ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN BRONKOPNEUMONIA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi / Pengertian
·
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim
paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Brunner & Suddarth; edisi 8, 2002).
·
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat
disebabkan oleh bermacam-macam sebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing (Mansjoer; edisi 2, 2001).
·
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat. (Dahlan,2000).
·
Bronkopneumonia
digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak,
teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. (Smeltzer & Suzanne C, 2002).
·
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis
yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
2. Penyebab / factor predisposisi
Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia
diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi
organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ,
dan sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.
Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
v
Bakteri : Pneumokokus merupakan penyebab utama
pneumonia, serotipe 14, 1, 6, dan 9 Streptokokus pada anak-anak dan bersifat
progresif, seperti Stafilokokus, H. Influenza, Klebsiela, M. Tuberkulosis,
Mikoplasma pneumonia., Bacillus Friedlander.
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan Streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif
seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
v
Virus : Disebabkan oleh virus influensa yang
menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal
sebagai penyebab utama pneumonia virus. Virus-virus tersebut antara lain: Virus
adeno, Virus parainfluenza, Virus influenza, Virus respiratori sinsisial,
Virusitomegalik.
v
Jamur: Infeksi yang disebabkan jamur seperti
histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan
biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos. Jamur tersebut
diantaranya adalah: Kandida, Histoplasma, Koksidioides.
v
Protozoa : Menimbulkan terjadinya Pneumocystis
carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
v
Bahan kimia :
§
Aspirasi makanan/susu/isi lambung
§ Keracunan hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, dan sebagainya).
v Pneumonia hipostatik: akibat kongesti paru
yang lama, misalnya pada penderita penyakit menahun yang berbaring lama.
v
Sindrome loeffler.
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal
yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi
flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii,
Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 :
682)
3. Patofisiologi
Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan
pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli
lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena
efek gravitasi.
Agen-agen mikroba
yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer :
·
Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme
patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring
·
Inhalasi aerosol yang infeksius
·
Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan
inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan
pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya,
faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme
pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi
subjek penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan
traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari :
·
Susunan anatomis rongga hidung
·
Jaringan limfoid di nasofaring
·
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel
traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
·
Refleks batuk
·
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya
aspirasi sekret yang terinfeksi
·
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring
kelenjar limfe regional
·
Fagositosis
aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
·
Sekresi
enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin
dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas
ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.
Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu
sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu
respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
1. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala
klinis, dibagi atas :
F Pneumonia tipikal, bercirikan
tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.
F
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi
yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b.
Berdasarkan faktor lingkungan
F
Pneumonia komunitas
F
Pneumonia nosokomial
F
Pneumonia rekurens
F
Pneumonia aspirasi
F
Pneumonia pada gangguan imun
F
Pneumonia hipostatik
c.
Berdasarkan sindrom klinis
F
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial
tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia
dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu
perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
F
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia
atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a.
Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan
anak-anak atau kalangan orang tua.
b.
Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia
nosokomial. Organisme seperti ini
aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan
bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan
berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan
menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
d.
Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan
berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensitifitas dilakukan untuk
mengidentifikasikan organisme perusak.
Menurut buku
Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang
dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga
klasifikasi pneumonia.
1.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
-
Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
- Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired
pneumonia atau nosocomial pneumonia).
-
Pneumonia aspirasi.
-
Pneumonia pada penderita immunocompromised.
2.
Berdasarkan bakteri penyebab:
·
Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada
semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella,
dan chalamydia.
·
Pneumonia virus.
·
Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi
sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
3.
Berdasarkan predileksi infeksi:
·
Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada
satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
·
Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang
ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang
tua.
·
Pneumonia interstisial.
6. Gejala klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu
infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap
awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti
menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
(Barbara C. long, 1996 :435)
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan
terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).
(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
F
Nyeri pleuritik
F
Nafas dangkal dan mendengkur
F
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang
menglami konsolidasi
F
Mengecil, kemudian menjadi hilang
F
Krekels, ronki
F
Egofoni: tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau (Alsagaf H,
Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
c.
Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
e.
Diaforesis
f.
Anoreksia
g.
Malaise
h.
Batuk kental, produktif
F
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
i.
Gelisah
j.
Sianosis
F
Area sirkumoral
F
Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial :
disorientasi, ansietas, takut mati
7. Pemeriksaan Fisik :
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.
Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai
sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada
perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi
terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi, ronki
dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat
terjadi antara 2-3 minggu.
Inspeksi : Sianosis,
lemas, sesak.
Palpasi : Badan teraba hangat .
Auslkutasi : Terdengar
ronchi.
Perkusi :
Pekak
8. Pemeriksaan diagnostik / penunjang
a)
Pemeriksaan radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia
alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace
disease), misalnya oleh streptococcus pneumonia; bronchopneumonia (segmental
disease) oleh karena staphylococcus, virus atau mikroplasma. Bentuk lesi bisa
berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif untuk infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis.
b)
Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis
umumnya menandai infeksi bakteri, lekosit normal/rendah dapat disebabkan oleh
infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi
yang berata sehingga tidak terjadi respon lekosit. Leukopeni menunjukkan adanya
depresi imunitas. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000 / mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. Nilai Hb biasanya
tetap normal atau sedikit menurun. Peningkatan LED.
c)
Pemeriksaan
bakteriologis
Pemeriksaan
yang predominan pada sputum adalah yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan
penyebab infeksi.
Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50 % penderita yang tidak diobati.
Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok
(throat swab).
d)
Pemeriksaan khusus
Titer antibodi terhadap virus dan mikoplasma dapat dilakukan.
Nilai diagnostik didapatkan bila titer tinggi atau ada kenaikan 4x. Analisa gas
darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia, hiperkarbia dan kebutuhan
oksigen. Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik
9. Diagnosis / kriteria diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai
pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati
pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau
perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada
bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih
sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan
berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
- Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
- Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
· Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai
pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia
< 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia
2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia
1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
- Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
a. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
b.
kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat
swab), terutama virus
c.
deteksi antigen bakteri
10. Diagnosis Banding
v
Bronkiolitis
v
Aspirasi pneumonia
v
Tb paru primer
11. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif
yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
apabila berdiri sendiri.
12. Teraphy/ tindakan penanganan
a.
Antibiotik
Antibiotik
yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi efektif lainnya termasuk
eritromisin, klindamisin dan sefalosporin generasi pertama.
b.
Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan
sepsis berat.
c.
Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin
atau dopamine kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan
sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d.
Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO2
80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah.
e.
Nebulizer
Nebulizer
digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental. Dapat disertai nebulizer untuk
pemberian bronchodilator bila terdapat bronchospasme.
f.
Ventilasi mekanis
Indikasi intubasi dan pemasangan
ventilator pada pneumonia :
¨
Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan
oksigen 100 % dengan menggunakan masker
¨
Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan
respiratory distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.
¨
Respiratory arrest
¨ Retensi sputum yang sulit diatasi secara
konservatif.
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan
etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan
memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan
diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 – 5 hari.
Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi.
·
Bed rest
·
Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta
vena dan oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran
Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
·
Jumlah
cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu.
·
Koreksi
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
·
Pemberian
antibiotik sesuai biakan atau berikan :
·
Untuk kasus pneumonia community base :
-
Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
-
Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
·
Untuk kasus pneumonia hospital base :
-
Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
-
Amikasin
10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
·
Antipiretik
: paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri
·
Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2
dosis/oral
·
Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai
makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika
sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.
Mikroorganisme
|
|
Streptokokus dan
Stafilokokus M. Pneumonia
H. Influenza
Klebsiella dan P.
Aeruginosa
|
Penicilin G
50.000-100.000 unit/hari IV atau Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM
atau
Ampicilin 100-200
mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200
mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
Kloramfenikol 50-100
mg/kgBB/hari
Sefalosporin
|
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Pengkajian awal (A,B,C)
Pengkajian
|
Data
|
Masalah
|
|
Objektif
|
Subjektif
|
||
Airway
|
-
Ronchi
(+)/ krekels (+)
-
Batuk
(+)
-
Sputum
purulen
-
Pasien
tampak kesulitan mengeluarkan sputum
|
-
Pasien
mengatakan sulit
mrngrluarkan sputum
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif
|
Breathing
|
-
RR
meningkat (> 20x/menit)
-
Nafas
cuping hidung (+)
-
Ekspansi
paru (+)
-
Pasien
tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-
Gerakan
dada tampak tidak simetris
|
-
Pasien
mengatakan sesak
|
Pola nafas tidak efektif
|
Circulation
|
-
Sianosis
(+)
-
pO2
menurun (N= 95-100 mmHg)
-
pCO2
meningkat (N= 35-45 mmHg)
-
CRT > 2 dtk
-
Pasien tampak gelisah
|
-
Pasien
mengatakan sulit bernafas
|
Kerusakan pertukaran gas
|
Tabel 2 Pengkajian Awal
Pengkajian dasar (Persistem)
Pengkajian
|
Data
|
Masalah
|
|
Objektif
|
Subjektif
|
||
Breathing
|
-
Ronchi
+ / Krekels +
-
Batuk
+
-
Sputum
purulen
-
Pasien
tampak kesulitan mengeluarkan sputum
-
RR
meningkat (> 20x/menit)
-
Nafas
cuping hidung +
-
Ekspansi
paru +
-
Pasien
tampak menggunakan otot bantu pernafasan
-
Gerakan dada tidak simetris
|
-
Pasien
mengatakan sesak
|
-
Bersihan
jalan nafas tidak efektif
-
Pola
nafas tidak efektif
|
Blood
|
-
Sianosis
+
-
pO2
menurun (N= 95-100 mmHg)
-
pCO2
meningkat (N= 35-45 mmHg)
-
suhu
meningkat (38,8 – 41,1 0C)
-
Pasien tampak menggigil
-
Diaphoresis
|
-
Pasien
mengatakan kedinginan dan
badannya terasa hangat
-
Pasien mengatakan banyak berkeringat
|
-
Kerusakan pertukaran gas
-
Perubahan
perfusi jaringan perifer
-
Hipertermi
-
Risiko kekurangan volume cairan
|
Brain
|
_
|
_
|
Tidak ada
masalah
|
Bladder
|
_
|
_
|
Tidak ada
masalah
|
Bowel
|
- Anoreksia
- Diare
|
-
Pasien mengatakan mual dan tidak ada nafsu
makan
-
Pasien
mengatakan BAB nya encer
|
-
Diare
-
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Bone
|
-
Nyeri
Dada
-
Pasien
tampak lemah (malaise)
-
ADL
dibantu
|
-
Pasien
mengeluh nyeri pada dada tiap bernafas
-
Pasien
mengatakan badannya terasa lemas
|
-
Nyeri
Akut
-
Intoleransi
aktivitas
|
Tabel 3 pengkajian dasar
2. Diagnosa Keperawatan
1)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan konsolidasi paru
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan reaksi inflamasi pada alveoli
4) Perubahan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan O2 kejaringan
5)
Hipertermi berhubungan dengan terganggunya thermostat
di Hipotalamus
6) Diare berhubungan dengan peningkatan flora
normal usus
7)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
8)
Nyeri akut berhubungan dengan penekanan atau
terdesaknya paru/dada
9) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
penurunan O2 ke jaringan
10) Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
III. EVALUASI
1) Bersihan
jalan nafas kembali efektif
2) Pola nafas kembali efektif
3) Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
4)
Tidak
terjadi perubahan perfusi jaringan perifer
5)
Suhu tubuh kembali nomal
6) Diare teratasi
7)
Nutrisi terenuhi
8)
Nyeri akut teratasi
9) Intoleransi aktivitas teratasi
10) volume cairan tubuh terpenuhi
0 komentar:
Post a Comment