SKENARIO
KASUS A
Anak
perempuan usia 8 tahun, terdiagnosa ALL, berulang kali dirawat di rumah sakit
untuk mendapatkan terapi. Sekarang sedang menjalani perawatan yang ketiga kali,
sudah 23 hari terbaring di tempat tidur.
I.
IDENTIFIKASI MASALAH
- Kasus ALL
- Penatalaksanaan medis
- Asuhan keperawatan di RS dan di rumah
- Dampak hospitalisasi
- Tumbuh kembang anak normal dengan anak ALL
- Dukungan sosial
- Mekanisme koping anak
II.
ANALISA MASALAH
·
Anak
dengan ALL
·
Mekanisme ALL
·
Tumbuh
kembang anak 6-12 tahun
·
Rentan
terhadap penyakit (komplikasi)
·
Persiapan
kemoterapi
·
Tindakan kemoterapi
·
Informed consent
·
Dukungan
sosial
·
Mekanisme
koping anak menghadapi hospitalisasi
·
Pencegahan
relaps
·
Gangguan
kecemasan : gangguan stres paska traumatik
·
Perawatan
anak (hospitalisasi) dan perawatan anak ALL dirumah
·
Evaluasi
anak sakit di kamar praktek dan klinik
III. TINJAUAN TEORI
- Definisi ALL
Acut Limphosityc
Leukemia (ALL) adalah proliferasi ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan
oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002).
Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan, dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun.
Setelah usia 15 tahun, ALL jarang terjadi.
- Etiologi ALL
Penyebab Acut
Limphosityc Leukemia (ALL) sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus
onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:
1.
Faktor eksogen
a.
Sinar x, sinar radioaktif.
b.
Hormon.
c.
Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).
2.
Faktor endogen
a.
Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)
b.
Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).
c.
Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).
(Ngastiyah, 1997)
- Manisfestasi Klinis ALL
Gejala tersering yang dapat terjadi adalah rasa lelah,
panas tanpa infeksi, purpura, nyeri tulang dan sendi, macam-macam infeksi,
penurunan berat badan, dan sering ditemukan suatu massa abnormal. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati, nyeri tekan
tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina ( Arif Mansjoer, 2001).
- Patofisiologi/Mekanisme ALL
Sel
kanker menghasilkan leukosit yang imatur/abnormal dalam jumlah yang berlebihan.
Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan
menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam
sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
Hal ini menyebabkan hematopoesis normal
terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leukosit, sel darah merah dan
trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembesaran hati,
limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit
mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis, dan lain-lain). Adanya sel kanker juga
mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan
tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kanker juga mengganggu metabolisme
sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002).
- Gambaran Klinis ALL
Gejala yang
khas berupa pucat (dapat terjadi mendadak), panas, dan perdarahan disertai splenomegali, dan kadang-kadang hepatomegali
serta limfadenopati. Perdarahan dapat didiagnosa ekimosis, petekia, epistaksis,
perdarahan gusi, dan lain-lain.
Gejala yang
tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalah artikan sebagai penyakit rematik.
Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh
seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral.
- Klasifikasi/Kategori Leukimia
Menurut Smeltzer & Bare (2002), leukimia diklasifikasikan menjadi beberapa
macam, diantaranya yaitu:
a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai
sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel myeloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil,
eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga
dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut,
sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20
tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala
yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun,
peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.
c. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan
kelainan ringan mengenai individu usia 50-70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa
saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.
d. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap
sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia
15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
- Komplikasi ALL
1.
Gagal sumsum tulang
2.
Infeksi
3.
Hepatomegali
4.
Splenomegali
5.
Limfadenopati
- Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan Acut Limphosityc Leukemia (ALL)
antara
lain yaitu:
1.
Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a.
Ditemukan sel blast yang berlebihan
b.
Peningkatan protein
2.
Pemeriksaan darah tepi
a.
Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b.
Peningkatan asam urat serum
c.
Peningkatan tembaga (Cu) serum
d.
Penurunan kadar Zink (Zn)
e.
Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000–200.000/µl) tetapi dalam bentuk sel blast/sel primitive
3.
Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi
sel kanker ke organ
tersebut
4.
Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5.
Sitogenik:
50-60%
dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a.
Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
b.
Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c.
Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari
bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil
- Penatalaksanaan
Medis dan Prognosis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), terapi
ALL telah mengalami kemajuan, sekitar 60% anak mencapai ketahanan hidup sampai
5 tahun. Bentuk terapi utama adalah kemoterapi dengan kombinasi vincristine,
prednisone, daunorubicin, dan asparaginase untuk terapi awal dan dilanjutkan
dengan kombinasi mercaptopurine, menthotrexate, vincristine, dan prednisone
untuk pemeliharaan. Radiasi untuk daerah kraniospinal dan ikjeksi intratekal
obat kemoterapi dapat membantu mencegah kekambuhan pada sistem saraf pusat.
Menurut Arif Mansjoer (2001), sebaiknya
penatalaksanaan pasien LLA dirujuk ke spesialis penyakit dalam (Sub Bagian
Hematologi) untuk penatalaksanaan lebih lanjut. Prognosis LLA pada anak-anak
baik; lebih dari 95% terjadi
remisi sempurna. Kira- kira 70-80% dari pasien bebas gejala selama 5 tahun.
Apabila terjadi relaps, remisi sempurna kedua dapat terjadi pada sebagian besar
kasus. Para pasien merupakan kandidat untuk transplantasi sumsum tulang, dengan
35-65% kemungkinan hidup lebih lama.
- Tindakan Kemoterapi
Untuk mengatasi pertumbuhan sel-sel yang abnormal
dan mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem
saraf pusat.
Ø Tiga fase pelaksanaan kemoterapi:
1. Fase Induksi
Dimulai 4-6
minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem
saraf pusat
Pada fase ini
diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison melalui intratekal
untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan
hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini,
kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi
jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.
Ø
Persiapan dan Syarat kemoterapi.
1.
Persiapan
Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan yang meliputi:
a. Darah
tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b.
Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c.
Fungsi
ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin
meningkat.
d.
Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e.
EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2.
Syarat
a. Keadaan
umum cukup baik.
b.
Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan
terjadi, informed consent.
c.
Faal ginjal dan hati baik.
d.
Diagnosis patologik
e.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap
kemoterapi.
f.
Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10
gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.
Ø Efek samping kemoterapi
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping
segera terjadi (Immediate Side
Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual
dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang
timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.
4. Effek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul
dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
- Tumbuh Kembang Anak 6-12 Tahun
Anak usia antara
6-12 tahun, periode yang kadang- kadang disebut sebagai masa kanak- kanak
pertengahan atau masa laten. Pada usia anak seklolah untuk mengavaluasi diri
sendiri dan merasakan evaluasi teman- temannya. Anak- anak usia sekolah dinilai
menurut kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernilai sosial seperti pekerjaan yang baik. Perkembangan
kesehatan membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua dan kemampuan
menemukan penerimaan dalam kelompok yang sepadan serta merundingkan tantangan-
tantangan yang berbeda.
1. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan
fisik pada masa ini lambat dan relatif seimbang. Peningkatan berat badan anak
lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat badan anak terjadi
terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangka, otot dan ukuran beberapa organ tubuh lainnya.
2. Perkembangan Motorik
Perkembangan
motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dibandingkan
dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai
meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus
ketrampilan – ketrampilan motorik, anak – anak terus melakukan berbagai
aktivitas fisik yang terkadang bersifat informal dalam bentuk permainan.
Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan
olahraga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll.
Ciri-ciri tahap pekembangan usia 6-12 tahun
- Kecepatan dan
kehalusan aktivitas motorik meningkat
- Mampu menggunakan
peralatan rumah tangga
- Ketrampilan lebih
individual
- Ingin terlibat dalam
sesuatu
- Menyukai kelompok dan
mode
- Mencari teman secara
aktif.
3. Perkembangan Kognitif
Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara
berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak masih
bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah
berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi
sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
4. Perkembangan Memori
Selama periode ini, memori jangka pendek anak telah berkembang dengan
baik. Akan tetapi, memori jangka panjang tidak terjadi banyak peningkatan
dengan disertai adanya keterbatasan – keterbatasan. Untuk mengurangi
keterbatasan tersebut, anak berusaha menggunakan strategi memori (memory
strategy), yaitu merupakan perilaku disengaja yang digunakan untuk meningkatkan
memori.
5. Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan
Pemikiran Kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan secara
mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu
saja informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir
secara reflektif dan evaluatif.
6. Perkembangan Kreativitas
Dalam
tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru.
Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan
sekolah.
7. Perkembangan Bahasa
Selama masa
anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perbendaharaan kosa kata
dancara menggunakan kalimat bertambah kompleks. Perkembangan ini terlihat
dalam cara berfikir tentang kata-kata, struktur kalimat dan
secara bertahap anak akan mulai menggunakan kalimat yang lebih singkat dan
padat, serta dapat menerapkan berbagai aturan tata bahasa secara tepat.
8. Perkembangan Psikosial
Pada tahap ini,
anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang dapat
membuahkan hasil, sehingga dunia psikosial anak menjadi semakin kompleks. Anak
sudah siap untuk meninggalkan rumah dan orang tuanya dalam waktu
terbatas, yaitu pada saat anak berada di sekolah. Melalui proses pendidikan
ini, anak belajar untuk bersaing (kompetitif), kooperatif dengan orang lain,
saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan – peraturan yang
berlaku. Dalam hal ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan
teman sebaya. Identifikasi bukan lagi terhadap orang tua, melainkan terhadap
guru. Selain itu, anak tidak lagi bersifat egosentris, ia telah mempunyai jiwa
kompetitif sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan
masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu
yang menarik perhatiannya.
9. Perkembangan Pemahaman Diri
Pada tahap ini,
pemahaman diri atau konsep diri anak mengalami perubahan yang sangat pesat. Ia
lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal daripada melalui
karakteristik eksternal.
10. Perkembangan Hubungan dengan Keluarga
Dalam hal ini,
orang tua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka
berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan dengan periode sebelumnya, karena
rata-rata anak menghabiskan waktunya di sekolah. Interaksi guru dan teman
sebaya di sekolah memberikan suatu peluang yang besar bagi anak-anak untuk
mengembangkan kemampuan kognitif dan ketrampilan sosial.
11. Perkembangan Hubungan dengan Teman Sebaya
Berinteraksi
dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu. Umumnya
mereka meluangkan waktu lebih dari 40% untuk berinteraksi dengan teman sebaya
dan terkadang terdapat duatu grup/kelompok. Anak idak lagi puas bermain
sendirian dirumah. Hal ini karena anak mempunyai kenginan kuat untuk diterima
sebagai anggota kelompok.
- Dukungan Sosial
Ada tiga fase reaksi emosional penderita ketika diberitahu bahwa
penyakit yang dideritanya adalah kanker yang sudah lanjut. Fase pertama,
penderita akan merasakan shock mental, kemudian diliputi oleh rasa takut, dan
depresi. Muncul reaksi penolakan dan kemurungan, terkadang penderita menjadi
panik, melakukkan hal-hal yang tidak berarti dan sia-sia. Setelah fase ini
berlalu, akhirnya penderita akan sadar dan menerima kenyataan bahwa jalan
hidupnya telah berubah.
Stress yang dialami oleh pasien kanker, cenderung membuat cara berpikir
menjadi tidak akurat. Hal itu membawa individu menjadi tidak resilien dalam
menghadapi masalah, dalam hal ini adalah penyakit kanker. Stress membahayakan
sistem kekebalan, yang memungkinkan individu menjadi lebih sering sakit.
Individu dengan resiliensi yang baik mampu menghadapi masalah dengan baik,
mampu mengontrol diri, mampu mengelola stress dengan baik dengan mengubah cara
berpikir ketika berhadapan dengan stress. Resiliensi memungkinkan individu
untuk tetap fokus pada persoalan yang sesungguhnya, dan tidak menyimpang ke
dalam perasaan dan pikiran yang negatif, sehingga individu bisa mengatasi
resiko depresi dan banyak tantangan. Pikiran dan perasaan adalah inti dalam
memahami individu dalam rangka meningkatkan resiliensi. Sejumlah fakta
menunjukkan bahwa terapi kognitif yang berbasis aspek-aspek dari resiliensi
sangat efektif dalam mengatasi depresi.
Hal-hal
yang perlu diberikan dalam dukungan
sosial :
· Informasikan
pada anak dan keluarga tentang dukungan sosial kemasyarakatan bagi perawatan
jangka-panjang.
·
Minta dukungan
pihak sekolah
· Kelompok orang tua dengan permasalahan yang
sama. Orangtua membutuhkan teman senasib sepenanggungan dalam satu wadah
organisasi. Sehingga, para orangtua merasa mendapat dukungan, tidak sendirian,
bisa curhat maupun berbagi ilmu/tips dalam membesarkan buah hati mereka. Tidak
sedikit yang mengakui, dengan ikut komunitas seperti ini, orangtua tambah
pintar dan semakin peduli.
Dengan ini kondisi anak-anak
mereka pun mengalami kemajuan hingga memberi harapan untuk bisa lebih baik dan
lebih baik lagi.
- Mekanisme Koping Anak Menghadapi
Hospitalisasi
Mekanisme koping
yang dimaksud disini adalah kemampuan anak dalam mengatasi hal-hal yang
dirasakan akibat dari hospitalisasi. Dalam hal ini mekanisme koping yang
terbentuk akan sangat membantu anak dalam mengatasi masalah-masalahnya seperti
cemas, takut, khawatir dan lain sebagainya.
- Pencegahan Relaps
Prognosis LLA pada anak-anak baik; lebih dari 95% terjadi remisi sempurna. Kira-
kira 70-80% dari pasien bebas gejala selama 5 tahun. Apabila terjadi relaps,
remisi sempurna kedua dapat terjadi pada sebagian besar kasus. Para pasien
merupakan kandidat untuk transplantasi sumsum tulang, dengan 35-65% kemungkinan
hidup lebih lama. Sebaiknya pasien dirujuk di spesialis penyakit dalam (sub
bagian hemetologi) untuk penetalaksanan lebih lanjut.
- Gangguan Kecemasan : Gangguan Stres Paska
Traumatik
Gangguan kecemasan
ini telah m,endapat perhatian besar terhadap kecemasan dalam jangka waktu
pendek dan panjang pada anak, remaja dan dewasa. GSPT akibat dari trauma
eksterna dirasakan oleh anak atau remaja sebagai bahaya. Situasi- situasi yang
mengancam jiwa yang menimbulkan srtes besar memberikan kecenderung anak pada
GSPT. Faktor- faktor yang memberikan kecebderungna meliputi tingkat kecemasan
individu sebelum trauma.
Penanganan GPST: harus diarahkan pada
beratnya trauma, kerentanan anak terhadap trauma dan reaksi anak terhadap
trauma. Tujuan penanganan meliputi: dukungan ego dan fungsi uji realitas
membantu anak untuk mengantisipasi , memahami dan menatalaksana pengingat
setiap hari. Terapi keluarga dan konsultasi sekolah sering membantu.
Farmakoterapi dirancang untuk merubah perilaku yang muncul yang dapat merupakan
pengobatan tambahan yang penting.
- Perawatan Anak (Hospitalisasi)
Perawatan anak
didefinisikan sebaagai perawatan yang diberikan oleh suatu individu diluar
anggota keluarga atau pada tempat yang terpisah.pengaruh perawatan anak pada
perkembangan anak tergantung pada sejumlah faktor yang saling berhubungan
termasuk sifat- sifat anak keadaan perawatan dan keluarga. Contoh perawatan
anak di Rumah Sakit misalnya: perawatan terhadap penyakit, perawatan psikologis
anak dirumah sakit melului terapi bermain untuk menurunkan dampak hospitalisasi
pada anak.
- Perawatan Kritis Anak
Ditentukan oleh adanya
situasi dimana segala sumber daya manusia dan teknis dikosentrasikan untuk
memberikan perawatan canggih biasanya di unit perawatan intensif dan yang
paling penting adalah persamaan gambaran proseulai stabilisan metasi ds
penyakit yang mengakibatkan keadaan kritis. Diharapkan semua tenaga medis yang
mengelola anak mampu mengenali tanda penyakit yang potensial mengancam jiwa,
mampu mengevaluasi beratnya menifestasi dan memulai stabilisasi anak. Masalah
mengancam jiwa yang sering dialami anak adalah distres pernafasan, gangguan
perfusi perifer dan perubahan kesadaran.
- Evaluasi Anak Sakit di Kamar Praktek dan
Klinik
Tujuan utama
kunjungan anak sakit adalah mengidentifikasi anak sakit berat yang memerlukan
intervensi terapeutik yang agresif. Mengenali anak yang sakit ALL dengan
penyakit yang serius ditegakkan dengan pengamatan yang cermat, anamnesis,
pemeriksaan fisik, pengetahuan mengenai umur dan suhu sebagai faktor resiko dan
uji skrining laboratorium. Berdasarkan data yang didapat tenaga medis dapat mengambil
keputusan yang memberitahukan mengenai kebutuhan terhadap uji laboratorium dan
nasehat pemasukan ke Rumah Sakit. Komponen-komponen ini diitegrasikan pada
evaluasi anak sakit ALL
Pengamatan
merupakan faktor penting dalam evaluasi anak dengan masalah ALL terhadap
kemungkunan sakit berat.anak harus diamati untuk bukti tertentu adanya penyakit
serius. Namun kebanyaakan data observasi yang dikumpulkan oleh tenaga medis
selama penyakit ALL harus bervokus pada penilaian respon anak terhadap
rangsaangan.
- Penatalaksanaan
Keperawatan Pre Kemoterapi
Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan yang meliputi:
1.
Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
2.
Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
3.
Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance
Test bila serim creatinin meningkat.
4.
Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum).
5.
EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
- Penatalaksanaan
Keperawatan Post Kemoterapi
Ondansetron
dan Deksametason efektif untuk mengatasi peristiwa emesis pada anak yang
terkena ALL.
- Inform Consent
Menurut
PerMenKes No.290/MenKes/Per/III/2008 dan UU No.29 Tahun 2004 Pasal 45 serta Manual
Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008, maka informed consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB
IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan
informasi kepada pasien/keluarganya, kehadiran seorang perawat/paramedik
lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga
terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter
melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu
tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa
yang telah ditegakkan.
2. Sifat
dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat
dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko
resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya
bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan
yang lain.
6. Kadangkala
biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko-resiko
yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran :
1. Resiko
yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
2. Resiko
yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan
penjelasan (Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No.290/Menkes/PER/III/2008). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan
kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan (Ayat 2).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum
dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam
keadaan gawat darurat (emergensi),
dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan
emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya. Ini tercantum dalam
PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan
Informed Consent:
1. Memberikan
perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik
ada melekat suatu resiko (Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351
(trespass, battery, bodily assault).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (Ayat 1). Pembatalan
persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang
memberi persetujuan (Ayat 2).
0 komentar:
Post a Comment