhalasi aerosol yang infeksius
·         Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
·         Susunan anatomis rongga hidung
·         Jaringan limfoid di nasofaring
·         Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
·         Refleks batuk
·         Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi
·         Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional
·         Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
·         Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:

a.       Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

b.       Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c.       Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d.       Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

1.      Klasifikasi
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a.       Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
F Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
F Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b.      Berdasarkan faktor lingkungan
F Pneumonia komunitas
F Pneumonia nosokomial
F Pneumonia rekurens
F Pneumonia aspirasi
F Pneumonia pada gangguan imun
F Pneumonia hipostatik
c.       Berdasarkan sindrom klinis
F Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
F Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a.       Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.
b.      Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini  aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c.       Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d.      Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensitifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.

Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1.      Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
-       Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
-       Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia atau nosocomial pneumonia).
-       Pneumonia aspirasi.
-       Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2.      Berdasarkan bakteri penyebab:
·         Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
·         Pneumonia virus.
·         Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
3.      Berdasarkan predileksi infeksi:
·         Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
·         Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
·         Pneumonia interstisial.
   
6.      Gejala klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat). (Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
a.       Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
F Nyeri pleuritik
F Nafas dangkal dan mendengkur
F Takipnea
b.      Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
F Mengecil, kemudian menjadi hilang
F Krekels, ronki
F Egofoni: tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
c.       Gerakan dada tidak simetris
d.      Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
e.       Diaforesis
f.       Anoreksia
g.      Malaise
h.      Batuk kental, produktif
F Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i.        Gelisah
j.        Sianosis
F Area sirkumoral
F Dasar kuku kebiruan
k.      Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

7.      Pemeriksaan Fisik :
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi, ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Inspeksi                 : Sianosis, lemas, sesak.
Palpasi                   : Badan teraba hangat .
Auslkutasi             : Terdengar ronchi.
Perkusi                  : Pekak
8.      Pemeriksaan diagnostik / penunjang
a)      Pemeriksaan radiologis
      Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace disease), misalnya oleh streptococcus pneumonia; bronchopneumonia (segmental disease) oleh karena staphylococcus, virus atau mikroplasma. Bentuk lesi bisa berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif untuk infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis.
b)      ­Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis umumnya menandai infeksi bakteri, lekosit normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berata sehingga tidak terjadi respon lekosit. Leukopeni menunjukkan adanya depresi imunitas. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. Peningkatan LED.
c)      Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan yang predominan pada sputum adalah yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur  dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
d)     Pemeriksaan khusus
      Titer antibodi terhadap virus dan mikoplasma dapat dilakukan. Nilai diagnostik didapatkan bila titer tinggi atau ada kenaikan 4x. Analisa gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia, hiperkarbia dan kebutuhan oksigen. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik

9.      Diagnosis / kriteria diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
  • Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
  • Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
·      Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
  • Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
a.       kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b.      kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
c.       deteksi antigen bakteri

10.  Diagnosis Banding
v  Bronkiolitis
v  Aspirasi pneumonia
v  Tb paru primer




11.  Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.

12.  Teraphy/ tindakan penanganan
a.      Antibiotik
      Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.
b.      Kortikosteroid
      Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c.      Inotropik
      Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d.     Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e.      Nebulizer
      Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.
f.       Ventilasi mekanis
      Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia :
¨      Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 % dengan menggunakan masker
¨      Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.
¨      Respiratory arrest
¨      Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 – 5 hari.

Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi.
·         Bed rest
·         Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
·         Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
·         Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
·         Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan :
·         Untuk kasus pneumonia community base :
-          Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
-          Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
·         Untuk kasus pneumonia hospital base :
-          Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
-          Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
·         Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
·         Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral
·         Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.

Mikroorganisme

Streptokokus dan Stafilokokus M. Pneumonia
H. Influenza
Klebsiella dan P. Aeruginosa
Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Sefalosporin












2.      KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
1.      Pengkajian awal (A,B,C)
Pengkajian
Data
Masalah
Objektif
Subjektif
Airway
-          Ronchi (+)/ krekels (+)
-          Batuk (+)
-          Sputum purulen
-          Pasien tampak kesulitan mengeluarkan sputum
-          Pasien mengatakan sulit mrngrluarkan sputum
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Breathing
-          RR meningkat (> 20x/menit)
-          Nafas cuping hidung (+)
-          Ekspansi paru (+)
-          Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Gerakan dada tampak tidak simetris
-          Pasien mengatakan sesak
Pola nafas tidak efektif
Circulation
-          Sianosis (+)
-          pO2 menurun (N= 95-100 mmHg)
-          pCO2 meningkat (N= 35-45 mmHg)
-          CRT > 2 dtk
-          Pasien tampak gelisah
-          Pasien mengatakan sulit bernafas
Kerusakan pertukaran gas

Tabel 2 Pengkajian Awal
Pengkajian dasar (Persistem)
Pengkajian
Data
Masalah
Objektif
Subjektif
Breathing
-       Ronchi + / Krekels +
-       Batuk +
-       Sputum purulen
-          Pasien tampak kesulitan mengeluarkan sputum
-          RR meningkat (> 20x/menit)
-          Nafas cuping hidung +
-          Ekspansi paru +
-          Pasien tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-          Gerakan dada tidak simetris
-          Pasien mengatakan sesak
-          Bersihan jalan nafas tidak efektif
-          Pola nafas tidak efektif

Blood
-          Sianosis +
-          pO2 menurun (N= 95-100 mmHg)
-          pCO2 meningkat (N= 35-45 mmHg)
-          suhu meningkat (38,841,1 0C)
-          Pasien tampak menggigil
-          Diaphoresis
-          Pasien mengatakan kedinginan dan badannya terasa hangat
-          Pasien mengatakan banyak berkeringat
-          Kerusakan pertukaran gas
-          Perubahan  perfusi jaringan perifer
-          Hipertermi
-          Risiko kekurangan volume cairan
Brain
_

_
Tidak ada masalah
Bladder
_

_
Tidak ada masalah
Bowel
-       Anoreksia
-       Diare
-          Pasien mengatakan mual dan tidak ada nafsu makan
-          Pasien mengatakan BAB nya encer
-        Diare
-        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Bone
-          Nyeri Dada
-          Pasien tampak lemah (malaise)
-          ADL dibantu
-          Pasien mengeluh nyeri pada dada tiap bernafas
-          Pasien mengatakan badannya terasa lemas
-          Nyeri Akut
-          Intoleransi aktivitas

Tabel 3 pengkajian dasar


2.      Diagnosa Keperawatan
1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
2)      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan konsolidasi paru
3)      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan reaksi inflamasi pada alveoli
4)      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan O2 kejaringan
5)      Hipertermi berhubungan dengan terganggunya thermostat di Hipotalamus
6)      Diare berhubungan dengan peningkatan flora normal usus
7)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
8)      Nyeri akut berhubungan dengan penekanan atau terdesaknya paru/dada
9)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan O2 ke jaringan
10)  Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh




III. EVALUASI
1)      Bersihan jalan nafas kembali efektif
2)      Pola nafas kembali efektif
3)      Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
4)      Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
5)      Suhu tubuh kembali nomal
6)      Diare teratasi
7)      Nutrisi terenuhi
8)      Nyeri akut teratasi
9)      Intoleransi aktivitas teratasi
10)  volume cairan tubuh terpenuhi













0 komentar:

Post a Comment

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget