Friday 22 May 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Bimbingan karir  adalah kegiatan dan layanan bantuan terhadap peserta didik agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengembangkan masa depan sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggung jawab (winkel: 673). Bimbingan karir juga bertujuan agar siswa memperoleh pemahaman dunia kerja dan akhirnya mereka  mampu menetukan pilihan kerja dan menyusun perancanaan karir.
Untuk  membantu peserta didik dalam pengembangan karir, terdapat beberapa teori yang dapat menjadi  acuan konselor dalam memberikan layanan bimbingan karir, seperti teori perkembangan karir Ginzberg, teori perkembangan kerir dan teori hidup super, teori pengambilan keputusan karir behavioral Krumboltz, teori pilihan karir Ann Roe, teori trait and factor, dan teori Holland. Dalam makalah ini akan khusus dibahas mengenai teori perkembangan karir trait and factor.
Pengembangan instrumen asesmen dan penyempurnaan informasi tentang okupasi terkait erat dengan teori trait-and-faktor. Perkembangan nilai-nilai individu dalam proses pembuatan keputusan karier juga merupakan faktor yang signifikan. Beberapa ahli berpendapat bahwa teori trait-and-factor mungkin lebih tepat disebut psikologi diferensial terapan.


1.2 RUMUSAN MASALAH
Telah diungkapkan sebelumnya bahwa dalam makalah ini akan membahas tentang teori trait and factor. Yang menjadi permasalahan, apa yang dimaksud dengan teori perkambangan karir  trait and factor.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Trait and Factor
Teori Trait & Factor
Teori trait and factor tersusun melalui perkembangan yang lama dan berasal dari sumbangan sejumlah pakar. Menjadi awal dari pikiran ini adalah gagasan dari F. Parsons dalam membantu orang-orang muda yang mencari pekerjaan. Nama-nama lain yang ikut menyumbang bagi pengembangan  teori trait and factor ini adalah D.G. Paterson, J.G. Darley, E.G. Williamson. Para ahli-ahli tersebut memberikan sumbangan besar dalam kemajuan psikologi diferensial yang menekankan pengungkapan ciri-ciri kepribadian melalui alat ukur ilmiah, yang berlandas pada paham dan pengakuan adanya perbedaan antarpribadi (perbedaan perseorangan). Psikologi diferensial bertujuan untuk mengetahui apa kaitan dan arti penting perbedaan-perbedaan itu. Hal-hal itulah yang juga dibahas dalam teori pengembangan karir trait and factor.
Yang dimaksud dengan Trait adalah suatu ciri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Ciri-ciri itu dapat diketahui melalui berbagai tes psikologis, untuk selanjutnya data hasil testing psikologis tersebur dianalisis dengan teknik statistik yang disebut factor analysis. Sedangkan ciri-ciri dasar yang ditemukan disebut factor.Jadi teori Trait and Factor adalah pandangan yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang dapat didiskripsikan denagn mengidentifikasi sejumlah ciri, berdasarkan hasil analisis tes psikologis yang mengukur dimensi kepribadian seseorang.
Di kalangan para pelopor teori konseling vokasional, Parsons (1909) berpendapat bahwa bimbingan vokasional dilakukan pertama dengan mempelajari individu, kemudian dengan menelaah berbagai okupasi, dan akhirnya dengan mencocokkan individu dengan okupasi. Proses ini, yang disebut teori trait-and-factor, secara sederhana dapat diartikan sebagai mencocokkan karakter individu dengan tuntutan suatu okupasi tertentu, yang pada gilirannya akan memecahkan masalah penelusuran kariernya. Teori trait-and-faktor ini berkembang dari studi tentang perbedaan-perbedaan individu dan perkembangan selanjutnya terkait erat dengan gerakan testing atau psikometri. Teori ini berpengaruh besar terhadap studi tentang deskripsi pekerjaan dan persyaratan pekerjaan dalam upaya memprediksi keberhasilan pekerjaan di masa depan berdasarkan pengukuran traits yang terkait dengan pekerjaan. Karakteristik utama dari teori ini adalah asumsi bahwa individu mempunyai pola kemampuan unik atau traits yang dapat diukur secara objektif dan berkorelasi dengan tuntutan berbagai jenis pekerjaan.
Williamson merupakan seorang pendukung kuat konseling berdasarkan teori trait-and-factor. Penggunaan prosedur konseling Williamson menggunakan pendekatan trait-and-factor yang dikembangkan dari karya Parsons. Bahkan ketika diintegrasikan ke dalam teori-teori bimbingan karier lain, pendekatan trait-and-faktor memainkan peranan yang sangat vital. Dampak dan pengaruhnya terhadap perkembangan teknik-teknik asesmen dan penggunaan informasi tentang karier sangat besar.
Namun demikian, selama tiga dekade terakhir ini asumsi dasar pendekatan trait-and-factor telah mendapat tantangan yang sangat kuat. Keterbatasan testing telah dibuktikan dalam dua proyek penelitian. Penelitian pertama dilakukan oleh Thorndike dan Hagen (1959), yang mengikuti pola karier 10.000 laki-laki yang telah diberi tes dalam angkatan bersenjata pada masa Perang Dunia II. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tes yang diberikan 12 tahun sebelumnya tidak akurat memprediksi keberhasilan karier karena berbagai alas an. Banyak individu yang menjabat pekerjaan yang tidak berhubungan dengan hasil pengukuran kemampuannya. Penelitian lain oleh Ghiselli (1966) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan prediksi keberhasilan dalam program pelatihan kerja berdasarkan hasil tes hanya moderat saja. Pada umumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tes saja tidak memberikan cukup informasi untuk dapat memprediksi secara akurat keberhasilan karier di masa depan.
Pada tahun 1984, Brown berargumentasi bahwa teori trait-and-faktor tidak pernah sepenuhnya difahami. Dia mengemukakan bahwa para pendukung pendekatan trait-and-faktor tidak pernah menyetujui penggunaan testing secara berlebihan dalam konseling karier. Misalnya, Williamson (1939) mengemukakan bahwa hasil tes hanya salah satu cara saja untuk mengevaluasi perbedaan individu. Data lain, seperti pengalaman kerja dan latar belakang individu pada umumnya, merupakan faktor yang sama pentingnya dalam proses konseling karier.
Para teoritikus aliran ini mengemukakan, peningnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan  persyaratan kerja; makin cocok, makin besar peluang orang itu mencapai produktivitas dan memperoleh kepuasaan.

2.2 Konsep Utama Teori Trait and Factor
Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling Trait and Factor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling Trait and Factor adalah membantu individu dalalm memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone, 1980, 171).

2.3  Proses Konseling
Peranan konselor menurut teori ini adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini sering disebut kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan, memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan tatap muka, kemudian konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
1.      Analisis
Merupakan tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau konseli.
2.      Sintetis
Merupakan langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan penyesuaian diri.
3.      Diagnosis
Sebenarnya merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya, serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian diri. Diagnosis terdiri dari 2 langkah penting:
a. Identifikasi masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin atau Pepinsky atau kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
·         Dependence atau ketergantungan.
·         Lack of information atau kurangnya informasi.
·         Self-conflict .
·         Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan.
Kategori Pepinsky
o   Lack of assurance atau kurangnya dukungan.
o   Lack of information atau kurangnya informasi.
o   Lack of Skill atau kurangnya keterampilan.
o   Dependence atau ketergantungan.
o   Self-conflict.
b.  Menentukan sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan yang dapat menerangkan sebab-sebab gejala.
Prognosis, misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalau ingin belajar menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau menerima.
4.      Konseling
Merupakan hubungan membantu konseli untuk menemukan simbur diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya. Ada 5 jenis sifat konseling:
o    Belajar terpimpin menuju pengertian diri.
o    Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
o    Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
o    Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat menyembuhkan dan efektif.
o    Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau penyaluran.
5.              Tindak lanjut
Mencakup bantuan kepada klien dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada maslah sumbernya sehingga menjamin keberhasila konseling.

2.4 Teknik Konseling
“ teknik konseling harus disesuaikan dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling” ( Williamson, dalam Petterson, 1996, hal 36).
Teknik-teknik yang sering digunakan dalam proses konseling :
Penggunaan hubungan intim (rapport). Konselor menerima konseli dalam hubungan yang hangat, intim, bersifat pribadi, penuh pemahaman dan terhindar dari hal-hal yang mengancam klien.
Memperbaiki pemahaman diri. Koseli harus memahami kekuatan dan kelemahan dirinya, dan dibantu untuk menggunakan kekuatanya dalam upaya mengatsi kelemahanya.
Pemberian nasihat dan perencanaan program kegiatan. Konselor mulai bertolak dari pilihan, tujuan, pandangan atau sikap konselor dan kemudian menunjukan data yang mendukung atau tidak mendukung dari hasil diagnosis.
ada 3 metode pemberian nasehat yang adapat digunakan konselor;
·         Nasihat langsung ( direct advising), dimana konselor secara terbuka dan jelas menyatakan pendapatnya.
·         Metode persuasif, dengan menunjukan pilihan yang pasti secara jelas.
·         Metode penjelasan, yang merupakan metode yang paling dikehendaki dan memuaskan.
·         Melaksanakan renacana, konselor memberikan bantuan dalam menetapkan pilihan atau keputusan serta implementasinya.
Menunjukan kepada petugas lain atau referal, jika konselor merasa tidak mampu menangani masalah konseli, maka ia harus merujuk konseli kepada pihak lain yang dopandang lebih kompeten untuk membantu konseli.

2.5  Keunggulan dan Kelemahan Teori Trait and Factor
        Para teoritikus aliran ini mengemukakan, peningnya kecocokan antara ciri pribadi orang dan  persyaratan kerja; makin cocok, makin besar peluang orang itu mencapai produktivitas dan memperoleh kepuasaan. Yang menjadi masalah, adalah bagaimana menilai ciri kepribadian dan memperoleh informasi pekerjaan yang andal. Untuk pengambilan keputusan kerja Parsons mengemukakan tiga hal serangkai yaitu: pribadi-pekerjaan-kecocokan (pribadi dengan pekerjaan). Individu perlu dibantu memperoleh pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya, pemahaman yang lengkap mengenai syarat-syarat untuk berhasil dalam suatu pekerjaan, dan berlandaskan informasi dan pemahaman itu, menerapkan “penalaran yang benar” dalam proses pengambilan keputusan (Crites,1981; Brown. 1984). Jadi akar akar teori trait and factor ini adalah pandangan tentang kecocokan cirri-ciri pribadi dengan pekerjaannya, yang menurut Crites tersusun atas tiga asumsi, yaitu:
1.      Dengan ciri psikologisnya yang khas, bagi setiap orang yang paling cocok adalah bekerja di suatu jenis pekerjaan tertentu.
2.      Sekelompok pekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang berlainan mempunyai ciri psikologis yang berlainan pula.
3.      Penyesuaian vokasional berbeda-beda, selaras dengan seberapa jauh kesesuaian antara cirri-ciri pekerja dan tuntutan pekerjaan.
Dalam perkembangannya selanjutnya, teori trait and factor mengalami penyesuaian-penyesuain dari rumusannya yang semula, yaitu pilihan jabatan berdasarkan pencocokan sifat pribadi dengan syarat jabatan. Paham yang kemudian menyatakan bahwa pilihan pekerjaan tidak sekedara soal pencocokan sifat diri dengan pekerjaan. Dilakukan adaptasi teori ini, dengan mempertimbangkan segi-segi kehidupan yang lebih luas termasuk kognitif, nonkognitif, dan bahwa tingkah laku orang itu berorientasi dengan tujuan. Dipertimbangkan pula nilai sebagai faktor atau sumber tingkah laku. Komitmen nilai ini dikenali dengan menggunakan tes-tes kepribadian.
Ciri dari teori Trait and Factor ini adalah asumsi bahwa orang memiliki pola kemampuan dan minat yang dapat diketahui melalui testing, dapat juga diselidiki kualitas-kualitas apa yang dituntut dalam berbagai bidang pekerjaan. Seseorang dapat menemukan jabatan yang cocok baginya dengan cara mengkorelasikan kemampuan, potensi dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegang jabatan tertentu. Maka, pandangan ini terutama menyoroti bagaimana seseorang akan membuat pilihan karier (vocational choice) yang dapat dipertanggungjawabkan.
Banyak ahli dalam dalam psikologi jabatan mempertanyakan asumsi-asumsi yang melandasi pandangan ini, yaitu “bagi setiap orang hanya terdapat satu jabatan yang cocok baginya” dan pilihan jabatan (career choice) terutama didasarkan pada identifikasi kemampuan pertemuan individual melalui testing”. Kedua asumsi ini sangat membatasi jumlah faktor yang dapat ditinjau dalam proses perkembangan karir dan karena itu teori trait and factor dinilai tidak memberikan banyak sumbangan untuk memperoleh konsepsi yang menyeluruh tentang proses perkembangan karir seseorang.
Dalam Winkle dan MM Sri Hastuti (2007:414) terdapat beberapa kelemahan dari teori trait and factor, yaitu sebagai berikut:
a.       Kualifikasi yang dituntut dari seorang pekerja bukan hanya meliputi kemampuan kognitif dan pola minat, melainkan juga sifat-sifat kepribadian seperti motivasi, yang pafa hakekatnya cirri-ciri kepribadian itu belum dapat diukur secara pasti.
b.      Kurang diindahkan adanya pengaruh dari perasaan, keinginan, dambaan aneka nilai budaya (cultural values), nilai-nilai kehidupan, dan cita-cita hidup, terhadap jabatan perkembangan anak dan remaja (vocational development) serta pilihan program atau bidang studi dan bidang pekerjaan (vocational choice)
c.       Diandaikan bahwa pilihan jabatan dan pilihan program studi terjadi sekali saja dan inipun bersifat keputusan terakhir, dengan berpikir secara rasional padahal pilihan seperti ini tidak dibuat sekali saja tapi dibuat secara bertahap dari pilihan intermediar sampai pada pilihan definitive dan bukan hanya berdasarkan proses rasional berpikir saja.
d.      Kurang diperhatikan peranan keluarga dekat, yang ikut mempengaruhi rangkaian pilihan anak dengan cara mengungkapkan harapan, dambaan, dan memberikan pertimbangan untung rugi sambil menunjuk pada tradisi kelarga.
e.       Kurang diperhitungkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat, yang ikut memperluas dan membatasi jumlah pilihan yang tersedia bagi seseorang.
f.       Kurang disadari bahwa konstelasi kualifikasi yang dituntut untuk mencapai sukses di suatu bidang pekerjaan atau bidang studi dapat berubah selama tahun-tahun yang akan datang.
g.      Pola cirri-ciri kepribadian tertentu belum pasti sangat membatasi jumlah kesempatan yang terbuka bagi seseorang, karena orang dari berbagai pola ciri kepribadian dapat mencapai sukses dibidang yang sama.
Meskipun pandangan trait and factor ini mengandung beberapa kelemahan sebagaimana dijelaskan diatas, namun pandangan ini mempunyai relevansi bagi bimbingan karir dan bimbingan konseling karir di institusi pendidikan. Data tentang diri peserta didik sendiri (data psikologis) merupakan bahan pertimbangan penting dalam merencanakan karir, asal kata itu tidak hanya dibatasi pada data hasil testing psikologis. Demikian pula data tentang kualifikasi-kualifikasi yang dibutuhkan dalam memegang suatu jabatan merupakan sebagian data tentang lingkungan hidup (data sosial) yang harus ikut dipertimbangkan. Di samping itu, pemikiran tentang pencocokan antara data psikologis dan data sosial dalam membuat pilihan jabatan dapat membantu konseli dan konselor, asal mencocokan itu tidak diartikan sebagai usaha untuk menemukan satu-satunya jabatan yang pasti cocok, melainkan sebagai usaha untuk menemukan berbagai alternatif pilihan yang kemudian dipertimbangkan pro dan kontranya.



BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pemabahasn diatas, dapat disimpulkan bahwa Trait adalah suatu cirri yang khas bagi seseorang dalam berpikir, berperasaan, dan berperilaku. Ciri-ciri itu dapat diketahui melalui berbagai tes psikologis, untuk selanjutnya data hasil testing psikologis tersebur dianalisis dengan teknik statistik yang disebut factor analysis. Sedangkan ciri-ciri dasar yang ditemukan disebut factor. Jadi teori Trait and Factor adalah pandangan yang mengemukakan bahwa kepribadian seseorang dapat didiskripsikan denagn mengidentifikasi sejumlah ciri, berdasarkan hasil analisis tes psikologis yang mengukur dimensi kepribadian seseorang.



KATA PENGANTAR
Om  Swastyastu,
            Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat Rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hakikat dan Konsep-Konsep Kesehatan Mental”
            Kami sangat berharap semoga dengan adanya makalah ini kami dapat menambah wawasan para pembaca baik dalam pengembangan ilmu maupun penyerapan informasi. Jika ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini, kami mohon kritik dan sarannya. Atas pehatiannya kami ucapakan terima kasih.

Om Santhi, Santhi, Santhi, Om

                                                                                                Singaraja, 21 Maret 2012

                                                                                                                                               
                                                                                                            Penulis






DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………………      i
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………     ii
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………    iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ……………………………………………………………………………..     1
1.2  Rumusan Masalah ………………………………………………………………………….     1
1.3  Tujuan ………………………………………………………………………………………     1
1.4  Manfaat …………………………………………………………………………………….     2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan Mental ………………………………………………………………     3
2.2 Ciri-ciri Kesehatan Mental …………………………………………………………………     4
2.3 Gangguan Kesehatan Mental ………………………………………………………………     4
2.4 Agama dan Kesehatan Mental ……………………………………………………………..     9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………   12
3.2 Saran………………………………………………………………………………………..   13
DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
      Setiap individu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dituntut untuk bekerja dan berusaha agar keinginan dari dirinya dapat terpenuhi. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut manusia memerlukan jasmani yang sehat. Karena apabila jasmani atau tubuh terganggu maka semua aktivitas individu tersebutpu terganggu. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara penuh bukan semata-mata hanya terbebas dari penyakit dan keadaan lemah tertentu. Apabila mental dan jasmani individu tersebut sehat tentunya akan sedikit kemungkinan terjadinya gangguan untuk meelakukan aktivitas sehari-hari. Jika mental individu tersebut sehat maka individu tersebut dapa terhindar dari gejala-gejala gangguan dan penyakit jiwa, sehingga ia dapat menyesuaikan diri dan dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang dimiliki. Dengan keadaan mental yang sehat maka individu tersebut dapat bekembang secara optimal. Maka dari  itu kita sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling perlu mempelajari kesehatan mental agar nanti saat menghadapi individu yang memiliki gejala-gejala gangguan mental agar dapat segera diatasi sehingga individu tersebut tidak kea rah patologi (sakit mental). Maka dari itu kami menyusun makalah yang membahas tentang kesehatan mental.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian kesehatan mental?
2.      Bagaimana ciri-ciri kesehatan mental?
3.      Bagaimana gangguan kesehatan mental?
4.      Apa hubungan agama dan kesehatan mental?

1.3  Tujuan
Tujuan umum     : Mahasiswa mengetahui pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental, gangguan kesehatan mental, agama dan kesehatan mental.
Tujuan khusus    : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian kesehatan mental dari pendapat beberapa ahli.
                         2. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan ciri-ciri kesehatan mental.
                         3. Mahasiswa dapat menjelaskan gangguan kesehatan mental.
                         4. Mahasiswa dapat menjelaskan agama dan kesehatan mental.

1.4  Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
       Makalah ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa, karena kesehatan mental sangat penting untuk dipelajari, karena setiap orang bisa saja mengalami gangguan kesehatan mental. Terutama sangat bermanfaat bagi mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling, mengingat tugas seorang konselor yang melayani semua individu yang tentunya memiliki permasalahan yang berbeda-beda. Dengan mempelajari makalah mengenai kesehatan mental ini setidaknya kita dapat mengetahui peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan mental sehingga kita dapat mencegah agar tidak ke arah patologi (sakit mental)
2. Bagi Penulis
       Bagi penulis lain dengan adanya makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untuk menulis makalah/ karya tulis yang lebi inovatif.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1      Pengertian Kesehatan Mental
Kesehatan mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi yang diajukan  para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut World Health Organization dalam Winkel  (1991) disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu. Dedinisi ini memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para ahli:
1.    Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.   
2.    Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan individu tersebut.
3.     Zakiah Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
4.    Allport, manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.
5.    Maslow, manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai kebahagiaan.

Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.


2.2  Ciri ciri Kesehatan Mental
Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:
1.  Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2.      Aktualisasi diri kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa.)
3.      Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada
4.      Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
5.      Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
6.      Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980).
7.      Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita,termasuk melihat realita sebagaimana adanya.
8.      Tidak menyangakal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini.
9.      Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.
2.3 Gangguan Kesehatan Mental
Bagi penderita gangguan mental / psychoneurosis, masih menghayati realitas , masih hidup dalam alam pada umumnya. ia masih merasakan kesukaran-kesukaran sebenarnya ia tidak dapat atau kurang dapat mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkungan serta belum kuat atau tidak kuat kata hatinya. Itulah sebenarnya ia mencari jalan keluar untuk melarikan diri dari kekecewaan atau penderitaan menjadi Psychoneorosis, dijelaskan beberapa macam gangguan mental, yaitu :
1.    Histeria
Sebenarnya tidak ada dasar fisik/organis, tetapi si penderita betul – betul merasa sakit kadang – kadang dapat berupa kelumpuhan. Seperti gangguan mental lainnya, perasaan tertekan, gelisah, cemas dan sebagainya. Gejala – gejala tersebut dapat terlihat seperti  gejala fisik atau gejala mental. Gejala – gejala yang berhubungan dengan fisik antara lain :
a.    Lumpuh Histeria
Lumpuh pada salah satu anggota badan, biasanya terjadi secara tiba – tiba dan sebelumnya tidak terasa apa pun.
b.    Kram Histeria
Penyakit ini terjadi karena rasa bosan menghadapi pekerjaan dan mengalami perasaan yang tertekan. Karena mengalami tekanan bathin karena karyana di cela dan mengalami kram histeria apabila sedang menjalankan tugasnya, dan apabila mengerjakan hal – hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan sebelumnya mereka menjadi sembuh atau tidak merasakan kram histeria.
c.    Kejang histeria
Penyakit yang datangnya secara tiba – tiba, kejang atau kaku diseluruh tubuh dan tidak sadar kadang – kadang sangat berat dan disertai teriakan – teriakan dan keluhan tetapi tidak mengeluarkan air mata. Kejadian ini biasanya terjadi pada siang hari, hanya beberapa menit, dapat juga beberapa hari lamanya. Penyakit ini terjadi biasanya setelah mengalami perasaan yang tersinggung, sehingga ia merasa tertekan, sedih dan menyesal.
d.    Mutism
Kesanggupan berbicara hilang, ada dua macam yaitu : 1) tidak dapat berbicara dengan suara keras, 2) tidak dapat berbicara sama sekali. Biasanya terjadi karena tekanan perasaan, putus asa, cemas, merasa hina dan sebagainya. Sedangkan alat – alat bicara biasanya tidak mengalami cedera apapun atau normal.

2.    Psikosomatisme
Psikosomatis berasal dari dua kata yaitu ” psycho” yang artinya pikiran dan “soma” yang artinya tubuh. Psikosomatis dalam dunia medis yaitu merupakan suatu penyakit yang mula-mula dipengaruhi oleh faktor kejiwaan (psikologis), kemudian berjalannya waktu sehingga menjadi penyakit fisik. Konflik psikis merupakan sebab bermacam macam penyakit fisik. Penyakit fisik yang telah ada semakin parah. Bentuk pola Simtom psikosomatisme klasik diantaranya, sebagai berikut
a.    Tukak lambung, adanya luka pada lambung
Emosi yang negatif dapat merangsang produksi dan lambung secara berlebihan, lambung mengadakan pencernaan pada dirinya sehingga timbul luka pada dinding lambung.
b.    Anorexia nervosa, adanya gangguan makan
Enggan makan atau bila makan terus muntah, sehingga kurus kering. Penderita biasanya memiliki pandangan dirinya terlalu gemuk sehingga melakukan diet sehingga menantara galami konflik batin.

Gejala yang berhubungaan dengan mental , antara lain :
a.    Amnesia , hilang ingatan
Suatu keadaan yang tiba-tiba menimpa orang-orang  menjadi hilang ingatan atau lupa terhadap kejadian-kejadian tertentu,atau terhadap segala sesuatu bahkan namanya sendiri.Amnesia juga disebut kondisi terganggunya daya ingat.  Penyebabnya berupa organic dan fungsional. Penyebab organic dapat berupa kerusakan otak, akbat terauma atau penyakit. Penyebab fungsional adalah seperti, mekanisme pertahanan ego.
b.    Fugrue ,berkelana secara tidak sadar
Fugue adalah bentuk gangguan mental disertai keinginan kuat untuk mengembara atau meninggalkan rumah karena amnesia. Seseorang yang mengalami fugue itu pergi mengelana tanpa tujuan, dan tidak tau mengap ia pergi. Gangguan ini muncul sesudah individu mengalami stress atau konflik yang berat,misalnya pertengkaran rumah tangga, mengalami penolakan, kesulitan dalam pekerjaan dan keuangan, perang atau bencana alam .
Perilaku seseorang pasien dengan fugue disosiatif adalah lebih bertujuan dan terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif.
c.    Kepribadian Ganda
Penderita mempunyai dua atau lebih kepribadian. Masing-masing memiliki proses perasaan dan pikiran yang cukup stabil, sedang perbedaannya biasanya mencolok. Misalnya kepribadian yang satu dan yang lainmungkin hanya beberapa menit atau beberapa mtahun. Disebabkan adanya dorongan-dorongan yang saling bertentangan, terjadi konflik. Selama penderita mengalami, satu kepribadian tak teringan tentang kejadian pada kepribadian yang lain meskipun hanya beberapa menit. kepribadian ganda dapat didefinisikan sebagai kelainan mental dimana seseorang yang mengidapnya akan menunjukkan adanya dua atau lebih kepribadian (alter) yang masing-masing memiliki nama dan karakter yang berbeda.
Mereka yang memiliki kelainan ini sebenarnya hanya memiliki satu kepribadian, namun si penderita akan merasa kalau ia memiliki banyak identitas yang memiliki cara berpikir, temperamen, tata bahasa, ingatan dan interaksi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.
Walaupun penyebabnya tidak bisa dipastikan, namun rata-rata para psikolog sepakat kalau penyebab kelainan ini pada umumnya adalah karena trauma masa kecil.

d.    Kepribadian Sosiopatik
Penderita mengalami keterlambatan perkembangan moral, tidak mampu mencontoh perbuatan yang diterima masyarakat, kurang mampu bermasyarakat cenderung antisosial, termasuk psikopat. Biasanya memiliki ciri cerdas, spontan dan mengesankan, emosinya relatif sulit dibangkitkan, sehingga kurang memiliki rasa takut dan senang mencari tantangan, tapi cara yang ditempuh kurang tepat, hal ini sebagai penyebab bawaan. Penyebab lain pada waktu kecil mengalami keterlambatan kehidupan emosinya, perlakuan yang tidak konsisten. Misalnya latar belakang keluarga yang retak. Dari segi sosio cultural sebagai akses dari suasana materialistik, hedonistik, dan kompetitif dari masyarakat modern.
e.    Depersonalisasi
Penderita mengalami kehilangan rasa diri , terjadi secara tiba-tiba dan menjadi orang lain, orang yang berbeda dengan dirinya, merasa terlepas dari tubuhnya. Hal ini terjadi karena mengalami stres berat akibat situasi tertentu atau kejadian tertentu. Misalnya kecelakaan, penyakit atau peristiwa-peristiwa traumatik.
f.      Somnabulisme, melakukan sesuatu dalam keadaan tidur
Somnabulisme adalah mimpi yang hidup, dan aktivitas fisik yang terjadi selama tidur, sejumlah gerakan diluar kesadaran dan tidak dapat diingat kembali. Bisa terjadi selama tidur, hal ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Misalnya main piano, menjahit, mengendarai mobil dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk Somnabulisme itu :
Monodeic, suatu ide dengan bentuk yang sama.
Polydeic , berbeda-beda dalam waktu yang berlainan.
Orang atau anak yang mengalami somnabolism ini, karena dikuasai oleh sejumlah pikiran dan kenangan yang berhubungan satu sama lain. Meskipun dalam keadaan tidur ia dapat mengingan keadaan sekitarnya yaitu letak pintu, jendela, meja, kursi dan sebagainya.
3.Psychasthenia
Penderita psychasthenia merasa tidak senang, selalu diganggu dan dikejar-kejar, mimipi yang menakutkan, sering mengalami kompulsion (dorongan paksaan) untuk berbuat sesuatu. Sebenarnya penderita kurang mempunyai kemampuan untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal, repression (penekanan) terhadap pengalaman yang telah lalu.
6.    Neurasthenia
Penderita neurasthenia selalu merasa lelah , lesu yang sangat. Sering pla disebut penyakit payah, meskipun sebenarnya fisiknya tak terdapat penyakit apapun. Ia sangat sensitif terhadap cahaya, suara. Detik jam kadang-kadang menyebabkan tidak dapat tidur, kepala pusing, selalu gelisah, merasa mempunyai berbagai penyakit, dan takut akan mati. Menginginkan belas kasihan dari orang lain.
Sebab-sebab neurasthenia ini antara lain : Kesusahan dan kekurangan pekerjaan, defence mekanisme yang salah
7.    Tiks (tics)
Dengan gerakan-gerakan tics yang bersangkutan merasa lega, enak (vegetatif). Macam-macam gerakan seperti dipaksakan. Gerakan habitual sekelompok kecil otot-otot tertentu. Dimana tics itu sendir berarti gerakan otot yang dilakukan secara tidak sadar, misalnya berkedip-kedip, mengerutkan dahi, menggerakkan hidung, menggelengkan kepala dan lain-lainnya. Penderita menyadari perbuatannya tetapi tidak berusaha menahannya. Sebab-sebab tiks antara lain: perasaan tegang dalam menghadapi sesuatu,pengalaman yang menakutkan, mengalami kelelahan, personalitas terganggu.

8.    Kelainan seksual
Yang dimaksud kelainan dalam uraian buku ini bukan karena adanya patologi fisiologis, melainkan karena kesalahan dalam penyesuaian psikoseksual dan proses belajar yang keliru terhadap permasalahan seks, terjadi miskonsepsi.
Kelaiana-kelainan seksual itu antara lain :
1.        Otoerotisme  (perangsangan sendiri terhadap alat kelamin)
2.        Homoseksual atau lesbian (berhubungan itim antar sesama jenis)
3.        Sadisme (hubungan seks wajar antara pria dan wanita, tapi yang bersangkutan baru merasakan kepuasan seks kalau dapat menimbulkan kesakitan fisik atau psikis orang yang dicintai)
4.        Fetishisma (pemuasan seksual yang ditmbulkan karena melihat atau tersentuh dengan barang atau benda-benda dari lain jenis misalnya pakaian dalam)
5.        Pedofilia (orang dewasa yang ingin berhubungan dengan anak, tanpa menghiraukan jenis kelamin)
6.        Transvetitisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan berpakaian dan menyamar sebagai jenis kelamin lain)
7.        Exhibisionisme (pemuasan seksual yang diperoleh dengan menunjukkan alat kelamin kepada jenis kelamin lain)
8.        Voyeuresma ( mencapai kepuasan seksual karena mengintip secara sembunyi-sembunyi pasangan yang sedang berhubungan seks, juga pemuda mengintip wanita yang sedang melepas pakaian)
9.        Masochisme (menikmati kepuasan seksual pada waktu mengalami sakit pada diri sendiri)
10.    Incest (hubungan seksual antar anggota keluarga)
11.    Perkosaan (hubungan pria wanita, namun berdasarkan paksaan)
12.    Nekrofilia (Menyukai mayat sebagai objek seks)
13.    Zoophilia (Menyalurkan hasrat seksualnya dengan binatang)
14.    Menyukai benda-benda sebagai objek seks (menikah dengan tembok)


2.4 Agama dan Kesehatan Mental
a.        Manusia dan Agama
Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli pskologi terhadap peran agama dalam kehidupan dan kejiwaan manusia. Pendapat yang paling ekstrem pun tentang hal itu masih menunjukkan batapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya Sigmun Freud yang dikenal sebagai pengembang psikoanalisis mencoba mengungkapkan hal itu. Agama menurut Freud tampak pada prilaku manusia sebagai sebagai simbolisasi dari kebencian terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan.
Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada agama karena rasa ketidak berdayaan menghadapi bencana. Dengan demikian, segala bentuk prilaku keagamaan merupakan prilaku manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar bahaya dan dapat memberikan rasa aman. Untuk keperluan itu manusia menciptakan Tuhan dalam pemikirannya.
Kegiatan keagamaan menjadi faktor penguat sebagai prilaku yang meredakan ketegangan. Lembaga-lembaga termasuk lembaga keagamaan, bertugas menjaga dan mempertahankan perilaku atau kebiasaan masyarakat. Manusia menanggapi tuntutan yang terkandung dalam lembaga itu dan ikut melestarikan lewat cara mengikuti aturan-aturan yang telah baku.
Prilaku keagamaan menurut pandangan Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and punishment). Manusia berprilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. (pahala). Manusia hanyalah sebuah robot yang bergerak secara mekanis menurut pemberian hukuman dan hadiah.
b.        Agama dan Kesehatan Mental
Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini  Karena manusia ternyata memiliki  batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama.
Beberapa temuan dibidang kedokteran dijumpai sejumlah kasus yang membuktikan adanya hubungan jiwa (psyche) dan badan (soma). Orang yang merasa takut, langsung kehilangan nafsu makan, atau buang-buang air. Atau dalam keadaan kesal dan jengkel, perut seseorang terasa menjadi kembung. Dibidang kedokteran dikenal beberapa macam pengobatan antaralain dengan menggunakan bahan-bahan kimia tablet, cairan suntik atau obat minum), electro-therapia (sorot sinar, getaran, arus listrik), (pijat), dan lainnya. Selain itu juga dikenal pengobatan tradisional seperti tusuk jarum (accupunctuur), mandi uap, hingga ke cara pengobatan perdukunan. 
Sejak berkembang psikoanalisis yang diperkenalkan oleh Dr. Breuer dan S. Freud, orang mulai mengenal pengobatan dan hipotheria, yaitu pengobatan dengan cara hipnotis. Dan kemudian dikenal pula adanya istilah psikoterapi atau autotherapia (penyembuhan diri sendiri) yang dilakukan tanpa menggunakan bantuan obat-obatan biasa. Sesuai dengan istilahnya, maka psikoterapi dan autotherapia digunakan untuk menyembuhkan pasien yang menderita penyakit ganguan ruhani (jiwa). Usaha yang dilakukan untuk mengobati pasien yang menderita penyakit seperti itu, dalam kasus-kasus tertentu biasanya dihubungkan dengan aspek keyakinan masing-masing.
Sejumlah kasus menunjukkan adanya hubungan antara keyakinan dengan kesehatan jiwa atau mental tampaknya sudah disadari para ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan “Carel Gustay Jung” diantara pasien saya setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya tidak dilatarbelakangi oleh aspek agama”.
Barangkali hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap penyerahan diri seseorang terhadap kekuasaan Tuhan. Sikap pasrah yang serupa itu diduga akan  sikap optimis pada diri seseorang sehingga muncul perasaan positif, seperti rasa bahagia, rasa sengang, puas, sukses, merasa dicintai, atau rasa aman. Dengan kata lain, kondisi yang demikian menjadi manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah kejadiannya, sehat jasmani dan ruhani.


BAB III
PENUTUP

3.1      Kesimpulan
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis. Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun, ia juga akan melakukan intropeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri. adapun definisi kesehatan mental dari para ahli yang dapat disimpulkan sebagai berikut, gangguan Mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan maupun tindakan. Berkaitan dengan kesehatan mental yang dapat juga terlihat pada perilaku fisik dan gangguan pada mental, maka dijelaskan beberapa ciri-ciri dari kesehatan mental, yaitu :
1.    Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.
2.    Aktualisasi diri kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa.)
3.    Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada
4.    Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)
5.    Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada
6.    Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri.
7.    Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita.
8.    Tidak menyangakal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini.
9.    Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain, di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.
Dari kesehatan mental maka akan muncul gangguan-gangguan mental yang mempengaruhi keadaan mental dan sikap fisik, seperti : 1). Histeria , 2). Psikosomatisme, 3). Psychasthenia, 4). Neurasthenia, 5). Tiks (Tics), 6). Kelainan Seksual.
Kesehatan mental akan berhubungan dan berkaitan erat dengan keagamaan yang menjadi cerminan bagi setiap individu, maka untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit dilakukan, hal ini  karena manusia ternyata memiliki  batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib, ketundukan ini merupakan bagian dari intern manusia dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (Self) ataupun hati nurani (conscience of man).
Orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam ruhani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan tenteram. Menurut H.C. Witherington, permasalahan kesehatan mental menyangkut pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat dalam lapangan psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama.
3.2 Saran
            Dari penyusunan makalah ini penulis berharap seluruh pembaca dapat memahami dan mengetahui mental yang sehat dan mengetahui ciri-ciri mental yang sehat dan mengetahui gejala-gejala gangguan mental dengan membaca makalah ini. Sehingga jika menemui gejala-gejala yang menunjukkan gangguan kesehatan mental pada diri sendiri maupun pada orang lain dapat mengatasi dan mencegah agar tidak kea rah patologi atau sakit mental.



DAFTAR PUSTAKA
Siti Sundari, HS.2005.Kesehatan Mental. Jakarta: Rineka Cipta.

Wikimedya.2009. Ciri-Ciri Sehat Mental. Tersedia pada  http://wikimedya.blogspot.com/2009/12/ciri-ciri-sehat-mental.html. Diakses pada Jumat, 16 Maret 2012.

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

SEMOGA BERMANFAAT BUAT PEMBACA

Text Widget