SKENARIO KASUS B
Ibu
usia 32 tahun, datang ke klinik bersalin, G3 P2 A0, usia kehamilan 32 minggu,
terdiagnosa PEB. Tidak ada riwayat menderita hipertensi. Jarak kehamilan dengan
persalinan lalu 2 tahun.
I.
IDENTIFIKASI MASALAH
- Terdiagnosa PEB
- Usia ibu 32 tahun
- G3 P2 A0
- Usia kehamilan 32 minggu
- Jarak kehamilan dengan persalinan lalu 2 tahun
II.
ANALISA MASALAH
·
Ibu dengan
kasus PEB
·
Patofisiologi
PEB
·
Komplikasi
PEB
·
Penatalaksanaan
PEB
·
Perawatan
Konservatif
·
Perawatan
Aktif
·
Persalinan
ibu dengan PEB
·
Indikasi
Obstetrik
·
Diagnosa
keperawatan yang muncul
III. TINJAUAN TEORI
- Definisi PEB
Preeklamsi adalah
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah
usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Arif Mansjoer, 2001).
Menurut Rustam Mochtar
(1998) pre-eklamsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu pre-eklamsi ringan dan pre-eklamsi
berat. Pre-eklamsi berat terjadi bila disertai keadaan sebagai berikut:
1. Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2. Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
3. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24.
4. Adanya gangguan visus, gangguan serebral, dan rasa nyeri di epigastrium.
5. Terdapat edema paru dan sianosis.
- Etiologi PEB
Menurut Mochtar
dan Mansjoer, etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun belum
ada memberikan jawaban yang memuaskan. Teori “iskemia plasenta”. Namun teori
ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian dengan penyakit ini.
Teori yang
dapat diterima haruslah dapat menerangkan (a) Mengapa frekuensi menjadi tinggi
pada: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa; (b)
Mengapa frekuensi bertambah seiring dengan tuanya kehamilan, umumnya pada
triwulan III; (c) Mengapa terjadi perbaikan keadaan penyakit, bila terjadi
kematian janin dalam kandungan; (d) Mengapa frekuensi menjadi lebih rendah pada
kehamilan berikutnya; dan (e) Penyebab timbulnya hipertensi, proteinuria,
edema, dan konvulsi sampai koma. Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa
bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsi
dan eklamsi.
Berikut ini beberapa teori yang mencoba
menjelaskan tentang perkiraan etiologi dari pre-eklamsi dan eklamsi. Adapun teori-teori tersebut antara lain, yaitu:
1.
Peran
Prostasiklin dan Tromboksan
Pada PE-E didapatkan kerusakan
pada endotel vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2)
yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasos-pasme dan kerusakan endotel.
2.
Peran
Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi
pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini
dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya.
Fierlie FM (1992) mendapatkan
beberapa data yang men-dukung adanya sistem imun pada penderita PE-E:
a. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai
komplek imun dalam serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan
adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat
(1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem
imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti
bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Beberapa bukti yang menunjukkan
peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada
manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan
meningkatnya frekwensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi
PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar
mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron
System (RAAS)
Secara pasti penyebab timbulnya gejala tersebut belum
diketahui, teori yang digunakan oleh ilmuwan belum dapat menjawab beberapa hal
berikut :
Frekuensi bertambah banyak pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramion, dan mola hidatidosa. Sebab
bertambanya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan. Sebab jarang
terjadinya preeklampsi pada kehamilan-kehamilan berikutnya. Sebab timbulnya hipertensi, oedema, dan
proteinuria.
Dari semua gejala tersebut, gejala awal yang muncul
adalah hipertensi, dimana untuk menegakkan diagnosa tersebut adalah yaitu
kenaikan tekanan sistole paling tidak naik hingga 30 mmHg atau lebih
dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya. Kenaikan diastolik 15 mmHg atau
menjadi 90 mmHg atau lebih. Untuk memastikan diagnose tersebut harus dilakukan
pemeriksaan tekanan darah minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat
istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan
berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB
yang berlebihan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB
lebih dari 1 Kg setiap minggunya selama beberapa kali ,maka perlu adanya
kewaspadaan akan timbulnya preeklampsi.
Proteinuria
berarti konsentrasi protein dalam urin > 0,3 gr/liter urin 24 jam atau
pemeriksaan kuantitatif menunjukkan + 1 atau + 2 atau 1 gr/liter atau lebih
dalam urine midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Proteinuria timbul lebih
lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu kewaspadaan jika muncul
gejala tersebut.
- Manisfestasi Klinis PEB
Menurut Mochtar
dan Mansjoer, diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya gambaran
klinik dua dari tiga gejala yaitu pertambahan berat badan yang berlebihan,
diikuti edema, hipertensi, dan proteinuria. Penambahan berat bbadan yang
berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat
sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka.
Tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg atau tekanan sistolik
meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah
pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua
yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai bakat preeklamsia.Proteinuria
bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif menunjukkan +1 atau 2; atau kadar protein lebih dari atau sama
dengan 1g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah,
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Disebut
preeklamsia berat bila ditemukan gejala berikut:
1.
Tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 160
mmHg atau diastolik lebih dari atau sama dengan 110 mmHg.
2.
Proteinuria +l lebih dari atau sama dengan 5g/24 jam
atau lebih dari atau sama dengan3 pada tes celup.
3.
Oliguria (<400 ml dalam 24 jam).
4.
Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.
5.
Nyeri epigastrium dan ikterus.
6.
Edema paru atau sianosis.
7.
Trombositopenia.
8.
Pertumbuhan janin terhambat.
Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia
berat didapatkan gejala-gejala subjektif
seperti sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di
daerah epigastrium, mual atau muntah. Gangguan serebral lainnya seperti oyong, refleks meningkat,
dan tidak tenang. Gejala-gejala ini sering
ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa
eklampsia akan timbul.
Adanya Impending Preeklampsia (PEB disertai salah satu atau beberapa
gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan tekanan darah yang progresif) ditangani sebagai kasus
eklampsia
- Patofisiologi/Mekanisme PEB
Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga
terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada
tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi
arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/anoksia
jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses
hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga
dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak
adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase
lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan
antara perok-sidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan,
maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif.
Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya
peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin,
ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat.
Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein.
Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk
sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut.
Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan meng-akibatkan antara lain :
- Adhesi dan
agregasi trombosit.
- Gangguan
permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma.
- Terlepasnya
enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya
trombosit.
- Produksi
prostasiklin terhenti.
- Terganggunya
keseimbangan prostasiklin dan tromboksan
- Terjadi
hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.
- Kriteria Diagnosis PEB
Apabila pada kehamilan >20 minggu didapatkan satu/ lebih
gejala/tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah >160/110 mmHg
dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi (pengukuran minimal setelah
istirahat 10 menit) dan tidak dalam keadaan his.
2. Proteinuria >5 g/liter atau 4+ pada pemeriksaan
secara kuantitatif.
3. Oliguria, produksi urine <500 cc/24 jam yang disertai
kenaikan kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral.
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan.
6. Edema paru dan sianosis.
7. Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.
8. Adanya HELLP Syndrome (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet count).
- Komplikasi PEB
Komplikasi terberat dari preeklamsia adalah kematian ibu dan janin. Komplikasi di
bawah ini biasanya terjadi pada pre-eklamsi berat dan eklamsi, antara lain
adalah:
1.
Solusio plasenta
Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering
terjadi pada preeklampsia.
2.
Hipofibrinogenemia
Maka
dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3.
Hemolisis
Penderita
dengan pre-eklamsi berat kadang akan menunjukkan gejala klinis hemolisis yang
dikenal dengan ikterus. Belum diketahui pasti apakah hal ini merupakan
kerusakan sel-sel hepar atau destruksi sel-sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi
penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4.
Perdarahan otak
Merupakan
penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5.
Kelainan mata
Kehilangan
penglihatan untuk sementara dapat berlangsung selama seminggu. Kadang-kadang
dapat terjadi perdarahan pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan
terjadi apopleksi serebri.
6.
Edema paru-paru
Dapat
terjadi karena adanya payah jantung
7.
Nekrosis hepar
Nekrosis periportal hepar pada preeklamsi dan eklamsi merupakan akibat dari
vasospasme arteriola sistemik. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8.
Sindrom HELLP (Haemolysis, Elevated Liver enzymes,
and Low Platelet)
9.
Kelainan ginjal
Berupa endoteliosis glomerulus, yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotel
tubulus ginjal tanpa adanya kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul adalah anuria sampai dengan gagal ginjal.
10. Prematuritas,
dismaturitas, dan kematian janin intra uterin
11. Komplikasi-komplikasi
lainnya
Komplikasi-komplikasi yang lain dapat berupa pneumonia aspirasi dan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation), lidah tergigit, trauma dan fraktur karena
terjatuh yang didahului dengan kejang-kejang.
- Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik meliputi pemeriksaan tekanan darah tinggi¸ refleks meningkat,
proteinuria pada pemeriksaan laboratorium serta didapatkannya satu atau lebih gejala-gejala klinis dari preeklamsia berat.
Diagnosis yang ditegakkan
berdasarkan pada adanya gambaran
klinik berupa pertambahan
berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi, dan timbul proteinuria. Gejala subjektif berupa sakit kepala di daerah frontal,
nyeri epigastrium; gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual
dan muntah. Gangguan serebral lalinnya: oyong, refleks meningkat, dan tidak
tenang.
Diagnosis Banding
1.
Kronik hipertensi dan
kehamilan
2.
Kehamilan dengan sindrom
nefrotik
3.
Kehamilan dengan payah
jantung.
- Penatalaksanaan
Medis dan Prognosis
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal yang teratur
dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklamsia, lalu berikan pengobatan
yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
b. Harus selalu waspada terhadap kemungkinan
terjadinya preeklamsi jika ada faktor-faktor predisposisi.
c. Penerangannya
mengenai manfaat istirahat dan diit, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit tinggi protein dan rendah
garam, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat
badan yang berlebihan.
Walaupun pencegahan tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil.
2. Penanganan
Tujuan utama
penanganan preeklampsia berat adalah:
a.
Mencegah kejang,
b.
Menjaga tekanan darah ibu, dan
c.
Menginisiasi kelahiran.
3.
Perawatan
Aktif
a.
Pengobatan Medisinal
1) Segera rawat di ruangan yang terang
dan tenang, terpasang infus D5%/RL dari IGD.
2) Total bed rest dalam posisi lateral
decubitus.
3) Diet cukup protein, rendah KH-lemak
dan garam.
4) Antasida.
5) Anti kejang:
Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat:
a.
Tersedia
antidotum Ca. Glukonas 10% (1 amp/iv dalam 3 menit).
b.
Reflek
patella (+) kuat
c.
Rr
> 16 x/menit, tanda distress nafas (-) Produksi urine > 100 cc dalam 4
jam sebelumnya.
Cara Pemberian:
Loading dose secara intravena: 4
gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40%
gluteus kanan, 4 gr/MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending
eklampsi LD diberikan IV+IM, jika tidak ada LD cukup IM saja.
Maintenance dose diberikan 6 jam setelah
loading dose, secara IM 4gr/MgSO4 40% setiap 6 jam, bergiliran pada gluteus
kanan atau kiri.
Penghentian SM:
Pengobatan dihentikan bila terdapat
tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam tercapai
normotensi.
1) Diazepam:
Digunakan
bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4
tidak dipenuhi.
Cara pemberian dengan didrip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24
jam tidak ada pemberian, alih rawat R. ICU.
2) Diuretika Antepartum: manitol
3) Postpartum: Spironolakton (non K release),
Furosemide (K release). Indikasi: Edema paru-paru, gagal
jantung kongestif, Edema anasarka.
4) Anti hipertensi Indikasi:
T > 180/110 Diturunkan secara bertahap.
5) Alternatif: Antepartum
Adrenolitik sentral:
a) Dopamet 3X125-500 mg.
b) Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500
ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari. Post partum ACE inhibitor:
Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin 3X5-10 mg.
c) Kardiotonika Indikasi:
gagal jantung.
d) Lain-lain:
Antipiretika, jika suhu>38,5°C
Antibiotika jika ada indikasi Analgetika
Anti Agregasi Platelet: Aspilet
1X80 mg/hari
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm).
b. Pengobatan Obstetrik
1) Belum inpartu
a) Amniotomi & Oxytocin drip (OD) Syarat:
Bishop score >8, setelah 3 menit tx. Medisinal.
b) Sectio Caesaria Syarat:
kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.
2) Sudah inpartu
Kala I
Fase aktif: 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC.
Fase laten: Amniotomy saja, 6 jam
kemudian pembuatan belum lengkap lakukan SC (bila perlu drip oxytocin).
Kala II
Pada persalinan pervaginam,
dilakukan partus buatan VE/FE. Untuk kehamilan <37 minggu, bila
memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin.
4.
Perawatan
Konservatif
Perawatan konservatif kehamilan
preterm<37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eklampsia, dengan keadaan janin baik.
Perawatan tersebut terdiri dari:
a.
SM Therapy: Loading dose: IM saja.
Maintenance dose: sama seperti di atas.
Sulfas Magnesikus dihentikan bila sudah mencapai tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
b.
Terapi lain sama seperti di atas.
c.
Dianggap gagal jika > 24 jam tidak
ada perbaikan, harus diterminasi.
d.
Jika sebelum 24 jam hendak dilakukan
tindakan, diberikan SM 20% 2 gr/IV dulu.
e.
Penderita dibolehkan pulang bila dalam 3 hari setelah perawatan
penderita menunjukkan tanda-tanda PER keadaan penderita tetap baik dan stabil.
- ASKEP PEB
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
a.
Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan deformitas
dinding dada (adanya edema pada paru)
b.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi
c.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan/mencerna makanan karena faktor biologi
d.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
retensi garam dan air
e.
Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan sindroma nefrotik (penurunan filtrasi)
f.
Resiko
infeksi berhubungan dengan tindakan invasife
2. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Waktu
|
No.
Dx
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
|
Tgl
|
Jam
|
||||
1.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X24 jam diharapkan pola nafas klien normal
dengan kriteria hasil:
Respiratory Status: Ventilation (0703)
- Respirasi
dalam batas normal
- Mudah
bernafas
- Tidak
ada dipsnea
- TTV
normal
|
Airway Management (3140)
- Buka
jalan nafasdengan tehnik chin lift
- Posisikan
klien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi jika pasien perlu pemasangan alat jalan nafas buatan
- Auskultasi
suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
- Monitor
respirasi dan status O2
- Observasi
TTV
|
- Agar
memudahkan bernapas dengan lancar
- Untuk
memenuhi kebutuhan O2 klien
- Mencegah
terjadinya hipoksia
- Untuk
mengetahui adanya suara nafas tambahan
- Untuk
mengetahui respirasired dan kebutuhan O2
- Mengetahui
keadaan umum klien
|
||
2.
|
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
Pain Control
(1605)
Mengenali faktor penyebab
Menggunakan metode pencegahan
Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk
mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalamantentang nyeri sebelumnya
Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol
Keterangan penilaian
NOC:
1. Tidak dilakukan sama
sekali
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
|
Pain Management (1400)
1. Kaji secara
komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik, dan onset,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor
presipitasi
2. Kaji pengalaman
individu terhadap nyeri, keluarga, dengan nyeri kronis
3. Evaluasi tentang
keefektifitan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan
4. Berikan
informasi tentang nyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi, dan tindakan
pencegahan
5. Berikan
analgetik sesuai anjuran dokter
6. Beritahu dokter
jika tindakan berhasil atau terjadi keluhan
|
1. Mengindikasikan terjadinya komplikasi.
2. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari nyeri
sebelumnya
3. Penggunaan persepsi diri/ perilaku untuk
menghilangkan nyeri dapat membantu pasien mengatasinya lebih efektif
4. Informasi tentang nyeri dapat membantu dalam
menurunkan persepsi nyeri
5. Analgetik diberikan untuk nyeri ringan yang
tidak hilang dengan tindakan kenyamanan.
6. Untuk melanjutkan terapi selanjutnya
|
||
3.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan nafsu makan klien normal lagi dengan kriteria hasil:
Nutritional Status (1004)
Stamina,Tenaga
Kekuatan menggenggam
Penyembuhan jaringan
Daya tahan tubuh
Tidak ada penurunan BB yg berlebih
Keterangan penilaian
NOC:
1. Tidak
pernahmenunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
|
Nutrition Management (1100)
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
3. Berikan substansi gula
4. Berikan makanan yang terpilih( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian
|
1. Untuk mengetahui apakah pasien ada alergi
makanan
2. intake Fe dapat meningkatkan kekuatan tulang
3. substansi gula dapat meningkatkan energi
pasien
4. Untuk memenuhi status gizi pasien
5. Catatan harian makanan dapat mengetahui
asupan nutrisi pasien
|
||
4.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat tidak ada resiko
kekurangan volume cairan dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urin output sesuai dengan usia
dan BB
TTV dalam batas normal
Elastisitas turgor kulit normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Membran mukosa lembab
Tidak ada rasa haus berlebihan
Keterangan penilaian
NOC:
1. Tidak dilakukan sama
sekali
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
|
Fluid Management
1. Pertahankan
catatan intake output urin yang di buat
2. Monitor adanya status dehidrasi
3. Monitor hasil lab. yang sesuai dengan
retensi cairan
4. Monitor TTV
5. Kolaborasi pemberian cairan atau makanan/
infus
6. Monitor
status nutrisi
7. Dorong
masukan oral
|
1. Untuk mengetahui perubahan intake output
urin klien
2.antisipasi terjadinya dehidrasi berat
3.untuk memberikan tindakan yang sesuai
dengan kondisi klien
4.untuk mengetahui keadaan umum klien
5.Untuk memulihkan energi pasien
6. Untuk mengetahui intake nutrisi pasien
7. Mengoptimalkan keadaan pasien agar kembali
normal
|
||
5.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama…x 24 jam eliminasi urin klien dalam rentang normal dengan kriteria
hasil :
Urinary Elimination
- Frekuensi
eliminasi urin dalam rentang normal
- Tidak ada bengkak dan memerah pada saluran
kemih
- Tidak ada sekret/cairan nanah keluar dari
saluran kencing
- Urin
tidak mengandung protein glukosaataupun keton
|
Urinary Elimination Management
- Monitor
pengeluaran urin termasuk frekuensi, warna, volume, dan senyawa yang
terkandung didalamnya
- Monitor
tanda dan gejala adanya retensi urin
- Catat
waktu pengeluaran urin terakhir
- Ajarkan pasien untuk minum secara lancar
yaitu 8 gelas sehari
- Anjurkan klien untuk mengenali adanya ISK
yang berkelanjutan
|
- Untuk
mengetahui warna, frekuensi, volume dan senyawa yang terkandung dalam
urine yang di keluarkan oleh paisen.
- Untuk
mengetahui tanda dan gejala yang terjadi pada pasien pada saat terjadi
retensi urine.
- Untuk
mengetahui pengeluaran urin pasien
- Untuk
membantu pasien dalam memasukkan cairan secara optimal.
- Untuk
membantu pasien mengetahui gejala apbila ISK kembali.
|
||
6.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pasien mampu mengkontrol
terjadinya infeksidengan criteria hasil:
Risk Control (1902)
- faktor
resiko dari lingkungan terpantau
- strategi kontrol resiko berkembang dengan efektif
- memonitor perubahan status kesehatan
- melaksanakan strategi kontrol resiko yang
terpilih
Keterangan penilaian
NOC:
1.tidak diperlihatkan
2.jarang diperlihatkan
3.kadang-kadang
diperlihatkan
4.sering diperlihatkan
5.konsisten
diperlihatkan
|
Infection Protection (16550)
- Pertahankan
tehnik isolasi
- Batasi
pengunjung bila perlu
- Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
- Pertahankan
lingkungan aseptic selama pemasangan alat
- Tingkatkan
intake nutrisi
- Berikan
terapi antibiotic bila perlu
|
- Untuk
mencegah terjadinya infeksi
- Untuk
mengurangi resiko infeksi dari pengunjung
- Untuk
mencegah penyebaran pathogen terhadap pengunjung
- Untuk
mengurangi penyebaran pathogen
- Untuk
mempertahankan asupan nutrisi klien
- Antibiotic
sebagai pelindung tubuh untuk menolak pathogen yang merugikan bagi tubuh
|
0 komentar:
Post a Comment