Saturday, 23 May 2015

KATA PENGANTAR

Puji sukur kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
h Ibu Isnaeni DTN, Skm, Mkes. Selaku derektur politeknik kesehatan malang yang telah memberi kemudahan dalam penulisan makalah ini.
h Bapak Djoko Setyono, Skm. Selaku coordinator sekaligus dosen pembimbing mata ajar Sosiologi.
h Semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu criteria dan saran kami harapkan dari pembaca untuk menuju kesempurnaan penulisan makalah berikutnya.
Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.





BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang.
Bila kita mengamati disekeliling kita, karakter dan identitas seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya terutama lingkungan keluarga. Kebanyakan sehat atau tidaknya karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh keluarga. Jadi dapat kita simpulkan bahwa keluarga merupakan factor pertama dan utama yang sangat mempengaruhi kepribadian dan identitas seseorang sehingga dapat dibayangkan jika fungsi tersebut gagal maka akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian dan identitas seseorang.

1.2  Tujuan Penulisan.
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
h Untuk memenuhi tugas mata ajar Sosiologi.
h Untuk mengerti dan memahami pentingnya interaksi yang efektif dalam keluarga.
h Sebagai pedoman untuk mewujutkan kesehatan dalam hal ini adalah kesehatan psikologi.

1.3  Batasan Masalah.
Penulis membatasi pembahasan makalah ini pada hal-hal yag berkenaan tentang interaksi efektif bagi pembentukan identitas diri yang sehat.








BAB II
TINJAUAN TEORI

Pengertian interaksi berasal dari bahasa inggris “Interaction” yang berarti hal yang pengaruh mempengaruhi . efektif berarti berhasil, tepat, manjur. Interaksi Sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lainnya atau sebaliknya.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atab dalam keadaan saling bergantung. (Depkes RI Tahun 1983)
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga , berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. (Salvicidu G.B. dan Aracelis Maglaya 1989).
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal. Sifat kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga kelomok dan masyarakat.
Sehat berarti bukan hanya bebas dari penyakit tetapi meliputi seluruh kehidupan manusia termasuk aspek social, psicologis, spiritual, factor lingkungan ekonomi, pendidikan dan rekreasi.
Sehat menurut WHO yaitu suatu keadaan dimana sehat fisik, emosi, social dan spiritual bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehingga interaksi yang efektif dalam keluarga tidak hanya berfungsi melestarikan pola hidup sehat fisik saja tetapi dalam segala aspek harus seimbang sehingga tidak timbul gangguan.
Tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya:
1.         Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuhdan berkembang sesuai dengan usia.
2.         Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik mental, social dan spiritual.
3.         Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Tugas-tugas keluarga:
h Memeihara fisik keluarga dan para anggotanya.
h Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.
h Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukan masing-masing.
h Sosialisasi antar anggota keluarga.
h Pengaturan jumlah anggota keluarga.
h Pemeliharaan ketertipan anggota keluarga.
h Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
h Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
Dalam keluarga orang tua bertugas untuk mengetahui, memahami dan mengawasi tahap-tahap perkembangan anak-anaknya sehingga diharapkan orang tua mampu mengarahkan dengan baik dan tepat agar anak-anak tidak salah dalam menjalani tugas perkembanganya.





TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN DAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

Umur
Tahap Perkembangan
Tugas Perkembangan
Konsepsi - Lahir
Pranatal

Lahir -15/28 Hari
Neonatal (Infancy)
Menyesuaikan diri dengan perubahan suhu, cahaya, kelembaban, bernafas, menghisap, menelan, buang air, dan mulai mengikat hubungan dengan orang lain.
15/28 Hari – 2 Tahun
Bayi
Makan makanan padat, berjalan, berbicara, mengendalikan urinasi atau deekasi, mempelajari perbedaan sexs dan tata caranya.
2 Tahun – 6 Tahun
Anak
Mempersiapkan diri untuk membaca, membedakan yang benar dan salah, mengembangkan hati nurani. Termasuk dalam fase anal {kepuasan terkonsentrasi disekitar anus (rectum) dan pase phallic (energi terkonsentrasi pada genital dala bentuk perasaan sexsual yang diarahka kepada orang tuanya}. 
6 Tahun – 12 Tahun
Usia Sekolah
h Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum.
h Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri dan lingkungan.
h Belajar menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
h Mulai mengembangkan peran social pria atau wanita yang tepat.
h Mengembangkan ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.
h Mengembangkan pengertian yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
h Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, sopan santun.
h Membina sikap yang sehat terhadap kelompok-kelompok social.
h Mencapai kebebasan pribadi.
10 tahun – 14 Tahun
Masa Pubertas
Masa pemasakan sexsual, tanda seksual primer dan sekunder.
12 Tahun – 18 Tahun
Remaja (Adolesen)
h Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya pria atau wanita.
h Mencapai peran social pria atau wanita.
h Menerima keadaan fisiknya dan menggunakanya secara efektif.
h Mengharapkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab.
h Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
h Mempersiapkan karir ekonomi.
h Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h Memperoleh perangkat nilai dan system etis.
18 Tahun – 40 Tahun
Dewasa
Bekerja, memilih pasangan, belajar hidup bersama, berkeluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga, mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara, menjadi anggota kelompok social.
40 Tahun – 60 Tahun
Pertengahan
h Mencapai tanggung jawab social dan dewasa sebagai tanggung jawab social.
h Membantu anak-anak dan remaja belajar menjadi orang dewasa.
h Mengembangkan sikap harmonis dengan pasangan hidup.
h Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi pada tahap ini.
h Mencapai dan mempertahankan prestasi dalam karir.
h Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
60 Tahun - Mati
Tua
h Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
h Menyesuaikan diri dengan massa pensiun dan berkurangnya income keluarga.
h Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan , sahabat.
h Membentuk hubungan dengan orang-orang seusia.
h Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
h Menyesuaikan diri dengan peran social secara luwes.








Selain perhatian terhadap tumbuh kembang anak oleh orang tua, sikap terbuka anakpun menjadi factor penting terbentuknya interaksi yang efektif. Dalam studi pengamatan atau experiment semua atas interaksi keluarga yang cukup penting. Kemungkinan besar salah satu pendekatan adalah yang paling berhasil dalam mengadakan studi terhadap keluarga adalah penyembuhan terhadap keluarga dan focus terhadap pola yang dikembangkan dan dipelihara dalam keluarga sepajang waktu dan yang mengatur tingkah laku keluarga. (Minuchin .D. 1985).
Dengan kata lain keluarga diperlakukan sebagai suatu system dengan para anggotanya (terutama) sebagai bagian yang saling tergantung satu sama lain yang tingkah lakunya harus lebih dipahami dengan mengacu pada proses keteraturan sistemnya dari pada pribadi masing-masing.

  




BAB III
TINJAUAN KASUS

Si C adalah seorang waria, kelainan ini sudah dirasakannya sejak kelas tiga SD. Tetapi ia mengaku tak tau itu kelainan, sebab saat itu pendidikan sxs masih dianggab tabu. Ia mengaku bahwa keluarganyalah yang bersalah dalam hal ini karena menjadi seorang waria tidak bisa ditumbuhkan, itu ada karena lingkungan mendukung, sat ia bergabung dalam kelompok waria Fantastic Doll. Seharusnya, keluarga langsung mengarahkan anaknya beitu melihat tanda-tandanya, membawa kepsikiater agar ia menjadi normal lagi tapi itu tak dilakukan oleh keluarganya mungkin karena orang tua tak tahu atau tak peduli. Kata C kecenderungan waria terbentuk dari keluarga yang broken home atau yang keluarganya tidak peduli.



















BAB IV
PEMBAHASAN

Dari kasus diatas maka masalah-masalah yang timbul sebagai berikut:
a.    Dalam keluarga si C tidak ada atau kurang ada interaksi dan komunikasi.
b.    Si C tidak terbuka pada orang tuanya.
c.    Orang tua tidak mengontrol tumbuh kembang anaknya sehingga tidak begitu tahu tentang prilaku tidak sehat yang terjadi pada anaknya.
d.   Orang tua si C tidak peduli ke Abnormalan tumbuh kembang anaknya, dan tidak ada usaha untuk meluruskan jalan salah yang ditempuh oleh anaknya tersebut.

Menyingkapi permasalahan dari kasus ini, dalam keluarga C harus ditumbuh kembangkan saling keterbukaan sehingga komunikasi sebagai wujut dari interaksi dapat terwujut. Orang tua berkewajiban mengarahkan putra putrinya kepada prilaku yang sehat.
Interaksi yang ada dalam keluarga mutlak diperlukan karena menentukan karakter dan pola hidup sehat atau tidak sehat individu. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama yang bertugas dan punya potensial melestarikan karakter dan identitas dirinya sehingga komponen dalam keluarga uatamanya orang tua memiliki peran yang sangat penting dan harus pro aktif dalam menyingkapi prilaku yang menimpang dari anak-anak dan fenomena yang terjadi diluar.










BAB V
PENUTUP

5.1       Kesimpulan.
Tumbuhnya perhatian orang tua (kususnya para ibu) atas kesejahteraan anak mereka sehingga akan menghasilkan kepribadian-kepribadian yang sehat. Dalam keluarga modern semakin berkurang pengawasan orang tua terhadap anak-anak dan semakin terpisahnya orang tua da anak mereka dalam dunia yang berbeda.
Anak-anak semakin terjebak dalam kultur remaja yang berperan dalam membentuk nilai dasar yang sama bobotnya dengan ajara orang tua mereka. Peran orang tua agaknya semakin tidak relevan sebagai pendidik dan guru  bagi anak mereka dan banyak remaja memandang orang tua mereka (dan generasi yang lebih tua lainnya) sedikit saja mewariskan nilai pada mereka.
Para orang tua sekarang tidak memiliki waktu untuk melakukan sosialisasi dan pengesahan yang intensif sehingga keeratan hubungan antara para orang tua dan anak yang khas pada masa lalu sekarang ini semakin menghilang.

5.2       Saran.
h Sebaiknya komponen dalam keluarga ada interaksi yang efektif sehingga akan tercipta keharmonisan dalam kehidupan keluarga.
h Setiap keluarga hendaknya menghormati hak dan melaksanakan kewajiban dan peran masing-masing dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
h Tidak meremehkan masalah kecil yang timbul dalam keluarga, sehingga persoalan besar dapat dicegah.







DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Nasrul, Perawatan Kesehatan Masyarakat. 1995. EGC. Jakarta

Sanderson, Stephen K. 2000. Makrososiologi : Sebuah pendekatan terhadap realitas social. Jakarta PT Grafindo Pustaka.

Harre , Rom dkk. Ensiklopedi Psikologi, 1960, Arcan, Jakarta.

Jawa Pos, Minggu 5 Januari 2003, Transeksual korban keluarga.


















0 komentar:

Post a Comment

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget