Sunday 17 May 2015

SKENARIO KASUS B

            Ibu usia 32 tahun, datang ke klinik bersalin, G3 P2 A0, usia kehamilan 32 minggu, terdiagnosa PEB. Tidak ada riwayat menderita hipertensi. Jarak kehamilan dengan persalinan lalu 2 tahun.

I.                   IDENTIFIKASI MASALAH

  • Terdiagnosa PEB
  • Usia ibu 32 tahun
  • G3 P2 A0                                                                                                       
  • Usia kehamilan 32 minggu
  • Jarak kehamilan dengan persalinan lalu 2 tahun

II. ANALISA MASALAH

·         Ibu dengan kasus PEB
·         Patofisiologi PEB
·         Komplikasi PEB
·         Penatalaksanaan PEB
·         Perawatan Konservatif
·         Perawatan Aktif
·         Persalinan ibu dengan PEB
·         Indikasi Obstetrik
·         Diagnosa keperawatan yang muncul




III. TINJAUAN TEORI

  1. Definisi PEB
Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Arif Mansjoer, 2001).
Menurut Rustam Mochtar (1998) pre-eklamsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu pre-eklamsi ringan dan pre-eklamsi berat. Pre-eklamsi berat terjadi bila disertai keadaan sebagai berikut:
1.      Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2.      Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3.      Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24.
4.      Adanya gangguan visus, gangguan serebral, dan rasa nyeri di epigastrium.
5.      Terdapat edema paru dan sianosis.

  1. Etiologi PEB
Menurut Mochtar dan Mansjoer, etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum ada memberikan jawaban yang memuaskan. Teori “iskemia plasenta”. Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) Mengapa frekuensi menjadi tinggi pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (b) Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada triwulan III; (c) Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi kematian janin dalam kandungan; (d) Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada kehamilan berikutnya; dan (e) Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria, edema, dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsi dan eklamsi.
Berikut ini beberapa teori yang mencoba menjelaskan tentang perkiraan etiologi dari pre-eklamsi dan eklamsi. Adapun teori-teori tersebut antara lain, yaitu:
1.      Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasos-pasme dan kerusakan endotel.
2.      Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
a.      Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum.
b.     Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
3.      Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a.       Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b.      Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.
c.       Kecendrungan meningkatnya frekwensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d.      Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)
Secara pasti penyebab timbulnya gejala tersebut belum diketahui, teori yang digunakan oleh ilmuwan belum dapat menjawab beberapa hal berikut :
Frekuensi bertambah banyak pada primigravida, kehamilan ganda, hidramion, dan mola hidatidosa. Sebab bertambanya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan. Sebab jarang terjadinya preeklampsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya. Sebab timbulnya hipertensi, oedema, dan proteinuria.
Dari semua gejala tersebut, gejala awal yang muncul adalah hipertensi, dimana untuk menegakkan diagnosa tersebut adalah yaitu kenaikan tekanan sistole paling tidak naik hingga 30 mmHg atau lebih dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya. Kenaikan diastolik 15 mmHg atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Untuk memastikan diagnose tersebut harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB yang berlebihan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB lebih dari 1 Kg setiap minggunya selama beberapa kali ,maka perlu adanya kewaspadaan akan timbulnya preeklampsi.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin > 0,3 gr/liter urin 24 jam atau pemeriksaan kuantitatif menunjukkan + 1 atau + 2 atau 1 gr/liter atau lebih dalam urine midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu kewaspadaan jika muncul gejala tersebut.

  1. Manisfestasi Klinis PEB
Menurut Mochtar dan Mansjoer, diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya gambaran klinik dua dari tiga gejala yaitu pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan proteinuria. Penambahan berat bbadan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein lebih dari atau sama dengan 1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut preeklamsia berat bila ditemukan gejala berikut:
1.      Tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 160 mmHg atau diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg.
2.      Proteinuria +l lebih dari atau sama dengan 5g/24 jam atau lebih dari atau sama dengan3 pada tes celup.
3.      Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
4.      Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5.      Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.      Edema paru atau sianosis.
7.      Trombositopenia.
8.      Pertumbuhan janin terhambat.

Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia berat didapatkan  gejala-gejala subjektif seperti sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gangguan serebral lainnya seperti oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.
Adanya Impending Preeklampsia (PEB disertai salah satu atau beberapa gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif) ditangani sebagai kasus eklampsia

  1. Patofisiologi/Mekanisme PEB
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain :
  1. Adhesi dan agregasi trombosit.
  2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
  3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit.
  4. Produksi prostasiklin terhenti.
  5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan
  6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

  1. Kriteria Diagnosis PEB
Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih gejala/tanda di bawah ini:
1.      Tekanan darah >160/110 mmHg dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
2.      Proteinuria >5 g/liter atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif.
3.      Oliguria, produksi urine <500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma.
4.      Gangguan visus dan serebral.
5.      Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
6.      Edema paru dan sianosis.
7.      Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
8.      Adanya HELLP Syndrome (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count).


  1. Komplikasi PEB
Komplikasi terberat dari preeklamsia adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklamsi berat dan eklamsi, antara lain adalah:
1.      Solusio plasenta
Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2.      Hipofibrinogenemia
Maka dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3.      Hemolisis
Penderita dengan pre-eklamsi berat kadang akan menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui pasti apakah hal ini merupakan kerusakan sel-sel hepar atau destruksi sel-sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4.      Perdarahan otak
Merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5.      Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara dapat berlangsung selama seminggu. Kadang-kadang dapat terjadi perdarahan pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksi serebri.
6.      Edema paru-paru
Dapat terjadi karena adanya payah jantung
7.      Nekrosis hepar
Nekrosis periportal hepar pada preeklamsi dan eklamsi merupakan akibat dari vasospasme arteriola sistemik. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8.      Sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet)
9.      Kelainan ginjal
Berupa endoteliosis glomerulus, yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotel tubulus ginjal tanpa adanya kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai dengan gagal ginjal.
10.  Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin
11.  Komplikasi-komplikasi lainnya
Komplikasi-komplikasi yang lain dapat berupa pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh yang didahului dengan kejang-kejang.

  1. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi pemeriksaan tekanan darah tinggi¸ refleks meningkat, proteinuria pada pemeriksaan laboratorium serta didapatkannya satu atau lebih gejala-gejala klinis dari preeklamsia berat.
Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan pada adanya gambaran klinik berupa pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria. Gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium; gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah. Gangguan serebral lalinnya: oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
Diagnosis Banding
1.      Kronik hipertensi dan kehamilan
2.      Kehamilan dengan sindrom nefrotik
3.      Kehamilan dengan payah jantung.

  1. Penatalaksanaan Medis dan Prognosis
1.      Pencegahan
a.    Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklamsia, lalu berikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
b.    Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsi jika ada faktor-faktor predisposisi.
c.    Penerangannya mengenai manfaat istirahat dan diit, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit tinggi protein dan rendah garam, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
Walaupun pencegahan tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.



2.      Penanganan
Tujuan utama penanganan preeklampsia berat adalah:
a.    Mencegah kejang,
b.    Menjaga tekanan darah ibu, dan
c.    Menginisiasi kelahiran.

3.      Perawatan Aktif
a.       Pengobatan Medisinal
1)   Segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang infus D5%/RL dari IGD.
2)   Total bed rest dalam posisi lateral decubitus.
3)   Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
4)   Antasida.
5)   Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat:
a.       Tersedia antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit).
b.      Reflek patella (+) kuat
c.       Rr > 16 x/menit, tanda distress nafas (-) Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravena: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan IV+IM, jika tidak ada LD cukup IM saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4gr/MgSO4 40% setiap 6 jam, bergiliran pada gluteus kanan atau kiri.
Penghentian SM:
Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai normotensi.
1)      Diazepam:
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi.
Cara pemberian dengan didrip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
2)      Diuretika Antepartum: manitol
3)      Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release). Indikasi: Edema paru-paru, gagal jantung kongestif, Edema anasarka.
4)      Anti hipertensi Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
5)      Alternatif: Antepartum Adrenolitik sentral:
a)      Dopamet 3X125-500 mg.
b)      Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg.
c)      Kardiotonika Indikasi: gagal jantung.
d)     Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu>38,5°C
Antibiotika jika ada indikasi Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1X80 mg/hari
Syarat:  Trombositopenia (<60.000/cmm).

b.      Pengobatan Obstetrik
1)      Belum inpartu
a)      Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat: Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal.
b)      Sectio Caesaria Syarat: kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.
2)      Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC.
Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam, dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk kehamilan <37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin.
4.      Perawatan Konservatif
Perawatan konservatif kehamilan preterm<37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik.
Perawatan tersebut terdiri dari:
a.       SM Therapy: Loading dose: IM saja.
Maintenance dose: sama seperti di atas.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
b.      Terapi lain sama seperti di atas.
c.       Dianggap gagal jika > 24 jam tidak ada perbaikan, harus diterminasi.
d.      Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
e.       Penderita dibolehkan pulang bila dalam 3 hari setelah perawatan penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.

  1. ASKEP PEB
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
a.       Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada (adanya edema pada paru)
b.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi
d.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan retensi garam dan air
e.       Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik (penurunan filtrasi)
f.       Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasife







2. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Waktu
No. Dx
NOC
NIC
RASIONAL
Tgl
Jam
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X24 jam diharapkan pola nafas klien normal dengan kriteria hasil:
Respiratory Status: Ventilation (0703)
- Respirasi dalam batas normal
- Mudah bernafas
- Tidak ada dipsnea
- TTV normal
Airway Management (3140)
- Buka jalan nafasdengan tehnik chin lift
- Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi jika pasien perlu pemasangan alat jalan nafas buatan
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
- Monitor respirasi dan status O2
- Observasi TTV
- Agar memudahkan bernapas dengan lancar
- Untuk memenuhi kebutuhan O2 klien
- Mencegah terjadinya hipoksia
- Untuk mengetahui adanya suara nafas tambahan
- Untuk mengetahui respirasired dan kebutuhan O2
- Mengetahui keadaan umum klien
2.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
Pain Control (1605)
 Mengenali faktor penyebab
 Menggunakan metode pencegahan
 Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
 Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
 Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
 Mengenali gejala-gejala nyeri
 Mencatat pengalamantentang nyeri sebelumnya
 Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
Pain Management (1400)
1.      Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi
2.      Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga, dengan nyeri kronis
3.      Evaluasi tentang keefektifitan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
4.      Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan pencegahan
5.      Berikan analgetik sesuai anjuran dokter
6.      Beritahu dokter jika tindakan berhasil atau terjadi keluhan
1.      Mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2.      Dapat membandingkan nyeri yang ada dari nyeri sebelumnya
3.      Penggunaan persepsi diri/ perilaku untuk menghilangkan nyeri dapat membantu pasien mengatasinya lebih efektif
4.      Informasi tentang nyeri dapat membantu dalam menurunkan persepsi nyeri
5.      Analgetik diberikan untuk nyeri ringan yang tidak hilang dengan tindakan kenyamanan.
6.      Untuk melanjutkan terapi selanjutnya
3.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nafsu makan klien normal lagi dengan kriteria hasil:
Nutritional Status (1004)
 Stamina,Tenaga
 Kekuatan menggenggam
 Penyembuhan jaringan
 Daya tahan tubuh
 Tidak ada penurunan BB yg berlebih
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak pernahmenunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
Nutrition Management (1100)
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
3. Berikan substansi gula
4. Berikan makanan yang terpilih( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
1. Untuk mengetahui apakah pasien ada alergi makanan
2. intake Fe dapat meningkatkan kekuatan tulang
3. substansi gula dapat meningkatkan energi pasien
4. Untuk memenuhi status gizi pasien
5. Catatan harian makanan dapat mengetahui asupan nutrisi pasien
4.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat tidak ada resiko kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil:
 Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan BB
 TTV dalam batas normal
 Elastisitas turgor kulit normal
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
 Membran mukosa lembab
 Tidak ada rasa haus berlebihan
Keterangan penilaian NOC:
1. Tidak dilakukan sama sekali
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
Fluid Management
1. Pertahankan catatan intake output urin yang di buat
2. Monitor adanya status dehidrasi
3. Monitor hasil lab. yang sesuai dengan retensi cairan
4. Monitor TTV
5. Kolaborasi pemberian cairan atau makanan/ infus
6. Monitor status nutrisi
7. Dorong masukan oral
1. Untuk mengetahui perubahan intake output urin klien
2.antisipasi terjadinya dehidrasi berat
3.untuk memberikan tindakan yang sesuai dengan kondisi klien
4.untuk mengetahui keadaan umum klien
5.Untuk memulihkan energi pasien
6. Untuk mengetahui intake nutrisi pasien
7. Mengoptimalkan keadaan pasien agar kembali normal
5.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x 24 jam eliminasi urin klien dalam rentang normal dengan kriteria hasil :
 Urinary Elimination 
- Frekuensi eliminasi urin dalam rentang normal
- Tidak ada bengkak dan memerah pada saluran kemih
- Tidak ada sekret/cairan nanah keluar dari saluran kencing
- Urin tidak mengandung protein glukosaataupun keton
Urinary Elimination Management
- Monitor pengeluaran urin termasuk frekuensi, warna, volume, dan senyawa yang terkandung didalamnya
- Monitor tanda dan gejala adanya retensi urin
- Catat waktu pengeluaran urin terakhir
- Ajarkan pasien untuk minum secara lancar yaitu 8 gelas sehari
- Anjurkan klien untuk mengenali adanya ISK yang berkelanjutan
- Untuk mengetahui warna, frekuensi, volume dan senyawa yang terkandung dalam urine yang di keluarkan oleh paisen.
- Untuk mengetahui tanda dan gejala yang terjadi pada pasien pada saat terjadi retensi urine.
- Untuk mengetahui pengeluaran urin pasien
- Untuk membantu pasien dalam memasukkan cairan secara optimal.
- Untuk membantu pasien mengetahui gejala apbila ISK kembali.
6.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pasien mampu mengkontrol terjadinya infeksidengan criteria hasil:
Risk Control (1902)
- faktor resiko dari lingkungan terpantau
- strategi kontrol resiko berkembang dengan efektif
- memonitor perubahan status kesehatan
- melaksanakan strategi kontrol resiko yang terpilih
Keterangan penilaian NOC:
1.tidak diperlihatkan
2.jarang diperlihatkan
3.kadang-kadang diperlihatkan
4.sering diperlihatkan
5.konsisten diperlihatkan
Infection Protection (16550)
- Pertahankan tehnik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
- Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotic bila perlu
- Untuk mencegah terjadinya infeksi
- Untuk mengurangi resiko infeksi dari pengunjung
- Untuk mencegah penyebaran pathogen terhadap pengunjung
- Untuk mengurangi penyebaran pathogen
- Untuk mempertahankan asupan nutrisi klien
- Antibiotic sebagai pelindung tubuh untuk menolak pathogen yang merugikan bagi tubuh


0 komentar:

Post a Comment

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget